Tadi malam dia tidur setelah bekerja menyiapkan bisnis barunya.
Ketika dia membuka mata, dia menemukan dirinya berada di situasi familiar seperti 6 tahun lalu. Namun kali ini pemandangan yang dia lihat jauh berbeda dari pemandangan kamar Vian.
Ruangan mewah, dan kasur empuk se empuk kasur lamanya. Namun kali ini ranjangnya memiliki langit-langit dan tiang penyangga, serta ada kain tipis menutupi dirinya dari luar ranjang.
"Apa ini?"
Tiran bersuara dan menyadari suaranya yang berbeda. Dia sudah hampir lupa bagaimana suara aslinya tapi dia yakin itu bukan suaranya. Dan bukan suara Vian juga.
Dia meneliti tangan, tekstur wajah, dan pakaiannya. Itu bukan tubuhnya, dan bukan tubuh Vian.
"..."
Firasatnya tidak enak.
Tiran langsung menyibak kain tebal berwarna merah marun yang menutupi kakinya, menyingkirkan kain tipis yang mengelilingi ranjang, dan membawa langkahnya menuju cermin di pandangannya. Seraya berjalan dia sudah bisa melihat penampilannya dari kaca di depan sana.
Laki-laki dengan pakaian panjang seperti pakaian perempuan berwarna putih, rambut biru-tunggu, biru??-dan fisik seperti remaja berumur 18 tahunan-seperti teman-teman Vian-terlihat berjalan ke arahnya dari pantulan kaca.
"Unbelieveble."
Tiran tercengang melihat penampilannya di depan cermin.
"A- Aku merasuki tubuh orang lain lagi?"
Tiran mencubit lengan kirinya.
"Kali ini aku di mana?
Dia berpikir.
Kenapa aku? Apa aku akan terus mengalami diriku berada di tubuh orang lain setiap periode tertentu?
Tiran mengutuk.
Aku menjadi Vian selama 7 tahun, belajar di SMA memuakkan itu, kuliah dari awal, membangun usahaku dari awal, dan sekarang aku membuat semua usahaku sebelumnya sia-sia????
Tiran tidak percaya ini.
"Mimpi? Tidak. Ini terlalu nyata. Sama seperti waktu itu, tapi, I can't believe it. Fuck!"
Dia berkacak pinggang. Mengamati tubuh yang dia tempati dan pemandangan ruangan tempatnya berada dari pantulan cermin.
Dia melihat keberadaan jendela besar yang tertutup gorden yang besar juga dari cermin di depannya dan mulai berbalik menghampiri jendela besar itu.
Dia menyibak gordennya sedikit dan melihat pemandangan di luar sana.
"I- Ini.."
Tiran tercengang. Matanya melotot. Mulutnya terbuka.
Dia menutup mulutnya dengan satu tangan. Terlalu syok.
Hal yang dia lihat adalah pemandangan sebuah daratan dengan sungai besar, rumput hijau, serta pepohonan. Ruangan dirinya berada seolah berada di sebuah bangunan tinggi di atas sebuah tebing. Di depan sana ada daratan tinggi lain dan di atasnya terdapat barisan kumpulan bangunan kecil dengan bentuk dan desain serta tatanan yang tidak sepantasnya ada di Indonesia.
Tidak, segala hal ini, Tiran yakin dirinya sekarang tidak berada di Indonesia. Di luar negeri? Mungkin Norwegia? Kanada?
Penampilan tubuhnya juga bukanlah penampilan orang Indonesia. Sama sekali tidak.
Warna rambutnya juga terlalu aneh. Biru muda? Pupilnya juga berwarna biru namun lebih tua.
Tiran terdiam memandangi pemandangan di luar jendela, serta menyadari pantulan samar penampilanya dari kaca jendela yang dibayangi gorden di tangan kanannya.
Cklek.
Ketika Tiran berbalik, pintu terbuka dan seorang anak laki-laki seumuran orang yang tubuhnya dia tempati masuk.
"Tuan muda. Anda sudah merasa lebih baik?"
Anak itu berujar padanya dari tempatnya berdiri. Dia memiliki senyum tapi Tiran merasakan titik sedih dari senyum ramah itu.
