webnovel

Be My Bride

Luna Banadeth dicap sebagai wanita gila karena ingin mempertahankan rumah tangganya dari perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dan sang sahabat. Luna memiliki dendam yang amat dalam hingga ia memutuskan pergi ke bukit terpencil dan memohon kepada Dewa untuk membantunya membalas dendam. Namun, apa jadinya jika yang datang menolongnya adalah roh naga yang sekarat karena pertarungan di masa lalu? Bisakah roh naga itu mengatasi masalah yang melanda Luna? "Aku ... aku ingin ... Iblis untuk balas dendam! Kenapa datangnya malah seekor kadal?!" Luna. "Aku ... selamatkan aku dulu ... aku terluka!" Aodan. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, inilah kisah Luna bersama roh naga yang menjadikan dirinya sebagai pengantinnya!

Winart12 · แฟนตาซี
Not enough ratings
497 Chs

Pasangan Pengkhianat 1 

Luna menghela napas panjang, ia berdiri dan merapikan pakaiannya yang kusut karena terlalu lama duduk, sedikit merias wajahnya yang pucat dan keluar dari ruang kerjanya.

Luna tidak tahu apa alasan Gerald dan Rachel mengunjunginya, seingatnya semua yang berhubungan dengan perceraiannya dengan Gerald sudah selesai dan sang mantan suami seharusnya tidak punya alasan lagi untuk bertemu, terlebih lagi sekarang ia membawa Rachel.

Mungkinkah ….

Wanita itu menelan ludah, menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Kadal hitam itu tidak tinggal diam ketika Luna tidak mengizinkannya untuk memanjat ke bahunya, ia diam-diam mengikuti langkah kaki Luna. Bel berbunyi dua kali dan detik berikutnya pintu terbuka lebar.

"Luna," sapa Gerald dengan senyuman lebar, Rachel ikut mengulas senyum tipis dan tangannya memeluk lengan Gerald.

Mereka tidak banyak berubah setelah perceraian mereka, Gerald masih terlihat arogan dan Rachel sepertinya tidak lagi berpura-pura baik, dari pandangan matanya saja Luna tahu jika wanita itu saat ini tengah mencemoohnya.

"Aku pikir kau tidak akan membuka pintu," kata Gerald dengan senyum di wajahnya yang tampan, ia berdiri bersama dengan Rachel yang memeluk erat lengannya. "Aku datang kemari untuk memenuhi janjiku."

Luna tidak mengerti apa janji yang dimaksud oleh Gerald, tapi ia berusaha tersenyum, mengulurkan tangannya menyuruh mereka berdua duduk di ruang tamu, hatinya berkecamuk dipenuhi dengan berbagai emosi, di satu sisi ia merasa sedih dan kecewa. Di sisi lain ia merasa marah dan ada setitik kedengkian di hatinya.

"Yah, kalian akan menikah?" tebak Luna tanpa basa-basi.

Mereka sekarang sudah terang-terangan bermesraan di depan Luna, hanya ada satu jawaban dari semua ini, mereka pasti akan segera menikah.

"Tepat sekali, kau selalu cerdas Luna."

Gerald seakan tidak menyadari perasaan Luna yang sakit mendengarnya, ia terkekeh pelan dan menyuruh Rachel mengeluarkan undangan dari dalam tasnya dengan tangannya yang menyentuh bahu Rachel dengan intim.

Hati Luna memanas melihat pemandangan itu. Kadal hitam yang selama ini diabaikan oleh Luna perlahan-lahan memanjat naik ke atas sofa dan menyipitkan matanya pada pasangan yang tengah memamerkan kemesraan itu.

"Maafkan aku, tasku terlalu kecil jadi sulit untuk masuk."

Rachel tersenyum tanpa daya, seakan ia yang bersalah di sini, Luna mengerutkan keningnya dengan jijik.

"Tidak apa-apa sayang, aku akan membelikanmu tas yang lebih besar lagi nanti." Gerald berkata dengan lembut dan tersenyum pada Rachel.

Rachel tersipu dan menepuk bahu Gerald, undangan dengan pita merah muda itu kemudian ia serahkan pada Luna.

"Ini undangan pernikahan kami, kuharap kau hadir … Luna."

Luna dapat melihat jika mata Rachel berbinar, ia pasti saat ini menunggu Luna marah dan mengamuk pada Gerald, seperti yang sebelum-sebelumnya.

Meski Luna masih memiliki rasa sakit akibat mereka berdua tapi ia tidak lagi berminat untuk melakukan hal konyol seperti itu, dengan pelan ia menarik pita merah muda dan membaca sekilas isinya.

"Ha …" Sudut bibir Luna melengkung, ia tersenyum lebar, berusaha menutupi jejak kekecewaan di wajahnya.. "Tentu saja aku akan datang, ini adalah hari yang paling istimewa untuk sahabat dan mantan suamiku."

Rachel mendengkus pelan, merasa tidak suka dengan apa yang dikatakan oleh Luna, wanita itu berdehem pelan dan menatap Gerald, mengisyaratkan sesuatu yang hanya dimengerti oleh mereka berdua.

"Ah, aku baru ingat. Kau dulu pernah berjanji untuk datang bersama kekasihmu ke pernikahan kami, kan? Ingatlah untuk membawanya nanti, aku tidak sabar untuk melihat seperti apa orang yang menggantikan diriku."

