webnovel

Be My Bride

Luna Banadeth dicap sebagai wanita gila karena ingin mempertahankan rumah tangganya dari perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan sang sahabat. Luna memiliki dendam yang amat dalam hingga ia memutuskan pergi ke bukit terpencil dan memohon kepada Dewa untuk membantunya membalas dendam. Namun, apa jadinya jika yang datang menolongnya adalah roh naga yang sekarat karena pertarungan di masa lalu? Bisakah roh naga itu mengatasi masalah yang melanda Luna? "Aku ... aku ingin ... Iblis untuk balas dendam! Kenapa datangnya malah seekor kadal?!" Luna. "Aku ... selamatkan aku dulu ... aku terluka!" Aodan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, inilah kisah Luna bersama roh naga yang menjadikan dirinya sebagai pengantinnya!

Winart12 · แฟนตาซี
Not enough ratings
497 Chs

Sang Naga Hujan 2 

Jantung Aodan berdetak lebih cepat, ia langsung menggulung tubuhnya dan melepaskan diri dari tangan Istvan, ia melihat wanita itu dari atas sampai ke bawah.

Ia tidak ingat apakah ia kenal atau tidak dengan wanita ini. Tapi segala sesuatu tentang Istvan sepertinya sangat akrab baginya.

"Kau sekarang menjadi seekor peliharaan seorang manusia? Betapa kasihannya dirimu, Aodan." Istvan mengibaskan rambutnya ke belakang. "Dan … apa-apaan wujudmu ini? Kau terlihat sangat menjijikkan."

Istvan mengerutkan keningnya, wujud Aodan kali ini adalah wujud paling buruk yang dimiliki oleh seekor naga. Dengan wujud ini terlihat dengan jelas betapa lemahnya Aodan. Pantaslah jika Aodan sekarang benar-benar dipanggil kadal, Luna tidak salah menilai.

"Aku penasaran, apa kekuatanmu masih tetap sama seperti dulu?" Itsvan mendekat memojokkan si kadal hitam ke dinding.

Aodan benar-benar merasa ia berada dalam keadaan yang tidak menguntungkan, semakin ia terpojok, semakin ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.

BOOF!

Aodan berubah, menggerakkan tangannya dan beberapa benda melayang ke arah Istvan, ia sedikit canggung menghadapi seorang wanita.

BRAK!

Istvan mengayunkan tangannya dan sebuah dinding tipis sewarna matanya muncul menghalau benda-benda yang melayang, Istvan menarik lengan bajunya.

"Apa yang ingin kau lakukan? Tidak bisakah kita berbicara baik-baik?" Aodan mengangkat tangannya, berharap Istvan tidak menyerangnya.

Tapi ….

Sepertinya Istvan tidak mau mendengarnya.

BLAR!

Kilatan petir tiba-tiba menyambar, Aodan dengan cepat menghindar dan menghantam kaca jendela, Istvan melesat ke arahnya dan menendangnya keluar.

PRANG!

Kaca jendela di lantai sebelas pecah berkeping-keping setelah kilatan petir, air hujan langsung tumpah dari langit, orang-orang tidak sempat memperhatikan bahwa ada dua sosok yang melayang jatuh ke bawah.

Aodan terjatuh ke tanah dengan suara yang berdebam keras, ia tidak sempat mengasihani tubuhnya yang terasa remuk, buru-buru bangkit.

Di atas Istvan turun dengan sepasang sayap di punggungnya, warna sayapnya biru terang dengan garis kuning, ia mendarat di depan Aodan. Di sekitarnya air hujan yang jatuh seolah berhenti di udara dan pakaian yang ia kenakan sama sekali tidak basah.

Meski Aodan tidak mengingat masa lalunya, Aodan sepertinya biasa menebak apa sebenarnya Istvan.

"Apa yang terjadi padamu? Kau terlihat aneh." Istvan mendekat, sepatu yang ia pakai memijak ke tanah yang basah.

Aodan berdiri, baju yang ia pakai basah kuyup.

Sayup-sayup di tengah derasnya hujan beberapa mobil pemadam kebakaran datang mengevakuasi orang-orang yang ada di dalam gedung, sepertinya mereka mengira jika ruangan mereka tadi benar-benar ditempak petir.

"Tenang saja, mereka tidak akan melihat kita." Istvan menggerakkan sayap naganya. Wanita itu mendekat dan menangkap sebelah kaki Aodan dengan air hujan yang menggenang.

"Aku kehilangan ingatanku," kata Aodan dengan jujur, merutuk kesialannya karena lagi-lagi ia tidak bisa mengingat apa pun. Kakinya yang ditangkap air hujan serasa dipaku ke tanah. "Entah apa yang terjadi pada kita di masa lalu, tapi tolong jangan menyerang sekarang. Tunggu sampai luka-lukaku pulih baru aku akan meladenimu."

