Anak Perempuan Kelas X B sedang berada di dalam ruang ganti Perempuan setelah selesai berolahraga. Para murid Perempuan melepaskan seragam olah raga mereka masing-masing.
"Ternyata kau six pack juga yah, Maria. Kau memiliki tubuh yang berotot dan tato-tato di tubuhmu sangatlah indah," puji Bozena yang memperhatikan tubuh rekannya yang begitu seksi dan indah.
"Bagi Vampir Perempuan, setiap tato memiliki makna tersendiri dan melambangkan dari keluarga mana dia berasal," jelas Maria.
"Aku kira kau selalu berpenampilan layaknya Lelaki dengan mengenakan celana boxer," Melisa lalu meremas-remas gunung kembar Maria sambil meraba pusarnya, "Ternyata kau juga mengenakan G-string yang manis," lalu Melissa menjilati leher Maria.
"Bi-bisakah kau hentikan. Aku khawatir jika ketahuan oleh pihak sekolah. Terlebih lagi Maximilian sedang menunggu diluar," pinta Maria dengan nada pelan.
Melissa lalu menghentikan tindakan senonohnya.
"Hei, Maria. Apakah kau pernah berciuman dengan Maximilian?" tanya Angella penasaran.
"Bukan urusanmu," jawab Maria dingin.
"Sebagai mantan Tentara, aku yakin kau pasti sudah banyak melakukan Lesbian Sex dengan teman Vampir ataupun para Wanita yang kau tawan," duga Helena.
"Aku hanya pernah melakukan satu kali dengan seorang Tentara Wanita Nippon ketika pertempuran Side four."
[Side four, nama salah satu koloni luar angkasa di Mobile Suit Gundam Thunderbolt.]
"Wah, ternyata kau itu gadis pendiam yang berbahaya juga," ujar Helena sedikit terkejut.
"Maria diam-diam memang menghanyutkan," ujar Fatimah.
"Lalu bagaimana dengan nasib tentara wanita itu?" tanya Melissa.
"Aku memberikannya ke rekan-rekanku sebagai harta rampasan perang. Dia diperkosa beramai-ramai selama dua puluh empat jam non-stop oleh seratus dua puluh Vampir Lelaki dan seratus lima puluh Vampir Perempuan," Maria lalu melirik tajam keenam teman perempuannya "Tidak ada hal yang baik ketika seorang Manusia Perempuan ditawan oleh para Vampir. Kau akan diperkosa baik oleh Vampir Lelaki maupun Vampir Perempuan," ucap Maria dengan nada dingin.
Keenam rekan-rekannya langsung sedikit menjaga jarak ketika Maria berkata seperti itu.
"Jangan khawatir, aku sudah tidak seperti itu lagi."
"Bagaimana jika kapan-kapan kita berbelanja pakaian nanti. Persiapan untuk Musim Dingin," ungkap Audrey pada keenam rekannya.
"Boleh juga," balas Bozena.
***
Mereka bertujuh lalu mengenakan seragam sekolah mereka masing-masing dan berjalan keluar dari ruang ganti perempuan didekat pintu keluar ruang ganti perempuan ada Maximilian yang sedang berdiri menunggu Maria.
"Kau pasti menguping pembicaraan kami kan!" cerca Bozena pada Maximilian.
"Maaf, kalian berenam bukanlah tipeku. Selain itu, aku kebetulan ingin memberikan," Maximilian lalu merogoh isi kantong celananya dan memberikannya kepada Maria. "Ibumu menitipkan kunci rumah padaku. Dia bilang sedang mengantar hasil pertanian ke Cotbuss."
"Terima kasih."
"Ayo kembali ke kelas. Guru Dieter menyuruhku untuk menjemput kalian. Kalian lama sekali kalau di ruang ganti. Sebenarnya apa yang kalian lakukan?"
[Nama Dieter dalam chapter ini terinpirasi dari nama Dieter dari Komik/Anime bergenre Horror yang berjudul Monster.]
