webnovel

Chapter 6 - Senyum Kecil (3)

Alister meletakkan sebuah kayu halus mengkilap berongga di atas paha Valias. Meletakkan piring berhidangkan daging dan sayuran seperti yang Valias lihat kemarin beserta pisau dan garpu.

Tidak ingin membiarkan dirinya berlama-lama satu ruangan dengan pelayan tua arogan itu Valias mulai melahap suap persuap makanan yang disajikan untuknya.

"Apakah kau tau Raja orang seperti apa?"

Valias memutuskan untuk mengajak Alister bicara setelah dia selesai makan. "Raja Chalis memiliki dua putra dan satu putri. Saya mengusulkan agar tuan muda mengikuti gerak gerik tuan muda Danial jika tuan muda merasa gugup tentang undangan itu."

Valias baru setahun bergabung dengan keluarga bangsawan. Dan ketidaksukaannya kepada bangsawan membuatnya kekurangan pengetahuan dan pengalaman dalam menghadiri acara formal seperti itu.

Alister mencoba mengamati ekspresi tuan muda tertua keluarga bangsawan yang dia layani. Anak laki-laki berumur 18 tahun itu tidak terlihat gugup sama sekali. Wajah datarnya tidak menunjukkan perubahan. "Tidak perlu mencemaskanku. Aku akan bersikap mengikuti alur di sana."

Oh?

Alister tidak menduga jawaban main-main seperti itu. Alister tidak tahu hal apa yang akan menanti tuan muda di hadapannya, tapi Alister menantikan pertunjukan baru yang akan tuan mudanya tunjukkan padanya.

Bahkan jika tikus pendiam ini menimbulkan masalah, aku hanya akan menonton semuanya seperti biasa.

Valias merasakan tengkuknya merinding.

Aku merasa merinding tiba-tiba.

"Kalau begitu saya akan kembali besok pagi. Semoga tuan muda bisa beristirahat dengan baik."

"Hm."

Alister memamerkan senyum dan pergi. Valias benar-benar tidak tertarik dengan pergerakan orang tua itu. Sebelum dia tersadar, ruangan sudah menjadi lebih gelap dari sebelumnya dan pintu tertutup sepenuhnya.

***

Keesokan harinya Alister kembali dan mengurusi urusan pagi Valias. Valias sempat terpikirkan untuk melakukan segalanya sendiri—kecuali menyiapkan air mandi—tapi Alister hanya memamerkan senyum palsunya dan Valias mulai menyerah dengan pemikiran itu.

Mendapat bantuan juga tidak buruk.

Yang sebenarnya konyol karena, daripada bantuan, yang lebih tepat adalah dilayani. Dan Valias tidak tahu bahwa dia bisa menyuruh Alister berbagai pekerjaan yang mungkin tidak terpikirkan di benaknya dan Alister akan melakukan semuanya dengan sepenuh hati.

Valias kembali ke ruang baca. Melakukan apa yang dia lakukan kemarin. Kali ini bersama Alister.

Alister tidak meninggalkan sisinya sejak tadi pagi. Bahkan ketika Valias bilang bahwa Ia ingin sendiri pun, Alister akan memamerkan senyum seolah senyum itu adalah satu-satunya hal yang bisa dia banggakan, dan mengabaikan semua perkataan Valias.

"Boleh saya bertanya, apa yang tuan muda ingin cari tahu?"

Valias tidak menduga Alister akan menanyakan itu. Sebenarnya Valias pikir Alister tidak akan peduli dengan apapun yang dia lakukan.

Tapi dia melihatku mengintip buku-buku tapi tidak membacanya. Mungkin dia jadi penasaran.

"Kalau aku jawab, kau akan membantuku?"

"Saya pikir itu sudah menjadi tugas saya, tuan muda."

"Ha." Valias tidak berhenti melakukan urusannya sembari membalas setiap ucapan Alister.

"Aku pikir aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda."

"Apakah ada seseorang yang tuan muda ingin singkirkan?"

Ha?

Kali ini Valias merasa dirinya harus melihat pelayan tua itu.

Singkirkan? Pemilihan kata yang aneh.

"Apa yang kau bicarakan?"

"Kami keluarga Murim ahli dalam hal seperti itu."

....Seperti itu apa?

Valias terlalu bingung dengan arah pembicaraan itu dan memilih untuk mengabaikan apapun yang mungkin dimaksud oleh pelayan itu. Mencoba meluruskan. "Aku merasa aku kurang tahu tentang wilayah lain di luar sana. Aku hanya ingin tahu lebih banyak."

"Apakah ini karena tuan muda khawatir tentang undangan itu?"

"Apa? Tidak."

Kenapa Valias harus khawatir?

Yah, jika seluruh skenario tentang latar belakang Valias dan keluarga Bardev ini sesuai dengan tebakanku.

Diam-diam Valias mengagumi imajinasi dan observasinya.