Jika ia terluka lagi, mungkin ia akan menjadi kadal sampai berminggu-minggu, itu terlalu mengerikan. Lebih baik ia bersikap lunak agar Istvan luluh dan tidak menyerangnya.

"Kau hilang ingatan? Lucu sekali, Aodan." Istvan mendekat dan menatap tajam Aodan. "Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Apa tujuanmu mendekati Luna?"

"Aku hany menumpang hidup." Aodan membuang muka, karena kakinya, ia jadi tidak bisa menghindari tatapan tajam Istvan yang seolah ingin mengulitinya. "Numpang makan, numpang mandi, numpang tidur … kira-kira seperti itulah."

Hujan turun semakin deras, langit semakin gelap dan orang-orang yang berlalu lalang diluar semakin sedikit.

"Kalau begitu, aku ingin lihat sampai mana ingatanmu itu hilang."

Istvan membanting Aodan ke genangan air yang semakin tinggi, bunyi kecipak air tidak terelakkan lagi.

"Kau wanita yang kejam rupanya," gerutu Aodan, ia memutar tangannya dan genangan air tiba-tiba meledak.

"Terima kasih, kau bukan orang yang pertama mengatakan hal ini."

Istvan mengangkat tangannya, menghindari ledakan yang dibuat oleh Aodan, air-air yang tadinya turun ke atas tanah, kini memercik ke segala penjuru.

Istvan melompat mundur dengan sayapnya, ledakan yang dibuat Aodan membuat luka gores di lengannya. Namun, bukannya marah, Istvan justru mendengkus.

"Sepertinya aku benar-benar percaya kau hilang ingatan, seranganmu sangat buruk."

Yang Istvan ingat, serangan Aodan di masa lalu tidak hanya akan membuatnya tergores, tapi juga akan membuatnya terluka sangat parah.

Serangan seperti ini hanya serangan yang dilakukan anak-anak naga yang baru lahir ke dunia.

Istvan tiba-tiba merasa kasihan.

Aodan merasa tersinggung, apa wanita ini sedang meremehkannya?

Sialan, jika Luna tahu, ia akan ditertawakan oleh wanita itu.

"Aku tidak suka diremehkan, tidak usah menunggu aku sembuh, ayo bertarung sekarang juga."

"TIdak, tidak," bantah Istvan dengan suaranya yang kembali lembut. "Aku tidak ingin kau memak …."

Aodan mengambil ancang-ancang ingin membuat ledaka yang berikutnya, tapi mata Istvan jauh lebih cepat, wanita itu melesat menangkap tangan Aodan dan genangan air yang ada di bawah kaki mereka berdua menangkap kedua kaki dan tangan Aodan.

"Dengar, kau tidak boleh menyerangku seperti ini, Aodan."

Istvan berusaha untuk tetap tenang, tapi Aodan sepertinya sama bebalnya dengan dirinya di masa lalu, wanita bermata biru itu terjatuh diserang oleh Aodan, tapi ia dengan cepat mengayunkan kakinya sehingga Aodan sama-sama terjatuh ke atas tanah.

Istvan bangkit terlebih dahulu, menindih tubuh Aodan agar laki-laki itu tidak bergerak.

"Kita bukan musuh," lanjut Istvan, hujan yang turun semakin deras tidak mengaburkan matanya yang bersinar.

Aodan meringis, berusaha menggerakkan tubuhnya tapi ia semakin mendapati dirinya terperangkap.

"Lalu … apakah kita teman?"

Jika mereka adalah teman, maka Istvan terlalu kasar. Aodan tidak tahu bagaimana ia bisa berteman dengan wanita macam Istvan di masa lalu.

Istvan kembali memasang ekspresi jijik. "Sayang sekali tidak."

Aodan ingin membuka mulutnya lagi ketika Istvan tiba-tiba bangkit berdiri mengusak rambutnya.

Aodan bangkit, ia tertegun ketika melihat pemandangan yang ada di depannya, rambut pirang yang berkibar di bawah langit yang gelap dan tetesan hujan yang tidak pernah berhenti membuatnya samar-samar mengingat sesuatu.

Orang yang sama pernah berdiri di depannya dengan pose yang sama, tapi pakaian yang ia kenakan bukan sebuah gaun pendek dengan jahitan yang indah, tapi sebuah baju besi yang warnanya sudah memudar, bercampur dengan warna merah yang tidak pernah luntur meski disiram oleh air hujan terus-menerus.

Dia adalah naga hujan, naga yang setiap kemunculannya selalu dikaitkan dengan hujan yang deras.

"Istvan Johanah …." Aodan bergumam, tapi masih bisa didengar oleh Istvan.

"Apa kau mengingatku?"

Aodan diam selama beberapa saat, kemudian ia mengangkat bahunya.

"TIdak ... aku ... tidak mengingatmu."

Luna : Entah kenapa aku punya firasat buruk ಠ_ಠ

Winart12creators' thoughts