webnovel

Bestfriend With Too Much Benefits

Zoey Aretta Risty adalah seorang aktris terkenal berusia 27 tahun, semasa karirnya yang terus meroket dia memiliki sahabat yang selalu ada untuk mendukungnya. Sahabatnya sejak SMA. Seorang pria yang menghilangkan segala kepolosan Zoey, lebih tepatnya mereka bersama menghilangkan rasa penasaran dari kepolosan mereka menuju obsesi yang memuaskan. Jeffrey Keenan Abigail adalah direktur finance perusahaan property, pewaris tertinggi dalam perusahaan keluarga J Corp. Dirinya merupakan pria yang selalu dituntut untuk bisa lebih dari siapapun dan Zoey lah seseorang yang bisa membuatnya berada dalam kenyamanan. Jeffrey yang selalu dipilihkan jalan hidupnya oleh Ayahnya, murka. Bagaimana pun caranya kali ini Jeffrey tidak ingin menuruti Ayahnya. Jeffrey akan menentang sebuah perjodohan dari Ayahnya atas nama memperluas bisnis. Tentu dengan berbagai cara Jeffrey menentang Ayahnya, hingga ia memilih jalan yang tak terduga dengan mengajak Zoey untuk menikah dengannya. Selama bertemu dengan Jeffrey, apa yang dilakukannya tanpa disadari terus mengikuti Jeffrey. Apapun yang dilakukan, Zoey akan meminta pendapat dari Jeffrey termasuk mengambil keputusan dalam karirnya. Tetapi, kali ini jelas berbeda. Meski Zoey senang bermain dalam hubungan tapi jika menikah maka dia hanya ingin satu kali seumur hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Lalu, bagaimana sekarang dia disaat Jeffrey memberikannya pilihan seperti ini?

Namnam_Meow · สมจริง
เรตติ้งไม่พอ
17 Chs

Chapter 8 : Be My Wife (2)

Layar televisi di ruang tamu memancarkan cahaya, menampilkan gambar dari sebuah film romansa yang sedang di putar. Telivisi seharusnya menjadi objek yang ditonton sekarang tapi sepertinya kedua manusia ini memilih untuk ditonton oleh telivisi.

Tangan Jeffrey yang berotot itu menangkup wajah Zoey yang berada di sampingnya, sudah satu jam film berjalan tetapi keduanya hanya melihat sampai lima belas menit yang lalu karena mereka sibuk saling memberikan afeksi melalui bibir yang bersatu. Jeffrey yang semakin terbawa suasana semakin menekan Zoey, lidahnya dengan lihai bergerak seperti sedang menghitung jumlah gigi milik Zoey dan mempertemukan kedua lidah yang membuat libidonya naik.

Tidak ada di antara mereka yang akan melepas ciuman dalam waktu dekat, sampai keduanya benar-benar kehabisan oksigen baru Jeffrey melepaskan Zoey. Mata Jeffrey memandang wajah Zoey yang saat ini semakin membuatnya bergairah. Zoey mencoba menarik dan mengeluarkan nafasnya untuk menetralkan deru nafasnya yang tidak karuan itu hingga membuat dadanya naik dan turun.

Jeffrey mengusap bibirnya dengan jari telunjuk yang kemudian ia gigit untuk menahan segala pikiran untuk menyerang Zoey sekarang.

"Kalau kita menikah, gue jamin lo gak akan kekurangan apapun. Segala permintaan yang lo mau akan gue turuti" ucap Jeffrey. Kalimat yang keluar itu membuat Zoey jengkel karena sejak tadi Jeffrey tidak berhenti mengajaknya menikah. Awalnya Zoey mengira itu hanya pikiran gila dari Jeffrey yang ingin bercanda, tetapi semakin melihat tatapan Jeffrey, Zoey menjadi takut jika apa yang dikatakan Jeffrey itu adalah suatu kesungguhan. Tapi, kenyataan kembali membuatnya tersadar bahwa tidak mungkin seorang playboy seperti Jeffrey akan bersungguh-sungguh menikahinya. Ya, Jeffrey akan nekat menikahinya, tapi apa Jeffrey bisa memberikan tanggung jawab padanya setelah menikah nanti?.

