Leo terbangun dikala merasakan ada pergerakan disampingnya. Matanya menangkap sosok Alexa yang sedang memakai kembali seluruh pakaiannya. Sontak mata Leo beralih pada jam digital yang ada di nakas dekat ranjangnya.
"Baru pukul delapan dan kau sudah sangat rapi Alexa. Kau mau kemana?" Leo tidak mendapatkan jawaban dari Alexa yang terus merapikan pakaiannya.
Ada apa dengan Alexa? Tidak biasanya Alexa seperti ini. Biasanya Alexa akan betah tidur sampai siang datang dan akan bergelayut manja dilengannya, tapi sekarang Alexa buru-buru pergi meninggalkannya.
Leo paling tidak suka diabaikan.
"Kau diam saja terus dan sekalian saja jangan berbicara jika bertemu denganku!" Ucap Leo sebelum akhirnya masuk dan membanting pintu kamar mandi dengan keras.
Leo membersihkan dirinya dibawah guyuran air hangat. Leo tidak pernah terbiasa berendam di dalam bath up. Menurutnya itu terlalu lama menghabiskan waktu sibuknya.
Saat tangannya tanpa sengaja menyentuh rambutnya, Leo menyadari perban yang membungkus tangannya kini sudah tidak berbentuk lagi. Seutas senyum simpul muncul menghiasi wajah tampannya.
Mata Leo kembali menangkap sosok Alexa yang masih terduduk di tepi ranjang, ketika Leo selesai dengan aktivitas mandinya. Leo tidak memedulikan wanita itu, beranjak memakai pakaiannya semalam.
"Kau menyebut wanita lain semalam. Siapa dia? Jasmine?" Leo memutar otaknya. Apa semalam dirinya menyebutkan nama Jasmine saat sedang 'bermain' bersama Alexa? Oh, Leo benar-benar sudah jatuh pada wanita Asia itu. Padahal Leo sama sekali belum pernah menyentuh apalagi mencumbunya.
"Ada apa denganmu Alexa? Kau tahu wanitaku bukan hanya kamu saja! Kenapa kau berkata seolah-olah aku menghianatimu?!" Ujar Leo kesal. Leo sangat tidak menyukai wanita-wanitanya yang berisik, komplain atau mengganggu telinganya dengan hal tidak penting.
"Aku hanya.." Leo mengisyaratkan Alexa untuk tetap diam, saat Leo menerima panggilan telfon dari mamanya.
Alexa memilih keluar dan pergi dengan membanting pintu.
Leo menghela nafasnya lega, lebih baik wanita berisik itu pergi dari sini daripada membuat kebisingan yang membuat kepalanya berdenyut nyeri.
"Halo nyonya Karina." Sapa Leo kepada mamanya. Mama yang telah melahirkannya.
"Halo sayang. Bagaimana kabarmu? Baik bukan?"
"Baik ma. Ada apa menelfonku sepagi ini?"
"Mama ingin bertanya, apa kamu sudah bertemu dengan Jasmine?"
"Sudah ma."
"Bagaimana? Apa dia cantik?"
"Hm. Menurut Leo dia sangat cantik."
"Sudah mama duga, kau akan menyukainya jika bertemu langsung. Tidak sia-sia mama memaksamu melakukan perjodohan ini hingga ratusan kali."
"Siapa yang mau dijodohkan tapi tidak tahu bagaimana rupa calonnya. Bagaimana jika dia sebesar hulk? Leo tidak suka itu." Terdengar suara tawa dari seberang sana.
"Kau terdengar seperti tidak mempercayai pilihan mama."
"Sedikit."
"Jadi mama dan keluarga Owen berencana untuk meresmikan pertunangan kalian sekalian dengan perayaan pesta ulang tahunmu."
"Sebenarnya itu tidak perlu ma. Aku sudah melamarnya dengan memberi cincin."
"Oh benarkah? Mama ikut senang mendengar kau sangat menyukai gadis itu sampai bergerak cepat. Kita tinggal merayakannya saja."
"Jika memang rencananya begitu, aku tidak menolak ma."
"Mama harap Jasmine bisa mengubah kebiasaan burukmu yang suka berganti-ganti pasangan."
"Itu akan sulit ma."
"Mama tahu. Tapi Jasmine besar di negara dimana hal seperti itu dilarang sebelum adanya pernikahan. Mama memilihkan gadis yang bersih untukmu."
Shit!
"Apa maksud mama, Jasmine belum pernah berhubungan badan? Maksudku, dia masih perawan? Masih ada di zaman ini?"
"Kau bisa membuktikannya nanti jika sudah menikah. Jaga perilakumu sebelum menikah, dia gadis baik-baik."
Leo mengusap wajahnya kasar mendengar hal tak berguna itu. Bagaimana mungkin gadis baik-baik seperti Jasmine dijodohkan dengan laki-laki kotor sepertinya? Namun Leo terlanjur tidak ingin melepaskan gadis itu.
Leo tahu, jika Jasmine adalah gadis yang berbeda dari semua wanita-wanitanya. Tapi Leo sungguh tidak menduga bahwa Jasmine adalah gadis yang terjaga dengan sangat baik.