Tiran terdiam merasakan tubuh yang dia tempati. Dia tidak merasa ada yang aneh. Kecuali sensasi berada di tubuh yang berbeda.
Hm?
Dia melihat kedua pergelangan tangannya yang tampak pucat dan kurus. Ada perban terlilit di kedua pergelangan tangan itu.
Pemilik tubuh ini terluka?
"Tuan muda?"
Suara orang di sana kembali terdengar dan Tiran langsung mengangkat wajahnya. Orang itu memandanginya cemas. Tiran akhirnya menggeleng.
"Aku tidak apa-apa."
Tanpa Tiran sangka, orang itu tiba-tiba terlihat kaku dan memiliki ekspresi wajah tidak percaya.
"T- Tuan muda.."
Tiran mengerutkan kening.
Apa? Apa yang salah?
Dan Tiran masih bingung kenapa dirinya dipanggil tuan muda.
Apa-apaan itu? Seperti di film saja.
Orang yang memakai pakaian formal itu akhirnya berjalan ke arah Tiran. Tiran merasa gugup tapi berhasil menenangkan diri dan menetapkan ekspresinya. Dia sudah hidup selama 31 tahun. Dia tidak mungkin membiarkan dirinya gugup ketika dihampiri oleh seseorang yang jelas-jelas jauh lebih muda darinya.
Orang itu tiba di depannya dan Tiran bisa melihat kalau orang itu sedikit lebih tinggi darinya. Dia kemudian melihat dua insignia logam terpasang di pakaian anak di depannya. Yang satu berupa simbol yang tidak berhasil Tiran tangkap bentuknya, sedangkan yang satunya seperti badge nama.
Rion.
Orang di depannya tiba-tiba berlutut dengan satu lutut menyentuh lantai.
"Wh-"
Tiran hampir mengutuk tapi berhasil menutup mulutnya dan sebagai gantinya malanjutkan kutukannya di dalam hati.
Karena terkejut tanpa sadar dia melangkahkan satu kakinya ke belakang.
"Tuan muda?"
Anak yang berlutut itu langsung mendongak. Kaget dengan pergerakan tiba-tiba Tiran.
Tiran memasang wajah masam.
Raut wajah anak di depannya berubah sedih.
"Maafkan saya, tuan muda. Saya terlalu senang dengan Anda yang akhirnya bicara pada saya dan tidak bisa menahan diri untuk tidak berlutut seperti ini."
Dia menunduk, sedangkan Tiran semakin mengerutkan keningnya.
Situasi apa ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Siapa anak ini?
"Namamu Rion?"
Anak itu kembali mendongak. Matanya terbuka dan begitupun mulutnya.
"Ya, tuan muda. Terimakasih sudah menyebut nama pelayan ini untuk pertama kalinya. Saya pasti akan selalu melayani Anda."
Rion kembali menunduk. Tapi senyum tulus menyinari wajahnya.
Tiran menggerutu di dalam hati. Dia hampir ingin marah dengan situasi yang tengah terjadi. Jauh lebih membingungkan daripada ketika dia menjadi Vian.
Tuan muda? Anak yang bernama Rion ini juga bersikap begitu aneh.
Dia bilang dia akan melayani Tiran? Bahkan pembantunya dulu tidak pernah bersikap sebegini hormat dan patuh terhadapnya. Gaya bicara Rion juga begitu formal dan kaku. Tiran menggigit bibirnya.
Seorang pelayan yang melayani tuannya.
Seperti di film?
Apa? Aku ada di film? Aku sedang mendiami tubuh seseorang yang sedang berakting? Di mana kameranya? Pemandangan tadi, gambar? Green screen?
"Shit."
"Tuan muda?"
Rion mendongak ke arahnya. Tiran bertanya-tanya apakah anak yang bernama Rion itu akan terus mendongak dan menunduk seperti robot rusak.
Tiran akhirnya membuka mulutnya. "Bangunlah."
"Saya mengerti."
Tiran memandangi rupa anak di depannya. Tidak setinggi Kenzo, maupun teman-teman Vian-teman-temannya-tapi sepertinya tubuh yang Tiran diami selalu tubuh anak laki-laki yang tidak memiliki gen tinggi dan selalu lebih pendek dibandingkan anak-anak seusia mereka yang lain.
"Rion. Berapa umurmu?"
"Ya?"
