webnovel

Bad romance

Bad romance berkisah tentang seorang gadis dari keluarga miskin bernama Adsila Clareta Jasmeen yang masuk dalam universitas yang dipenuhi anak-anak orang kaya. Universitas tersebut dikuasai oleh empat orang lelaki dari keluarga terpandang yang tergabung dengan kelompok bernama The Dark. The Dark sering kali menggunakan kekuasaan mereka sebagai anak dari dewan kampus untuk menyingkirkan orang-orang yang mereka anggap mengganggu. Adsila Clareta Jasmeen adalah gadis yang kuat dan pemberani, dia membenci tingkah-tingkah yang The Dark lakukan di kampus mereka dan dialah satu-satunya orang yang berani menantang The Dark. Adsila Clareta Jasmeen pun terlibat cinta segitiga dengan Edward Drew yang ia kagumi dan Albern Ainsley kendo yang menyukai Adsila Clareta Jasmeen yang sama-sama dari geng The Dark.

Altae_05 · วัยรุ่น
Not enough ratings
6 Chs

Apa kau iblis?

Sila sedang termenung di pojok kantin kampusnya, memikirkan penjelasan Edwin tentang The Dark termasuk pemimpin The Dark. Mendengar penjelasan Edwin tentang The Dark membuat Sila tergugah menyelidiki tentang The Dark, lebih tepatnya pemimpin The Dark. Sedang asik-asiknya termenung suara teriakan di kantin memekakan telinga Sila. Sila mengedarkan pandangannya, mencoba mencari tau apa yang terjadi?

Mata Sila melotot melihat kejadian di depan pintu kantin, seorang gadis sedang dibully disana. Dengan segera Sila menghampiri orang tersebut dan membantunya berdiri. Sila menatap nyalang dalang pembullyan tersebut. Benar kata Edwin, kalau The Dark senang menindas orang. Pemimpin The Dark, Albern menatap Sila dengan tajam begitupun dengan Sila. Suasana kantin yang tadinya ramai mendadak senyap karna dua orang yang saling menatap tajam.

Albern memutuskan tatapanya dan beralih menatap seseorang disamping Sila yang kini menatapnya penuh ketakutan. "Pergi kau!".

Setelah Albern mengatakah hal tersebut dengan gerakan cepat orang yang berada disamping Sila pergi sesudah mengucapkan terima kasih pada Sila. Sila tersenyum membalasnya dan hendak pergi dari tempat tersebut, namun Albern mencekal pergelangan tanganya dengan kuat. Sila meringis menahan sakit yang ada pada pergelangan tangannya.

Sila menatap Albern kesal, "Kau itu kenapa? lepaskan tanganku! dasar iblis, cuihh!" Seru Sila didepan wajah Albern, namun karena tinggi Sila yang hanya sebatas bahu Albern membuat Sila harus berjinjit meneriakinya.

Albern menatap Sila tajam, "Apa maksudmu iblis? apakah kau pernah melihat iblis setampan ini." Ucap Albern sombong membuat Sila bergidik.

'Tampan apanya? wajah flat seperti itu dia kata tampan. Cuihh!' Batin Sila berdecih. Albern menatap Sila sinis sedangkan Sila menatap kesal Albern. Tanpa mereka sadari seseorang mengulum senyum karena melihat Albern dan Sila yang seperti anak kecil.

"Sudah sudah jangan berdebat. Al kumohon lepaskan tangannya dan kau ... siapa namamu?" Tanya salah seorang teman Albern yang Sila ketahui termasuk anggota The Dark.

"Sila." Jawab Sila singkat. Teman Albern yang menanyakan nama Sila tersenyum,lantas menjabat tangan sila dan berkata, "Aku Elfredo Jorell. Kau bisa memanggilku Fredo." Seru Fredo semangat memperkenalkan dirinya pada Sila. Sila mengangguk menanggapinya, lantas tatapan sila beralih menatap Albern yang kini masih menatapnya tajam.

"Perkenalkan aku Edward dan ini Erol." Ucap teman Albern yang lain. Sekali lagi Sila hanya mengangguk menanggapi, kini Sila sudah tahu siapa saja anggota The dark. Sila tersenyum miring, dirinya berpikir akan membalas Albern nanti.

Sila beralih menatap tanganya yang tetap dicekal oleh Albern, dengan sekali sentakan cekalannya lepas dan Sila dengan cepat pergi dari tempat tersebut. Albern menatap diam kepergian Sila, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Entah apa yang dirinya rasakan, Albern pun tak tau itu.