"Gak usah berisik" Zoey mendorong dada Jeffrey hingga punggung pria itu menyentuh kepala sofa. Kaki Zoey bergerak mengatur posisi untuk duduk di atas pangkuan Jeffrey.

"Kalau mau ngomongin nikah, pulang aja" ucap Zoey memainkan rambut Jeffrey yang tidak tertata rapih ke atas seperti saat bekerja. Rambut yang turun dan natural itu terlihat cocok untuk Jeffrey dan Zoey suka melihatnya, karena Jeffrey yang seperti ini hanya ditunjukan pada orang penting dikehidupannya.

Bukan hanya Zoey yang sibuk dengan tangannya, Jeffrey juga ikut mengusap paha polos Zoey dengan lembut. Jeffrey memajukan badannya, sebelum Zoey kehilangan keseimbangan tangannya sudah ada di punggung Zoey untuk menahannya. Jeffrey sedikit mendongakan kepala untuk melihat wajah Zoey yang menunduk menatapnya.

"You don't want me to go" ucap Jeffrey masih dengan tatapan menggodanya.

"Of course I don't. I will just make you shut with my mouth"

Seringai muncul di wajah Jeffrey, dia menyukai sikap liar yang ditunjukan oleh Zoey padanya sekarang. Hal itu menjadikan alasan mengapa Zoey berbeda dalam hal berhubungan badan. Hanya Jeffrey yang tau bagaimana Zoey bermain dengan mengikuti alur yang diarahkan olehnya.

"Kita itu banyak kecocokan dari berbagai hal—"

"Oh shut up" Zoey benar-benar membungkam mulut Jeffrey dengan membuat kedua bibir merah beradu. Kali ini Zoey lebih berani mengambil alih mengarahkan kemana permainan bibir dan lidah mereka dalam peperangan panas di ruang tamu ini. Jelas Jeffrey yang selalu dominan berganti menjadi pemimpin dalam permainan sekarang, perlahan dirinya memindahkan posisi Zoey untuk direbahkan di atas sofa.

Jeffrey menjauhkan wajahnya, Ia ingin berkata, "Aku berikan kartu kreditku padamu dalam satu minggu ini, tapi temani aku bersandiwara di depan orang tuaku besok" ucap Jeffrey seraya menyelipkan rambut yang menghalangi wajah Zoey ke belakang telinga.

"Bersandiwara bagaimana maksudmu?" Tanya Zoey. Pertanyaan itu ditunda jawabannya oleh Jeffrey yang sekarang sedang menggunakan bibir manisnya itu untuk menghisap kulit di leher Zoey. Desahan tertahan keluar dari mulut Zoey begitu saja saat tangan Jeffrey tidak berdiam melainkan bermain di bagian salah satu buah dadanya dari balik kain yang melapisi tubuhnya.

"Ahhh..jawabhh dulu.."

"Bersandiwara menjadi kekasih yang akan aku nikahi" ucap Jeffrey mengangkat kepalanya untuk menyamakan tatapan dengan Zoey.

"I don't trust you"

"You shouldn't, baby" Jeffrey menyeringai dan ia kembali gunakan bibirnya untuk bermain memberikan tanda merah keunguan di bagian atas badan Zoey.

"Satu hari saja, bersandiwara menjadi kekasihku dan membuat kedua orang tua gue percaya kalau gue akan menikah dengan pilihan gue" ucap Jeffrey kembali menatap Zoey untuk meminta jawabannya. Zoey mengangkat punggungnya dan bertumpu pada sikunya di sofa untuk menatap ke dalam mata Jeffrey. Raut wajah Zoey terlihat seperti sedang berpikir keras dengan tawaran Jeffrey. Dirinya berpikir mana yang lebih baik, menikah dengan Jeffrey hanya untuk status atau bersandiwara satu hari. Jelas sandiwara sudah menjadi ahlinya. Tetapi dia harus bersandiwara di depan orang tua Jeffrey yang sudah ia kenal.

"Ahh..!" Zoey membulatkan matanya sempurna ketika merasakan jari Jeffrey bermain di area sensitifnya bagian bawah.