Tiran melipat kedua tangannya di depan dada. Mendongak menatap Rion tepat di mata. Tidak repot-repot menyembunyikan kerutan keningnya. "Umurmu."
"Ah. Umurku 17. Yang mulia meminta kepala pelayan untuk mencarikan pelayan yang seumuran dengan tuan muda. Saya kemudian terpilih untuk menjadi pelayan Anda."
Rion meletakkan satu tangannya di depan dada. Memasang senyum hangat. Sedangkan Tiran merasakan firasat buruk serta sensasi dingin menusuk menyerang dadanya sejak kalimat pertama terlontar.
".......Yang mulia?"
"Ya. Itulah yang kepala pelayan katakan satu tahun lalu. Yang mulia raja berharap untuk berbincang dengan Anda di waktu kosongnya, tuan muda."
"..."
Rion tersenyum tipis sebelum ekspresinya berubah menjadi bingung dan cemas. Sedangkan Tiran bisa melihat keadaan wajahnya dari pantulan mata Rion.
R- Raja?
Aku salah dengar?
"Aku ada di mana?"
Rion memiliki ekspresi bingung. "..Di istana?"
Istana? Istana apa? Tiran membatin dengan kegelisahan membabat habis dirinya. "Di peta, di peta tempat ini bernama apa?"
"P- Peta?" Rion terdiam. "Kita di kerajaan Esfand, tuan muda. Sisi selatan benua Hreft. Tuan muda, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya cemas. Dia bingung dengan keanehan Tiran dan menjadi khawatir dengan tuan mudanya.
Tiran menghadapkan tubuhnya ke samping. Tangan satunya menopang sikut tangan yang dia gunakan untuk menutupi mulutnya.
Esfand? Benua Hreft? Apa aku ada di wilayah yang tidak ada di peta?
Tiran memiliki ide.
"Rion. Kau bilang kau akan melayaniku?"
"Ya? Ya, tuan muda. Saya pasti akan berusaha sebaik mungkin untuk melayani Anda."
Tiran menenangkan dirinya.
"Berikan aku peta. Aku mau melihat peta dunia."
"...Peta dunia? Maksud Anda peta Majer?"
Tiran mengerutkan kening.
"Majer?"
Kenapa jadi Majer?
Tiran merilekskan wajahnya.
Terserah.
"Ya, ya. Cepatlah."
"Saya mengerti. Saya harus ke perpustakaan terlebih dahulu tapi saya akan segera kembali."
Rion menunduk dan meninggalkan Tiran sendirian di ruangan besar yang Tiran anggap sebagai kamar tidur itu.
"Sial. Aku di mana?"
Tiran menggerakkan tubuhnya mengobservasi ruangan.
Hampir satu jam berlalu dan akhirnya Rion kembali dengan gulungan yang Tiran pikir hanya akan dia lihat di film bertema bajak laut yang pernah dia tonton.
"Kenapa lama sekali? Kau makan dulu?" tanyanya menggerutu.
Rion tampak mengatur nafasnya sebelum menjawab.
"Maafkan saya, tuan muda. Saya gagal sebagai pelayan. Saya tidak akan makan selama sepekan sebagai hukuman."
Tiran mengernyit.
"Apa? Apa-apaan. Kau mau mati?"
Dia hanya asal bicara, dan anak bernama Rion itu meminta maaf. Tiran melihat butir keringat di dahi Rion dan jadi merasa tidak nyaman.
Kenapa dia bicara begitu?
Rion memiliki eskpresi aneh. Seolah bingung kenapa Tiran berpikir dirinya ingin mati.
"Lupakan. Berikan petanya." titah Tiran.
Tiran sedang duduk bersandar di tempat tidur yang tirainya sudah dia ikat ke tiang ranjang. Dia menemukan sebuah buku dengan tulisan familiar. Tulisannya menggunakan alfabet dan bahasa Indonesia. Tapi tempatnya berada sekarang bukan Indonesia? Betapa anehnya.
Rion menghampirinya dan menyerahkan gulungan yang dia bawa dengan kedua tangannya. Tiran langsung mengambilnya tanpa repot-repot mengucapkan terimakasih dengan buku yang barusan dia baca masih tergeletak terbuka di pahanya.
"Ha."
