webnovel

Bad romance

Bad romance berkisah tentang seorang gadis dari keluarga miskin bernama Adsila Clareta Jasmeen yang masuk dalam universitas yang dipenuhi anak-anak orang kaya. Universitas tersebut dikuasai oleh empat orang lelaki dari keluarga terpandang yang tergabung dengan kelompok bernama The Dark. The Dark sering kali menggunakan kekuasaan mereka sebagai anak dari dewan kampus untuk menyingkirkan orang-orang yang mereka anggap mengganggu. Adsila Clareta Jasmeen adalah gadis yang kuat dan pemberani, dia membenci tingkah-tingkah yang The Dark lakukan di kampus mereka dan dialah satu-satunya orang yang berani menantang The Dark. Adsila Clareta Jasmeen pun terlibat cinta segitiga dengan Edward Drew yang ia kagumi dan Albern Ainsley kendo yang menyukai Adsila Clareta Jasmeen yang sama-sama dari geng The Dark.

Altae_05 · วัยรุ่น
Not enough ratings
6 Chs

Rencana liburan

"Sila, apa kau tidak merasa ada sesuatu yang aneh pada Albern?" Tanya Edwin pada Sila.

Sila mengedikan bahunya acuh, "Entahlah."

Saat ini Sila dan juga Edwin tengah berada di rooftop kampus untuk berbincang sembari menenangkan pikiran mereka.

Sila memejamkan matanya perlahan, menikmati semilir angin yang berhembus membelai kulitnya.

"Sila, aku akan pergi sebentar menemui Tina. Apa kau mau ikut?" Tanya Edwin pada Sila.

Sila menggeleng, "Pergilah." Titahnya pada Edwin.

Edwin mengangguk, berpamitan pada Sila setelah itu pergi meninggalkan Sila seorang diri di rooftop untuk menemui Tina. Ditengah-tengah Sila menikmati semilir angin, Sila merasa seseorang berada di dekatnya. Sila menoleh, terkejut dengan kedatangan seseorang. "Edward." Panggil Sila pada Edward yang kini menatapnya dan tersenyum.

"Edward untuk apa kau datang kemari?" Tanya Sila.

"Ini tempat umum, terserah aku ingin datang kemari." Ucap Edward acuh.

Sila menatap Edward yang kini membawa sesuatu dalam tangannya. Sejak tadi mata Sila terfokus pada benda yang dibawa oleh Edward. Tapi Sila tak memiliki keberanian untuk menanyakannya pada sang pemilik.

Edward mengikuti arah pandang Sila yang kini menatap sesuatu yang dipegangnya. "Ini?" Tanya Edward sembari menyodorkan biola yang dibawanya. Ya ... benda yang dibawa oleh Edward adalah sebuah biola.

"Kau bisa memainkannya?" Tanya Sila ragu. Edward tersenyum tipis, lantas dirinya memainkan biola yang dibawanya dan mulai melantunkan nada-nada yang indah. Selama beberapa menit Edward memainkan biolanya, Edward berhenti sesaat dan menatap Sila dalam.

Sila menatap Edward kagum, bukan hanya ketampanan yang dimiliki Edward tetapi kelembutan. "Edward, bisakah aku meminta nomor ponselmu? maksudku adalah ... hmm ahh hanya kal-"

Edward tersenyum lantas merenggut ponsel milik Sila dan menuliskan nomornya di ponsel milik Sila. Sila tersenyum manis pada Edward, "Terima kasih Edward. Hmm ... sepertinya aku harus pergi, sampai jumpa!" Pamit Sila pada Edward.

Sila berlari meninggalkan Edward dengan penuh kegirangan, sedangkan Edward mengulum senyum karena melihat tingkah Sila yang menurutnya sangat menggemaskan.

Tanpa Edward dan Sila ketahui seseorang melihat mereka dengan tangan terkepal menahan amarah yang meluap-luap. Matanya memerah, tatapannya tajam menusuk menghujam seseorang yang jauh di depannya.

*****

"Sila aku ingin mengajakmu pergi ke Whitefish besok untuk berlibur, apa kau mau? kita akan menginap di villa milik keluargaku." Ajak Edwin pada Sila. Sila berpikir sebentar, menimang-nimang tawaran Edwin. Sudah lama Sila tak pergi berlibur untuk menenangkan diri, ini semua karena kesibukan kuliah dan kesibukan lainya. Akhirnya dengan senang hati Sila mengangguk menerima ajakan Edwin. Dan Edwin?

Edwin sangat senang melihat Sila yang menerima ajakannya untuk berlibur.

Sepulang dari kampus, Sila segera menuju rumah makan kecilnya dan membantu orangtuannya disana. Beruntunglah karena dosen hari ini tidak hadir, jadi Sila dapat pulang lebih cepat dan membantu kedua orangtuanya bekerja.