"JEFFREY!" seru Zoey dengan keterkejutannya oleh sentuhan Jeffrey di bawah sana. Kedua tangan Zoey berpindah meremas bahu Jeffrey.

"You're thinking too much, baby" ucap Jeffrey memberi kecupan singkat pada bibir Zoey dan tangannya masih terus bermain di bawah, semakin cepat hingga desahan rintih lolos begitu saja dari mulu Zoey.

"Ahhh… Jeffhh.. Iya ahh.. guehh bantu lo.. Ahh" pening mulai terasa oleh Zoey karena kenikmatan yang diberikan oleh tangan Jeffrey saat ini. Hingga dirinya menjatuhkan punggung di atas sofa.

"Serius?" Jeffrey menghentikan gerak tangannya dan mengeluarkannya untuk memberikan jeda pada Zoey yang terlihat sedang mengatur nafasnya.

"Iya, kenapa berhenti?" Zoey bertanya menatap Jeffrey. "I'm going to use something else than hands, mine already hard" ucap Jeffrey dengan penuh sensual. Dia memajukan tubuhnya pada Zoey, merasakan deru nafas yang saling beradu begitu wajah mereka sudah dekat. Tidak lama, Jeffrey kembali mengulum bibir Zoey yang semakin hari semakin terasa manis.

Di tengah suasana panas itu terdengar dering ponsel dari atas meja tamu. Keduanya menghentikan aktivitas mereka dan menolehkan kepala pada pusat suara. Awalnya mereka tidak menghiraukan panggilan telfon tersebut tapi ini sudah yang ketiga dan Jeffrey memutuskan untuk berhenti, melihat pada layar ponsel.

"Punyamu, dari Daniel" ucap Jeffrey beranjak dari Zoey dan duduk di sofa.

"Oh.." Zoey ikut bangkit dan mengambil ponselnya. Dirinya merapihkan kaosnya yang terangkat dari ulah tangan Jeffrey, kemudian menjawab telfon dari Daniel tersebut.

"Halo?"

"Hmm, besok?" Zoey menolehkan kepalanya pada Jeffrey yang balik menatap bingung.

"Kalau besok malam—"

Jeffrey memilih untuk berdiri dan melangkahkan kaki menuju kamar mandi berada. Dia tidak perlu mendengarkan percakapan antara dua manusia yang baru saja berpacaran.

"Iya, Aku bisa besok malam. Tapi, nanti waktunya biar aku yang tentukan" ucap Zoey membalas Daniel melalui telfonnya.

"Aku lagi di rumah, ditemani netfl*x"

"Iya. Nanti kalau filmnya sudah habis aku makan siang, kamu juga jangan lupa makan ya"

"Hari ini ada jadwal ke klinik ya? Ketemu banyak Ibu hamil sama bayi dong? Dulu, aku juga punya cita-cita jadi dokter anak, alasannya karena suka anak kecil aja"

"Hahaha, aku serius, kamu hebat bisa jadi dokter kandungan karena kamu gak cuma nolong satu nyawa, ada dia atau lebih nyawa dalam satu persalinan"

"Ya, oh.. aku telfon lagi nanti" ucap Zoey melihat Jeffrey yang keluar dari kamar mandi dan melewati ruang tamu.

"Eum, see you, Daniel" Zoey mengakhiri sambungan telfonnya dan berjalan menghampiri Jeffrey.

"Mau kemana?" tanya Zoey dengan tangannya berada di pinggang Jeffrey.

"Ada panggilan buat ke kantor, besok siang gue jemput" ucap Jeffrey memindahkan Zoey ke samping untuk memberikannya jalan.

"Tapi— Jeff, kita belum—"

"Jangan telat ya, kalau lo telat nanti kencan bareng Daniel juga telat, bye" Jeffrey kembali berucap menghindari topik yang akan Zoey bawa dalam kalimatnya. Ia mengecup pipi Zoey, lalu melangkahkan kakinya keluar pintu apartemen.

"Huft.." helaan nafas panjang terdengar dari Zoey, raut kecewa terpancar jelas di wajahnya. Dirinya benar ditemani dengan film saja sekarang.