webnovel

Prolog

Seorang anak berusia 19 tahun, gagal di tes perguruan tinggi 2 tahun beruntun sekarang menjadi seonggok sayuran.

Keseharianya tak jauh dari tergeletak di kamar, bermain game, dan membaca berbagai macam novel.

Tapi belakangan ini ia benar benar bosan karena semua novel menarik yang ia simpan selalu saja ada bagian yang tak ia inginkan.

Untuk seorang No Life sepertinya yang menganggap novel adalah dunia tersendiri itu adalah sebuah bencana, seperti lubang di sebuah utopia.

"Why ?!!!"

Pungu berteriak merasa semuanya benar benar hancur saat bagian mengganjal itu muncul lagi.

"I'am out. Dimana universitas yang bagus ?"

Pungu segera menutup semua koleksi novel miliknya, bahkan ia menambahkan blacklist ke nama para author novel yang ia benci.

"Wait, mengapa harus pergi ke universitas saat aku sudah dewasa ?"

Pikiranya terganggu oleh realitas yang datang.

Sebuah realitas yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya saat ia asyik dengan kehidupanya sendiri.

Ia bahkan lupa kapan terakhir kali berinteraksi dengan kenalanya lewat tatap muka.

Membuka jendela kamar, ia bisa melihat daun yang berjatuhan.

Butiran salju akan segera turun kurang dari satu bulan.

Pungu memakai jaketnya dan beranjak keluar rumah.

Tak ada tujuan apapun dalam benaknya, ia mungkin akan menikmati secangkir kopi atau hanya berjalan jalan tak tentu arah.

Jalanan cukup senggang sore itu, cuaca dingin membuat para pekerja terlalu malas untuk beraktifitas setelah jam kerja mereka selesai.

Kesunyian yang menyelimuti membuat Pungu merasa sedikit melankolis.

Ia teringat beberapa adegan dalam novel yang begitu menyayat hati.

Namun apa ? para author brengsek itu hanya berakhir membuat harem di sana sini tanpa ada api sedikitpun dari dapur pemeran utama.

Mereka merusak semua yang seharusnya sudah baik baik saja.

Sebuah karya yang ia puja bak monalisa hanya harus berakhir di lempari tinja.

"Hah.. let's have some drink first"

Pemikiran pemikiran yang datang karena kekecewaan membuatnya ingin menenangkan diri dengan kafein atau beberapa batang nikotin.

Sebuah cafe bertuliskan "Kopi Pujangga" berada di samping jalan utama.

Suara gemericik lonceng terdengar saat ia membuka pintu.

Aroma yang sama, tata letak yang sama, dan barista yang selalu sibuk dengan biji bijian.

"Hei Pungu, minuman yang biasa ?"

"Ya pak"

Pungu duduk memandangi dunia luar lewat kaca jendela yang tidak terbuka.

Tak memainkan ponsel seperti dirinya yang biasa, ia hanya ingin menikmati kesunyian ini.

Suara mesin pancuran air yang berasal dari mesin kopi membuat pikiranya menjadi tenang.

Ia seperti menikmati relaksasi seorang psikolog walau tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Namun.

Ketenangan itu berubah menjadi perasaan kesepian saat memikirkan stok novel yang sudah ia habiskan.

Novel novel baru tak menarik minatnya karena jumlah chapter yang masih terlalu sedikit.

Walau pernah mencoba menulis beberapa novel ringan di masa lalu, nov-tidak tumpukan sampah itu berakhir dengan ia yang terlalu memanjakan sang karakter utama dengan plot armor dimana mana.

Karakter lain yang sudah ia buat sepenuh hati sebelumnya harus mengalah pada si karakter utama yang merupakan favoritnya.

Jika ada author yang paling ia benci, maka itu dirinya sendiri.

Kopi yang datang membuat pandanganya beralih.

Cangkir kecil yang berisi minuman hitam legam, minuman yang selalu membuatnya terjaga saat harus bermain game sampai larut malam.

Suhu minuman yang di sajikan oleh profesional selalu pas saat diminum, itu tak membuat lidah melepuh saat di masukan ke mulut.

"Ah.."

Rasa pahit segera mendera lidah yang tak bersalah.

Pungu mengeluarkan sekotak rokok dari saku celana, mengambil sebatang dan membakar rokok itu dengan segera.

Hisapan panjang membuat pikiranya menjadi lebih rileks.

Menyandarkan punggungnya ke arah sofa membuat bibirnya melengkung ke atas.

Melupakan hal hal yang ada, ia ingin menikmati waktu sorenya di cafe itu.

*Tiringringtiring

Ponsel yang sengaja ia buka kali ini berdering.