"Tentu saja menggangbang pacarmu," kata Hellena sambil tertawa.
"Itu tidak lucu, Penjahat Cyber!" hardik Maximilian.
"Diam kau, dasar detektif supracabulnatural!" bentak Helena.
"Tidak perlu ribut!" tegas Maria.
Maximilian lalu membuka pintu kelas, dan mereka berdelapan memasuki kelas mereka. Guru Dieter yang sedang menjelaskan pelajaran lalu menatap mereka berdelapan, "Untuk Maximilian silahkan duduk dan untuk kalian anak-anak Perempuan."
Maximilian lalu berjalan menuju kursinya dan lalu duduk. Dieter lalu menampar pundak ketujuh murid perempuannya dengan koran yang dia gulung.
"Kalian itu kalau di ruang ganti lama sekali! Kalian pikir kalian itu model apa, hah! Berdiri diluar hingga pelajaranku berakhir."
Setelah pundak mereka ditampar oleh Dieter mereka bertujuh lalu berdiri di luar kelas.
"Jangan menyimpan dendam jika habis dihukum oleh Guru. Santai saja, anggap saja kenang-kenangan di masa sekolah. Lagian Guru Dieter juga tidak pernah menampar wajah anak-anak perempuan," ucap Audrey santai.
"Ini pertama kalinya aku melihat Guru Dieter semarah itu," ungkap Maria.
"Yah, lagian kita juga salah sih. Lama-lama di ruang ganti," ucap Helena santai sambil bermain HP.
"Bagaimana jika kita Wefie berbarengan. Untuk kenang-kenangan di masa depan bahwa kita pernah nakal," ucap Bozena mengeluarkan kamera digital dari dalam tas kecilnya.
Walaupun mereka bertujuh sedang dihukum, mereka tidak bersedih ataupun menyesal. Justru mereka menjadikan momen hukuman tersebut sebagai momen indah yang akan dikenang di masa yang akan datang.
Mereka bertujuh melakukan Wefie dengan posenya yang sangat narsis. Meskipun mereka hidup di sebuah Negara berhaluan kiri, tapi itu bukanlah halangan bagi mereka untuk bernarsis ria layaknya orang-orang yang hidup di Negara-negara berhaluan Liberal-Kapitalis.
***
Di sore hari yang indah setelah selesai mengajar. Dengan mengedarai Motor BMW jadul, Michael Dieter melewati jalanan yang berbelok-belok untuk menemui keluarganya di pedesaan di timur Berlin di dekat desa Der Lipka.
Matahari sore yang indah dengan anginnya yang sejuk mengingatkan akan hobinya di masa muda yang suka berpetualang mengendarai Motor. Dia lalu memasuki sebuah jalan kecil menuju ke sebuah Peternakan. Dia lalu memarkirkan motornya di dekat rumah dekat peternakan tersebut.
Dia lalu berjalan menuju ke kedua orang tuanya yang sedang bersantai, "Aku pulang." Lalu Dieter memeluk kedua orang tuanya.
"Oh, anakku. Bagaimana kabarmu?" tanya Ibunya.
"Aku baik-baik saja," jawabnya.
"Bagaimana dengan sekolahnya, apakah ada masalah?" tanya Ayahnya.
"Yah, aku barusan saja menghukum ketujuh murid perempuanku karena mereka telat masuk ke kelas."
"Pasti kau kesulitan menghadapi anak-anak yang begitu."
"Tidak, aku hanya menampar pundak mereka dengan koran dan menyuruh mereka berdiri di luar kelas. Selain itu juga aku sudah memberikan penjelasan secara halus kepada mereka, bahwa aku menghukum mereka bukan karena benci. Lagian aku juga sudah minta maaf kepada mereka atas hukumanku," jelasnya.
"Baguslah kalau begitu."
"Ayo masuklah ke dalam," ajak Ibunya kepada dia dan ayahnya untuk memasuki rumahnya.
Mereka bertiga memasuki rumahnya yang begitu sederhana tersebut.