Jasmine benar-benar membuatnya gila! Saat satu persatu hal tentang dirinya terkuak.
Leo harus memiliki gadis itu!
*
Clarisa mengganti-ganti chanel tv dengan malas. Malam ini Clarisa tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena kemarin malam Leo melempar perutnya dengan kotak kayu p3k hingga membuat rasa nyeri yang amat mendalam. Clarisa benar-benar tidak bisa bergerak bebas karena perutnya yang sakit, bahkan menyebabkan dirinya tidak bisa bergerak dengan bebas saat berlatih balet.
Clarisa benar-benar sedang kesakitan dan memikirkan Leo yang bersenang-senang bersama Alexa membuatnya marah. Terlebih dengan pria suruhan Leo yang mengikutinya seharian, itu sungguh tidak nyaman.
Clarisa bahkan harus benar-benar menghindar untuk membeli pembalut. Bagaimana? Hari pertama mens, latihan balet dan perut yang membiru. Sakit yang luar biasa hebatnya.
"Baiklah, bersenang-senanglah dan jangan harap bisa masuk sembarangan ke apartemen ini lagi." Gumam Clarisa bangkit dari duduknya. Clarisa berniat mengganti kode akses apartemennya, mengingat Leo mudah memasukinya secara sembarangan. Enak saja, sebaiknya Leo pergi saja ke apartemen Alexa. Jangan harap bisa masuk kesini.
Selesai!
Clarisa tersenyum bangga saat telah berhasil mengubah kode akses pintu apartemennya. Kakinya melompat-lompat menuju kembali ke sofa untuk menikmati film yang terjeda.
Ting tong!
Siapa yang bertamu dimalam hari seperti ini? Clarisa kembali menjeda filmnya dan segera bangkit membukakan pintu apartemennya. Berharap semoga saja yang berdiri dibalik pintu ini bukanlah Leo.
"Mama!"
Clarisa segera memeluk mama Anya penuh kerinduan. Clarisa tidak menyangkal jika ia merindukan kasih sayang seorang ibu dan mama Anya punya segala hal yang Clarisa butuhkan sebagai seorang ibu.
"Hai dear, kamu ubah kode akses pintunya ya?" Clarisa merasa tidak enak hati, mama Anya dan papa Robertlah yang memberikan apartemen ini padanya. Tapi rasanya Clarisa terlalu seenaknya sendiri.
"Apa tidak boleh ma?" Tanya Clarisa khawatir jika mama Anya akan mengeluarkan pendapat tidak setujunya.
"Kenapa tidak boleh? Mama hanya khawatir dengan alasanmu mengubahnya. Apa ada penguntit atau semacamnya?" Clarisa tersenyum, kemudian menggelengkan kepalanya.
"Tidak ma. Mama tidak perlu khawatir. Ah iya, ayo masuk ma." Mama Anya menggelengkan kepala.
"Tidak usah Jasmine. Mama hanya mampir untuk memberimu paket sayuran ini untuk mengisi kulkasmu." Mata Clarisa mengikuti arah mata mama Anya yang menatap sebuah kotak sterofoam besar di samping pintu apartemennya.
"Ah hampir lupa. Alasan utama mama kesini ingin memberi tahu, kalau kita akan merayakan acara pertunanganmu sekalian dengan ulang tahun Leo yang ketiga puluh."
"Tiga puluh?" Ulang Clarisa, tak menyangka jika ternyata umurnya terpaut jauh dari Leo. Sembilan tahun, tapi jika itu Jasmine yang sesungguhnya maka hanya terpaut empat tahun.
"Iya. Kata Leo kamu sudah menerima cincinnya. Mana? Mama boleh lihat?" Clarisa segera mengepalkan tangannya agar tidak terlihat oleh mama Anya.
"Aku sedang tidak memakainya ma."
"Kenapa?"
"Tidak ada alasan khusus, aku hanya menyimpannya agar saat aku mencuci piring atau mandi tidak terlepas."
Mama Anya tersenyum lega. "Baiklah kalau begitu. Mama akan lihat besok saja saat acaranya berlangsung."
"Acaranya kapan ma?" Mama Anya tertawa.
"Kamu harusnya hafal ulang tahun calon suamimu bukan? Itu hari minggu besok." Jika hari ini hari Jumat, maka Clarisa hanya memiliki waktu hingga besok malam untuk mencari cincinnya yang menghilang.
"Kenapa bengong? Mama akan kirim make up artis dan desainer untuk mendandanimu minggu besok. Kalau kamu sudah punya teman disini, kamu bisa ikut mengundangnya ke acara." Clarisa mengangguk bagai robot, lalu menatap kepergian mama Anya hingga mama Anya masuk kedalam lift.
Dengan cemas Clarisa memasukkan kotak berisi sayuran itu kedalam apartemennya. Dengan otak kosong dan tidak bisa berfikir, Clarisa menata sayuran ke lemari pendingin secara asal.
Sekarang Clarisa harus bagaimana?