Jika otaknya tidak bohong, seharusnya ia sudah mematikan pemberitahuan untuk semua aplikasi.

Hanya ada satu yang tak bisa ia matikan, panggilan seluler.

Entah sejak berapa lama ia terakhir kali mendapat panggilan seluler, karena semua kenalanya akan membuat panggilan melalui aplikasi media sosial.

Melihat ke layar ponsel ia hanya mendapati nomer tak dikenal.

Tanpa berpikir panjang ia mematikan telepon itu.

Bagaimana bisa orang yang sudah akrab dengan berbagai jenis penipuan di internet bisa di tipu oleh panggilan kuno seperti itu ?

Namun ponselnya berbunyi lagi dari nomer yang sama, setelah ragu ragu sejenak akhirnya ia mengangkat panggilan itu.

Suara ringan seorang pria segera terdengar melalui gendang telinganya.

"Selamat sore, apakah saya berbicara dengan Pungu ?"

"Ya"

Bahkan jika penipu ini tahu namanya Pungu tak terlalu peduli.

Ia bukanlah siapa siapa, bahkan akan terasa bagus jika semua penipu di negara ini mengenal namanya.

"Aku akan langsung ke intinya. Maukah kau bekerja untuk guild Red Dust ?"

Bagai jalanan di saat hujan Pungu hanya terdiam.

Bukan diam karena rasa senang, melainkan ia heran bagaimana penipu satu ini datang dengan ide yang sangat kreatif.

Ia setidaknya harus menghargai kreatifitas orang ini.

"Aku sedang berada di D'cafe lokasinya berada di jalan utama kota Sarveyor. Ku tunggu sampai jam 7 malam, jika kau serius datanglah kesini"

Lagipula ia berencana bermalas malasan di cafe ini sampai malam.

Tidak, bahkan sejak awal penipu ini tak mungkin datang.

Jawaban tak kunjung datang dari seberang sana, Pungu sedikit kecewa karena penipu kreatif ini tak memberikan hiburan yang lebih menarik.

Namun saat ia hendak mematikan ponselnya jawaban akhirnya datang.

"Baik. Kami akan segera kesana."

Pungu langsung memutuskan panggilan itu tak menganggap serius ucapan orang di seberang sana.

Ia segera mengganti tampilan ponselnya dengan sebuah game online.

Melemaskan jari jarinya dan menyesap kopi sekali lagi, Pungu siap bermain dengan serius.

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa 2 jam berlalu begitu saja.

Ponselnya sudah menunjukan 18:37 langit yang awalnya berwarna hitam kebiruan kini menjadi hitam pekat.

*Cling

Suara lonceng menandakan pintu cafe kembali terbuka.

Sebagai pelanggan setia Pungu tau bahwa cafe ini biasanya tak memiliki banyak pengunjung pada hari kerja.

Jika ada, maka para pekerja akan datang di pagi dan siang hari bukan malam seperti ini.

Ia penasaran siapa yang datang, karena cafe ini memiliki banyak pelanggan tetap sepertinya yang terkadang akan mampir saat lewat.

Terlihat wanita dengan rambut hitam keunguan mengenakan jas hitam dan celana panjang masuk ke dalam cafe.

Wanita kantoran yang harusnya pulang setelah mendapat beberapa pekerjaan tambahan dari atasan.

Namun apa yang membuatnya sedikit terkejut adalah wanita itu datang ke arahnya.

Mungkin ia hanya mencari teman untuk diajak berbicara atau duduk berdekatan dengan orang lain karena kebiasaan.

"Mr. Pungu ? saya nata dari Red Dust guild. Saya datang untuk menanyakan keseriusan anda bergabung dengan Red Dust"

Nata meletakan kartu namanya diatas meja yang membuat mulut Pungu sedikit terbuka.

'Mereka benar benar Red Dust ? apakah penipuan jaman sekarang sudah seberani ini untuk datang langsung ?'

Pungu sudah memastikan bahwa logo itu adalah milik Red Dust, ditambah hologram yang terpantul di seluruh kartu yang tak mungkin di palsukan penipu kelas teri karena harus mengeluarkan banyak uang untuk membuatnya.

Pikiranya segera bekerja cepat, dia tak memiliki begitu banyak harta setelah semua.

Terlebih lagi suara orang yang menelponya adalah seorang pria, sedangkan yang datang adalah seorang wanita muda.

Pungu dapat memastikan mereka setidaknya sindikat berpengalaman hanya dari ekspresi serius yang wanita ini tunjukan.

"Mengapa kalian mengincarku ? aku tak memiliki banyak harta"

Pungu akhirnya menyerah dengan semua dugaan dalam pikiranya dan bertanya secara langsung.