Saat ini jam menunjukkan pukul 12.00 siang, masih ada waktu dua jam untuk Sila membantu orangtuanya. Sudah dua hari Sila ijin tidak masuk kerja karena mengurus perkuliahannya. Dan hari ini, Sila akan kembali bekerja seperti biasa. Setelah 30 menit Sila mengayuh sepedanya, akhirnya Sila sampai ditempat yang dirinya tuju.

Suasana rumah makan sangat ramai saat ini, mungkin dikarenakan saat ini adalah jam makan siang maka orang-orang pekerja mulai berdatangan. Sila segera menuju dapur membantu orang tuanya menyiapkan makanan dan mengantarkannya pada pembeli.

Sila melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, pukul 14.30. Sila segera berpamitan pada Ibu dan Ayahnya untuk bekerja. Tentu Sila harus mengganti pakaiannya terlebih dahulu, untung saja Sila sudah menyiapkan pakaian kerjanya didalam tas. Setelah semua siap, Sila segera mengayuh sepedanya untuk melaju menuju tempat kerjanya.

Sila bekerja sangat rajin disana, terdapat juga Tina yang membantu dirinya. Seseorang menghampiri Sila dan memesan minuman ice americano dan expreso. Disela-sela kesibukannya Sila mendongak menatap seorang pembeli yang menghampirinya. Mata Sila membulat sempurna, Fredo dan Erol datang ke tempat dia bekerja?

Fredo dan Erol tersenyum manis pada Sila sembari melambaikan tanganya, menyapa Sila. Sila tersenyum canggung menatap mereka berdua. Tapi Sila segera membuat minuman yang dipesan oleh Erol dan juga Fredo.

"Ini pesanannya." Ucap Sila sembari menyodorkan minuman yang dipesan oleh Fredo dan juga Erol. Mereka menerima pesanan yang diberikan oleh Sila dan mulai menikmatinya setelah Sila berlalu untuk kembali bekerja.

Ponsel Erol berdering, menandakan seseorang menghubunginya. Erol segera merogoh saku celananya dan menempelkan benda pipih tersebut ke telinganya. "Ada apa?" Tanyanya pada seseorang diseberang telpon.

"Aku sedang di cafe saat ini." Jawab Erol pada seseorang diseberang telepon. "Baiklah, aku segera kesana." Ucap Erol setelah itu memutuskan sambungannya.

"Siapa?" Tanya Fredo yang kini menatap Erol mengintimidasi.

"Siapa lagi kalau bukan Albern Ainsely Kendo. Dia menyuruh kita untuk datang ke rumahnya sekarang juga. Apa dia tidak tau kita tengah bersantai?! selalu saja mengganggu." Gerutu Erol yang terlihat kesal. Jika Erol ditanya, siapa orang yang paling dirinya benci?

Pasti Erol akan menjawab Albern, ya ... Albern adalah orang yang paling dibenci oleh Erol. Kenapa Erol membenci Albern?

Karena Albern suka memutuskan sesuatu dengan cepat dan menyuruh-nyuruh orang seenaknya. Terlepas dari semua itu, Erol juga bahagia memiliki teman seperti Albern. Ya ... Erol akui terkadang dirinya juga membenci Albern disaat-saat tertentu. Tapi Erol berjanji pada dirinya sendiri, ia tak akan pernah meninggalkan Albern apapun kondisinya. Sebab karena Albern, perusaahan Ayah Erol yang diambang kebangkrutan akhirnya bangkit kembali karena bantuan keluarga Albern.

Back to topik, Fredo segera beranjak pergi menuju kasir dan membayar pesanannya dan juga Erol. Setelahnya berpamitan pada Sila, mereka segera pergi menuju kediaman Albern. 20 menit menaiki mobil sport milik Fredo, akhirnya mereka berdua sampai di mansion milik Albern.

Sepi, begitulah suasana mansion Albern. Kediaman Albern hanya dihuni oleh Albern sendiri dan juga para pengasuh dan penjaganya. Ayah Albern meninggal sejak Albern masih sekolah sedangkan Ibunya sibuk berbisnis di negri sakura. Ibu Albern akan pulang tiga bulan sekali untuk menengok putranya, itupun hanya beberapa hari berada di rumah.

Dibalik penampilannya yang sempurna dan wataknya sebagai pemuda kaya raya yang sombong dan sok berkuasa, ternyata Albern tidak pernah bahagia dalam hidupnya. Dirinya selalu kesepian selama berada di rumah, karena keluarganya yang sibuk dengan urusan masing-masing. Persahabatan dengan The Dark menjadi hal pertama yang mampu mengusir rasa kesepian Albern. Hingga akhirnya datanglah gadis kecil yang mengoyak hati Albern. Albern tak tau perasaan apa yang dirinya alami saat ini, tapi Albern percaya dirinya mulai menyukai gadis kecil tersebut.