Tiran rasanya ingin menolak untuk percaya. Gambar di peta yang dia buka dengan kedua tangannya menampilkan Tiga benua. Benua di kirilah yang menarik perhatian utamanya. Ada tulisan bercetak tebal dengan huruf yang bisa Tiran kenali dengan sangat jelas.
Hreft.
Dan di bawahnya, di salah satu area gambar benua itu ada tulisan Esfand. Selain Esfand ada Flind, dan Orlond.
Aku... Aku masih ada di bumi, kan?
Tiran tertawa kecut sembari menutupi wajahnya dengan satu telapak tangan.
"Tuan muda?"
Tiran masih memiliki senyum di wajahnya tapi mengucapkan apa yang ada di pikirannya. "Rion. Tadi kau bertanya apa aku baik-baik saja."
Aku tidak baik-baik saja, sialan.
"Maksudmu perban di tanganku ini?" Tiran melepaskan tangannya dari wajah dan kembali mengamati lilitan perban itu.
"Ya, tuan muda." jawab Rion. Tiran mendengar nada sedih dari jawaban itu.
"Kau tau kenapa tanganku diperban?"
Rion mengangguk. "Tuan muda, melukai diri sendiri lagi.."
Tiran terdiam tidak memalingkan wajahnya dari pergelangan tangan yang bukan miliknya itu. Rion memandangi tuan mudanya.
"Tuan muda. Jika Anda harus menggunakan belati, Anda bisa gunakan saya. Jangan lukai diri Anda lagi. Lebih baik jika pelayan ini yang terluka."
Tiran tercengang. "Kau sebegitu lelah hidup?"
"Maaf?" Rion memiliki wajah bodoh.
Tiran menghela nafas.
Cukup.
Mari lakukan lagi.
Hidup sebagai orang lain seperti ketika dirinya hidup sebagai Vian. Tiran akan melakukannya meski dengan hati berat.
Pada akhirnya aku tidak bisa bertemu mereka lagi..
Tiran terdiam. Merasakan hatinya memberat.
"Tuan muda?"
Sang tuan muda memejamkan mata sebelum kembali membukanya dan memasang eskpresi keras. "Rion. Siapa namaku?"
"Nama tuan muda? Seth Ansell."
Tiran menghayati dua kalimat itu. Mengabaikan ekspresi bingung Rion.
Seth Ansell.
Apa aku terlahir untuk memainkan banyak peran?
Mari anggap di kehidupan pertama dia hidup sebagai Tiran Naruna. Kehidupan kedua Vian Graha. Sekarang, kehidupan ketiga, Seth Ansell?
Apa dia akan terbangun sebagai orang lain lagi suatu hari nanti? Mungkin sebagai alien? Makhluk mitos? Hewan?
Tiran tertawa miris di dalam hatinya.
Dia, Seth Ansell, menyingkirkan peta dan buku dari tubuhnya dan bangkit berdiri dari tempat tidur.
"Tuan muda?"
"Berikan aku pakaian. Aku tidak mau menggunakan pakaian jelek ini untuk jalan-jalan."
Ekspresi Rion berubah. "Tuan muda, Anda akan keluar?"
"Jangan banyak bertanya. Cepatlah."
Rion terkesiap sebelum menenangkan dirinya. "S, Saya mengerti. Apa tuan muda juga ingin mandi?"
Tiran diam sebentar sebelum mengiyakan. "Ya."
Rion pergi ke kamar mandi di sisi ruangan, sebelum keluar menghampiri sisi ruangan lain dan keluar dari balik dinding meletakkan pakaian di atas meja dengan cermin. Anak itu kembali menghampiri Tiran yang duduk di salah satu sisi jendela yang memiliki tempat duduk. Tiran bersandar pada dinding batu memandangi pemandangan di luar sana sekali lagi.
"Tuan muda. Anda bisa mandi sekarang."
Tiran tidak repot-repot menjawab dan langsung berjalan mendahului Rion ke ruangan berpintu yang tadi dimasuki anak muda itu. Dia langsung menutup pintunya setelah masuk. Begitu dia keluar dengan jubah handuk, Rion dengan sigap membantunya berpakaian dan menyisir rambutnya hingga Tiran, Seth, merasa lebih percaya diri dengan penampilannya.
04/06/2022
Measly033