"Kau pasti sangatlah sibuk," ungkap Ibunya.
"Yah, ini adalah tugasku sebagai Guru untuk mendidik anak-anak Jerman menjadi sebaik-baiknya anak dan aku bangga dan bersyukur atas hal ini," ungkap Dieter dengan penuh kebanggaan.
Mereka duduk di meja makan yang terletak di ruang tengah. Berbagai macam makanan tersaji di meja makan kecil tersebut. Mereka bertiga lalu memanjatkan do'a sebelum makan. Baru saja mereka memegang pisau dan garpu, mereka merasakan sebuah gerakan dari bawah tanah.
"Apakah ini gempa?"
"Aku tak tahu."
"Tetap tenang."
Mereka bertiga segera meninggalkan ruang makan menuju ke sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Dari dalam jendela di lantai dua mereka melihat sebuah lubang besar serta garis tanah yang rusak di dekat peternakan mereka. Sapi-sapi mereka panik berlarian.
"Sapi-sapiku!" Ayahnya lalu berlari menuju ke pintu. Tetapi Dieter menahan tubuh ayahnya dengan memeluknya.
"Jangan ke bawah, Ayah. Kita harus mengamati keadaan!" tegas Dieter yang takut akan kehilangan ayahnya.
"Jika ini serangan Demon. Kenapa tidak ada bunyi sirine peringatan. Harusnya sirine itu berbunyi dengan keras," gumam Dieter yang masih berpikir dengan peristiwa yang tengah mereka alami.
"Bagaimana dengan Hitler?" taya Dieter pada Ibunya'
"Aku tidak mendengar suara gonggongan anjing."
"Mungkinkah, Hitler."
Dari retakan tanah, Dieter melihat sesuatu seperti tentakel gurita. Dia memperhatikan dengan seksama sesuatu dari dalam retakan tanah. Kemudian mereka bertiga merasakan bahwa goncangan semakin besar dan mengarah ke arah rumah mereka.
Shudde M'ell, muncul dari dalam tanah tepat di pingir kamar lantai dua rumah orang tua Dieter. Seekor cacing tanpa mulut dengan puluhan tentakel seperti gurita di kepalanya. Ibunya Dieter yang melihatnya langsung berteriak ketakutan.
[Shudde M'ell, monster cacing berkepala tentakel gurita dalam Cthulhu Mythology Karya H. P. Lovecraft. Monster ini adalah kreatornya adalah Brian Lumley yang muncul di cerita berjudul Cement Surroundings.]
Setelah berteriak dengan kerasnya, dia lalu terjatuh pingsan.
Dalam keadaan yang putus asa Dieter dan Ayahnya memasang ekspresi ketakutan ketika melihat monster itu telah berada di depannya dan kini monster tersebut mencoba membuka jendela kamar lantai dua rumah orang tua Dieter.
Dari jarak jauh sebuah peluru dengan cepat menembus kepala dari Shudde M'ell. Shudde M'ell yang semula tengah berhadapan dengan Dieter dan kedua orang tuanya langsung berbalik ke arah barat, arah dari beberapa peluru yang menembus wujud busuknya. Ketika Shudde M'ell menghadap ke arah barat, beberapa peluru segera menghujani Monster cacing berkepala tentakel gurita tersebut.
Shudde M'ell segera pergi meninggalkan rumah tersebut dan segera bergerak menuju ke arah sebuah menara gereja dimana Maria sedang berdiri sambil menenteng Blaser R93 Tactical.
Melihat Shudde M'ell yang pergi, Dieter segera berjalan dengan perlahan ke arah jendela. Dari jendela, Dieter mengamati seorang gadis yang sedang menenteng Blaser R93 Tactical sambil menembaki tanah jalur dimana Shudde M'ell sedang bergerak menuju ke arahnya.
Dieter lalu berlari ke Ayahnya dan memeluknya, "Syukurlah, ada seorang Knight tipe Sniper yang datang menolong kita, Ayah," ucap Dieter penuh bahagia.