Tapi mungkin itu memang bukan hal yang sulit.

Valias pikir, dengan semua alur dan tingkah orang-orang terhadapnya, seharusnya tebakan tentang semua orang dan Valias asli tidak salah.

"Apa kau tahu tentang elf?"

"Saya tidak pernah melihat mereka secara langsung. Tapi buku dan orang-orang mengatakan bahwa mereka benar-benar ada."

"Menurutmu semua orang berpikiran seperti itu?"

"Iya, tuan muda."

Valias berpikir. Jika orang-orang berpikir elf itu ada karena buku dan ucapan orang-orang, berarti mereka memang ada. Tapi mereka menyembunyikan keberadaan mereka dan hanya seporsi kecil orang yang pernah menemukan buktinya langsung.

Tapi buku yang sempat kubaca sedikit di kamar Valias itu, penulisnya menulis bahwa dia benar-benar menemukan bangkai telinga runcing.

Valias kurang lebih percaya dengan pengakuan siapapun penulis buku itu.

Berbeda dengan buku-buku yang ada di sini, jika kuingat-ingat lagi, buku yang ada di kamar Valias itu tidak memiliki kata pengantar seperti buku pada umumnya. Mungkin lebih seperti buku catatan pribadi. "Alister, menurutmu kau bisa menjawab semua pertanyaanku?"

"Saya akan mencoba, tuan muda. Bagaimanapun Alister ini belum membaca buku sebanyak tuan muda dan mungkin pengetahuan saya tidak sesuai ekspektasi Anda."

Valias tersenyum kecut tanpa sadar.

Bersikap rendah hati dengan senyum itu? Kau pikir aku tidak tahu kalau kau sedang mempermainkanku?

Valias curiga bahwa pelayan Valias ini adalah seorang penipu.

Tapi setidaknya, dengan ucapannya aku tau kalau Valias yang asli memiliki keakraban dengan buku.

Lihatlah buku-buku dan hamparan kertas di ruangan itu.

Valias berpikir bahwa Valias yang asli adalah seorang pembaca dan penulis. "Ada makhluk apa saja selain manusia?"

"Apakah tuan muda ini ingin memamerkan pengetahuan menakjubkannya?"

Valias benar-benar mengabaikan Alister sepenuhnya. Dia tidak mau berhenti mengintip buku-buku itu mengetahui bahwa Alister pasti masih memasang senyum palsunya.

Sekarang sebenarnya siapa yang mempermainkan siapa?

Valias benar-benar tidak bisa menebak apakah pelayan tua itu hanya bermain-main dengannya atau dia benar-benar tidak tahu. "Jawab saja."

"Saya belum pernah melihat langsung, begitupun dengan sebagian besar penulis buku-buku itu. Tidak ada bukti pasti. Bukti yang di terterakan penulis juga tidak bisa dibuktikan. Tapi setahu saya selain elf ada suku kurcaci, manusia ikan, dan manusia serigala."

"Selain mereka?"

"Seharusnya tidak ada, tuan muda. Atau mungkin tuan muda tau lebih banyak dan bersedia memberi tahu pelayan ini pengetahuannya?"

Sang tuan muda diam-diam memasang wajah masam.

Valias juga tidak tahu apa-apa. Tapi setidaknya pengetahuan-pengetahuan fiksi dari sebelum dia menjadi Valias membuatnya bisa menyebutkan lebih banyak makhluk fiksi dari yang Alister tahu.

Walaupun aku belum yakin kalau mereka benar-benar ada di sini.

Valias pikir, mungkin sebagian ada, dan sebagian tidak.

"Apakah kau pernah mendengar tentang hutan Kristal dan hutan tengkorak?"

Aku juga bisa mencari tahu apakah buku-buku yang ada di kamar Valias itu juga pernah dibaca orang atau tidak.

Tapi Valias tidak mendengar jawaban Alister.

Ketika Valias menoleh, Alister sedang mengamatinya. Kali ini senyum palsunya sudah tiada. Digantikan denngan wajah datar. "Apakah dua hutan itu benar-benar ada?"

Valias memutuskan untuk menggunakan kata-kata yang digunakan Alister. "Aku menemukannya di salah satu buku yang kubaca. Apakah kau berpikiran untuk mendatangi hutan Kristal untuk menjual krisalnya?" Valias menggoda.

"Apakah Kristal yang dibilang itu memiliki nilai jual?"

Alis Valias sedikit terangkat. Apa? Di sini tidak ada Kristal?

Valias terheran.

Lalu orang tua ini kenapa tadi diam.

"Daripada hutan Kristal dan namanya belum pernah saya dengar, saya lebih tertarik dengan hutan tengkorak yang tuan muda sebutkan tadi."

Barulah senyum ramah Alister kembali.

"....."

Valias tidak bisa menebak seaneh apa selera dan pola pikir orang tua itu.

04/06/2022

Measly033