Tanpa mengetuk pintu atau mengucap salam pada pemilik rumah, Fredo dan juga Erol sudah masuk dan berjalan santai menuju kamar Albern yang terletak dilantai atas. Ketika sampai didalam kamar Albern, terlihat kamar milik Albern yang bersih dan wangi bernuansa hitam putih. Dan terpampanglah logo The Dark di dinding kamar Albern. Ya ... The Dark memiliki lambang geng mereka sendiri. Setiap kamar dari anggota The Dark akan ditempeli oleh logo The Dark yang mereka junjung-junjung.

Terlihat Albern yang sedang rebahan dikasurnya tengah memainkan ponselnya. Dan Edward yang terduduk disofa sedang membaca majalah milik Albern.

Fredo segera berjalan menuju Albern dan rebahan disampingnya, sedangkan Erol berjalan menuju Edward dan mencomot biskuit yang terletak di meja depan sofa. Tidak sopan! pikir orang lain ketika melihat kelakuan anggota The Dark tersebut. Namun Albern tak pernah merasa terganggu dengan kelakuan temannya tersebut. Karena dengan adanya Erol, Fredo, dan juga Edward, Albern tak merasa kesepian.

"Albern kau tau, ku deng-" Ucap Fredo yang kini menatap Albern antusias.

"Aku tak tau." Sela Albern membuat Fredo memutar bola matanya malas.

Fredo menghembuskan napasnya panjang. "Setidaknya dengarkan aku terlebih dahulu." Ucap Fredo ketus. Sedangkan yang ditatap kesal oleh Fredo hanya mengedikan bahunya acuh. Pertanda dirinya tak peduli.

Anggota The Dark memiliki kepribadian masing-masing. Jika Albern terlihat dingin, kaku, dan sadis. Justru Edward bertolak belakang dengan Albern, Edward lebih lembut dan halus walau lebih banyak diam. Sedangkan Erol?

Kepribadian Erol hampir sama dengan Albern, tapi Erol masih bisa bersikap selayaknya manusia lembut. Karena masa lalu Erol yang buruk, membuat Erol lebih tertutup. Dan Fredo, Fredo memiliki kepribadian yang unik. Fredo tidak suka wanita yang memiliki umur sama dengannya atau lebih kecil darinya, Fredo lebih suka wanita yang berumur lebih diatasnya. Sekali Fredo marah, maka tak ada orang yang bisa menenangkannya kecuali satu hal, yaitu memberikannya sebuah es krim. Lucu bukan?

Fredo berdehem singkat, kemudian melanjutkan perkataanya. "Albern, ku dengar Sila akan pergi liburan dengan Edwin besok. Apa itu benar?" Tanya Edwin yang kini mengalihkan perhatian Edward dan juga Erol yang sedang duduk di sofa.

Albern terdiam, entah mengapa perkataan Fredo membuat dirinya merasa tak senang. Seketika mood Albern hancur. Untuk menutupi ketidaksenangannya Albern berdehem singkat, "Aku tak peduli." Ucap Albern setelah itu melenggang pergi meninggalkan teman-temannya.

Edward, Erol, dan juga Fredo terbengong menatap kepergian Albern. Fredo merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Albern yang tak ingin dirinya, Edward, dan Erol ketahui. Fredo mengedikan bahunya acuh dan melanjutkan kegiatan rebahannya.

Cukup lama Albern pergi meninggalkan kamarnya dan tak kembali. Edward berniat menyusul Albern namun urung karena melihat Albern yang kini memasuki kamar. Terlihat jelas manik mata Albern yang memerah menahan amarah.

"Kemana Sila dan Edwin akan berlibur?" Hardik Albern menatap tajam Fredo. Seketika Fredo terbangun dari tidurnya dan menatap Albern bingung.

Dengan gaya angkuhnya Albern memasukan kedua tangannya pada saku celananya dan menatap tajam Fredo. Fredo menciut menatap Albern. "Ku dengar ke Whitefish." Ucap Fredo pelan namun terdengar oleh Albern.

Albern berbalik, beranjak meninggalkan kamarnya. Namun tepat di ambang pintu Albern mengucapkan sesuatu.

"Kita kesana besok." Ucap Albern tegas tak terbantahkan membuat Fredo dan yang lainnya terperangah.

Jangan lupa vote, komen, dan beri ulasannya. Semoga kalian suka dengan cerita aku ini❤

Selamat berbulan puasa ya❤

Altae_05creators' thoughts