"Oh, syukurlah kalau begitu, anakku."
Maria terus menembaki Shudde M'ell, hingga ketika Shudde M'ell telah berada di bawahnya. Cacing tersebut langsung menampakkan wujud seramnya. Tentakel-tentakelnya langsung menyerang Maria untuk segera menangkap lalu memakannya.
Maria lalu memotong-motong setiap tentakel dari makhluk jahanam tersebut.
Shudde M'ell lalu bergerak untuk melilit menara gereja, tetapi Maria langsung melompat ke bawah sambil menembaki monster tersebut dengan SIG220-Morges. Shudde M'ell melilit menara gereja hingga hancur dan makhluk terkutuk tersebut segera mengejar Maria.
Maria memasukkan kembali SIG220-Morges ke dalam sarungnya. Kini Maria mengambil Katananya dan memasang kuda-kuda Seigan no Kamae. Tentakel-tentakel Shudde M'ell langsung menerjang Maria. Dia menebasnya dan memotong setiap tentakel dari monster terkutuk tersebut.
Monster itu lalu segera kembali masuk ke dalam tanah.
"Sial, dia gesit juga."
Dengan cepat mosnter tersebut menembus tanah dan bersiap untuk muncul di bawah Maria. Tetapi, Maria segera melompat jauh dan menembakkan chakra es dari jari telunjuk tangan kanannya. Chakra es mengenai monster tersebut, tetapi itu tidak membekukannya.
Maria lalu mengambil granat dan melemparkannya ke arah monster tersebut, tetapi Shudde M'ell menangkap granat dengan tentakelnya tersebut dan melemparkannya ke angkasa hingga granat tersebut meldak di angkasa.
"Kau cerdas juga yah, Makhluk sialan."
Monster tersebut lalu segera bergerak menuju ke dalam tanah. Maria lalu berlari menuju ke sebuah batu di sekitar tanah rerumputan di utara desa tersebut. Shudde M'ell bergerak menuju ke arah Maria. Maria lalu menempelkan beberapa lempengan bom C4 di batu tersebut.
Shudde M'ell bergerak dengan sangat cepat hingga akhirnya monster tersebut muncul di dekat batu tersebut dan bersiap untuk memakan Maria. Kini Maria sudah memasrakan dirinya untuk dililit oleh mosnter cacing berkepala tentakel gurita tersebut.
Shudde M'ell melilit Maria dan membawanya menuju ke organ mulutnya yang dipenuhi dengan gigi-gigi tajam. Melihat adanya kesempatan, Maria segera memotong-motong tentakel Shudde M'ell dengan tangannya yang dilapisi oleh elemen angin yang sangat kuat sehingga mampu memotong apa yang ada disekitarnya.
Maria lalu melemparkan sebuah daging yang didalamnya ditanam bom C4. Maria tiba-tiba menghilang dan muncul di atas sebuah tiang listrik. Daging berisi bom tersebut masuk ke dalam tubuh Shudde M'ell dan akhirnya meledak dengan dahsyat.
Ledakan besar tersebut behasil menghancurkan Shudde M'ell hingga demon tersebut hilang bagaikan debu yang ditiup oleh angin.
Mendengar adanya ledakan besar, Dieter segera keluar dari jendela kamar lantai dua dan melambaikan tangannya.
"Terima kasih telah datang dan menolong kami, Maria," teriak Dieter dari kejauhan.
Maria lalu membungkukkan badannya dan berjalan meninggalkan Dieter bersama kedua orang tuanya yang masih bersembunyi di dalam.
***
Langit mulai menggelap dan ancaman dari Shudde M'ell berhasil Maria selesaikan dalam waktu singkat. Saat ini, Dieter sedang memberes-beres rumahnya.
"Meskipun kau agak bandel, tetapi sikap Ksatrimu itu sangat aku kagumi. Aku bangga dan bersyukur memiliki murid yang hebat sepertimu."