Jika sindikat profesional ini bukan hanya sekedar penipu belaka dan ada yang mereka incar darinya maka ia dipastikan akan menderita nanti.

"Tampaknya kau telah salah memahami sesuatu. Kami benar benar berasal dari Red Dust guild bukan yang lain"

La'el hanya menatap dengan diam wanita itu.

Jika mereka benar benar berasal dari Red Dust guild, untuk alasan apa mereka merekrut orang sepertinya.

Jika mencari bakat maka banyak akademi militer yang mendidik para orang gila bertarung.

Jika kepintaran maka pergi saja ke universitas kelas atas dan mereka akan mendapatkan apa yang mereka mau.

Pungu mulai berpikir bahwa ia seperti karakter utama dalam berbagai novel yang ternyata memiliki latar belakang keluarga yang sangat kuat.

"Mengapa ?"

"Bisakah aku duduk ?"

Walau ragu sebentar Pungu tetap mengangguk karena merasa ia cepat atau lambat akan menemukan kedok orang orang jika mereka benar sindikat penipuan.

"Kami menawarkan bayaran 20 juta dolar pertahun di tambah beberapa bonus yang akan kami berikan detailnya dalam kontrak. Kau juga bisa mendapatkan fasilitas setingkat manager umum."

Wanita itu mengeluarkan setumpuk kertas dari tas kotaknya dan menaruhnya di atas meja.

"Silahkan baca terlebih dahulu"

Melihat tumpukan kertas yang menggunung sebenarnya Pungu malas untuk membacanya.

Tapi perihal tak ada lagi novel dalam bookmarks ponselnya ia merasa tak apa membaca semua ini untuk mengisi waktu.

Walau sering membaca novel, bukan berarti ia tak bisa membaca dokumen dengan bahasa resmi dan poin poin tak jelas di dalamnya.

Jika menemukan sesuatu yang salah dari kontrak, maka Pungu akan segera pergi.

Ia merasa sudah terlalu jauh dengan semua ini.

30 menit berlalu.

Matanya terus melebar dan menyempit, ia berusaha mencari cari kesalahan atau celah dalam kontrak yang bisa di manfaatkan untuk menipunya.

Bahkan ia sampai memeriksa apakah mereka menggunakan trik kertas rangkap yang akan membuat tanda tangan menjadi berbekas.

Semakin ia mencari semakin ia merasa heran karena itu adalah kontrak kerja normal.

Bayaran yang mereka tawarkan setinggi langit bagi keadaan rekeningnya.

Mencari ke sekitar meja, ia tiba tiba merasakan perasaan marah karena tak ada pulpen di sekitar sana yang bisa ia gunakan.

"Sudah selesai ? kami akan menebus biaya pemutusan kontrak dari tempat anda bekerja sekarang. Jadi, ku harap anda bisa sepenuhnya dengan kami."

Apa yang paling ia takutkan terjadi, wanita di depanya salah mengiranya sebagai orang lain.

Kesempatan mendapat 20 juta dolar setahun menghilang begitu saja.

"Kalian salah orang ? aku tak bekerja untuk siapapun sekarang"

Wanita itu mengerutkan kening.

"3 tahun lalu anda mengikuti test tempur di camp militer kota, setelah mendapat hasil yang cukup baik anda tiba tiba menghilang. Tidak mungkin anda tak bekerja untuk siapapun"

Itu adalah dia, tak ada keraguan.

Saat itu ia baru saja lulus dari sekolah menengah, sehingga memikirkan hal hal aneh seperti melakukan test di camp militer berharap bisa menjadi pahlawan yang mengalahkan monster.

Walaupun hasilnya cukup baik, ia menunggu selama beberapa minggu belum juga ada yang menghubunginya baik itu dari pihak militer, pemerintah, atau guild swasta.

Jadi ia berasumsi bahwa hasil yang ia kira cukup baik belum cukup menyenangkan bagi mereka yang akan mempekerjakanya.

Dan begitu saja, ia kembali menjalani kehidupan pribadinya di kamar dengan tenang.

"Aku tidak bekerja"

"Memulai bisnis sendiri ? bolehkah saya tahu bisnis macam apa yang anda punya ?"

Ada perasaan malu yang muncul ketika wanita itu mencecar masalah pribadinya seperti itu.

Entah mengapa..

Ia ingin segera memukul wajah wanita itu agar berbelang hitam.

"Aku tak punya bisnis. Apa kau sudah selesai nona ?"

"Lalu apa yang kau lakukan selama 3 tahun terakhir ? mengapa kau hilang begitu saja setelah melakukan test ?"

Mengingat kembali kenangan masa lalu yang terkubur dalam otaknya ia merasa ada sesuatu yang hilang.