Gerald memperhatikan jika Luna baik-baik saja dan ia mulai mengungkit janji mereka. Sedangkan Luna, ia tersenyum dengan paksa, meremas Aodan lagi dengan kuat.

Wanita itu ingat beberapa bulan yang lalu di sidang perceraian, ia berteriak di depan semua orang bahwa ia akan menghadiri pernikahan Gerald dengan kekasihnya. Gerald yang saat itu terlalu marah dan malu menyetujuinya dan mengajaknya bertaruh.

Jika Luna datang ke pernikahan mereka dengan seorang kekasih, ia akan memberikan apa pun yang diinginkan oleh wanita dan sebaliknya jika Luna gagal membawa seorang kekasih ke pernikahan mereka, ia yang akan memberikan apa pun yang Gerald inginkan.

Luna terlalu kalap saat itu, yang tersisa dari dirinya hanyalah harga dirinya. Terlebih lagi Gerald mengatakannya di hadapan seluruh keluarga besarnya da membuat Luna tanpa sadar menyetujuinya.

Dan inilah pada akhirnya.

"Yakinlah aku akan membawanya ke pesta pernikahan kalian." Luna menjawab tanpa keraguan, ia dengan lihai menutupi segala emosi yang berkecamuk di hatinya, tangannya menggenggam kadal hitam yang ingin memberontak dari tangannya. "Aku akan membuat kalian terkejut."

Rachel tertawa dibuat-buat, ia menutup mulutnya dengan saputangan dari dalam tasnya. "Syukurlah kalau begitu, aku pikir kau akan menyibukkan dirimu menjahit sepanjang tahun."

Luna tertawa kecil, hatinya berdenyut nyeri. Dulu sepanjang hari ia menangis seperti orang gila meratapi dua orang di depannnya ini, tapi sekarang ia sadar baik Gerald atau Rachel, mereka bukan orang yang pantas ditangisi.

"Kalian tidak perlu khawatir, aku tidak seperti itu lagi."

Kadal hitam di atas sofa mendesis nyaring, membuat Gerald dan Rachel mengerutkan keningnya.

"Luna, apa ini …."

"Ini peliharaanku." Luna menepuk kepala kadal dengan pelan. "Jangan khawatir, ia tidak akan menggigit." Luna berkata sambil diam-diam meremas pita merah muda itu di pangkuannya.

"Ah, begitu." Rachel tersenyum mengejek, sepertinya Luna sudah terlalu stres hingga memungut kadal di jalanan. "Hati-hati, mungkin saja kadal itu membawa penyakit. Lebih baik kau pergi ke penitipan hewan dan mengadopsi anjing."

Aodan memutar tubuhnya menatap Rachel, kedua mata emas itu melotot dan ia mendesis, memamerkan giginya yang tajam. Luna jelas tahu apa maksud dari perkataan Rachel, itu adalah penghinaan.

"Aku berkata yang sesungguhnya." Rachel tidak peduli dan terus berkata seolah ingin memojokkan Luna. "Lagipula apa gunanya seekor kadal? Sudah hitam … jelek lagi. Benar kan, sayang?"

Gerald tertawa kecil. "Benar Luna, Rachel hanya menyarankan yang terbaik untukmu."

Luna mengepalkan kedua tangannya, ia bahkan tidak pernah menghina Aodan sekasar itu, tapi Rachel benar-benar tidak ingin menutupi sifat aslinya lagi di depan Luna.

Aodan mendesis, ekornya terangkat dengan ganas, benar-benar ingin melompat ke wajah Rachel.

Rachel mengerutkan keningnya, ia melirik Luna. "Lihatlah, dia terlalu liar."

"Oke baiklah."

Luna menangkap Aodan dan memegangnya dengan erat. "Maaf, tapi aku tidak bisa berlama-lama. Sesuatu yang mendesak telah menunggu, mari kita mengobrol di lain waktu, oke?"

"Kau mengusir kami, hanya karena membela kadal itu?" Rachel mencibir dengan jijik.

"Tentu," sahut Gerald dengan cepat sebelum Rachel berbicara lagi, ia berdiri dan memegang lengan Rachel. "Kalau begitu kami akan pergi dulu, masih banyak persiapan pernikahan yang harus kami lakukan."

"Ya, sampai jumpa di hari pesta," tambah Rachel dengan sinis. "Dan ingat untuk mengurung kadalmu."

Luna mengangguk pelan, kadal hitam itu memberontak dan lepas dari genggaman tangan Luna, hilang ke dalam rerumputan. Luna tidak sempat menangkapnya, ia terpaku pada Rachel yang kembali bermesraan dengan Gerald.

Gerald melambaikan tangannya pada Luna, ia kemudian berjalan membukakan pintu untuk Rachel, wanita itu dengan gaya angkuhya masuk dan duduk. Tapi tiba-tiba ….

BLAR!

Empat ban mobil milik Gerald meledak secara bersamaan, wajah Rachel langsung menjadi pucat ketika melihat seekor kadal hitam merayap di atas kaca depan mobil dan menjulurkan lidah ke arahnya, seolah sedang mengejek Rachel.

Luna melebarkan senyuman, ternyata memelihara kadal ada untungnya juga!