Albern membuyarkan pikiran anehnya dan beralih menatap tajam teman-temannya. Fredo yang tahu bahwa dirinya juga ditatap dengan tajam akhirnya tersenyum dan mengatakan pada Albern, "Aku hanya ingin tau namanya." Setelah mengatakan hal tersebut, Albern, Fredo, Edward, dan juga Erol pergi meninggalkan kantin.

*****

"Apa-apaan The Dark itu, apa karna mereka kaya mereka bebas menindas orang begitu? apalagi Albern, cuihh menyebut namanya saja aku tak sudi." Disamping Edwin, Sila marah-marah tak jelas. Entahlah apa yang dipikirkan oleh Sila, hingga dirinya misuh-misuh seperti itu.

Edwin menatap sila bingung, tapi dirinya tetap membiarkan Sila mengutarakan emsoinya. Edwin masih ingat, terakhir dirinya menyela omelan Sila, Sila membogem mentah wajahnya menggunakan tanganya sendiri. Edwin masih ingat jelas kejadian tersebut, bahkan dirinya bersumpah tak akan mengulangi kelakuannya.

Sila menatap Edwin bingung. "Edwin, apa yang kau pikirkan?" Tanya Sila pada Edwin.

"Aku hanya ... hmm tidak papa." Sahut Edwin dengan tergagap.

"Edwin, tanggal berapa besok?"Tanya Sila mengalihkan pembicaraan sembari menatap Edwin. Saat ini mereka tengah dalam perjalanan pulang dari kampus. Edwin mencoba berpikir, "Tanggal 16 memangnya kenapa?" Tanya balik Edwin.

Sila menganga, kini dirinya baru mengingat kalau Tina, sahabatnya berulang tahun besok. Sila merutuki dirinya sendiri, untung saja dirinya tak lupa. Sila berpikir, hadiah apa yang nantinya akan dirinya berikan pada Tina.

"Edwin, kau tak ingat besok Tina berulang tahun?"Hardik Sila. Sungguh sahabat jahanam jika Edwin tidak tahu bahwa temannya berulang tahun besok. Edwin terdiam, menatap Sila bingung.

"Memangnya kenapa kalau tina ulang tahun?" Tanya Edwin terlihat seperti orang bodoh. Sila mengumpat dalam hati, bagaimana bisa dirinya mempunyai sahabat seperti itu. Dan lagi, pertanyaan macam apa itu?

Sila memandang sinis Edwin, "Kau itu bodoh atau bagaimana? Tina berulang tahun, tentu saja kita harus memberikannya suatu hadiah. Dan sudah kupikirkan aku kan memberinya sebuah gaun, bagaimana pendapatmu?" Ucap Sila yang terdengar sangat bahagia.

Beruntung Edwin dan Tina yang memiliki sahabat seperti Sila, bukan hanya baik tapi Sila juga kerap menolong Edwin dan Tina saat susah, begitupun sebaliknya. Sila berjanji pada dirinya, apapun yang terjadi ia tak akan meninggalkan Edwin dan juga Tina. Tina bukan hanya teman Sila ketika dikampus melainkan juga partner kerjanya. Sila dan Tina bekerja pada tempat yang sama, bekerja di cafe sebagai pelayan. Walaupun hanya seorang pelayan Sila tak pernah minder akan statusnya. Sila tahu bahwa dirinya bukanlah anak dari orang kaya.

Kembali ke topik, Edwin menyuarakan pendapatnya pada Sila. "Kau belikan saja Tina kue, sedangkan aku akan membelikannya gaun." Ucap Edwin pada Sila. Sila merengut menatap Edwin. Apa Sila dianggap tidak mampu oleh Edwin, tapi Sila cukup mengerti kalau Edwin hanya ingin dirinya tak repot. Akhirnya Sila hanya mengangguk menanggapi pendapat Edwin.

*****

Setelah sampai dirumahnya dengan segera Sila turun dari mobil dan berpamitan pada Edwin. Sepi, itulah suasana yang menggambarkan keadaan rumah Sila saat ini. Sila tinggal bersama Ibu dan Ayahnya, Ibunya memiliki sebuah rumah makan kecil bersama Ayahnya. Kerap kali Sila datang ke rumah makannya dan membantu kedua orangtuanya.

Sila membersihkan tubuhnya, mengganti pakaiannya dan bergegas ke tempat tidur untuk merebahkan tubuhnya. Sila mendongak menatap langit-langit kamarnya. Selalu seperti ini, Sila selalu tinggal dirumah sendiri sedangkan Ayah dan Ibunya menjaga rumah makannya. Sila meraih ponsel diatas nakas dan memandangnya dalam diam, meratapi nasibnya yang begitu buruk karena bertemu dengan The Dark.

Sila meremas kuat ponselnya dan membantingnya ke kasur, menelungkupkan kepalanya diantara kedua tangan. "Argghh! ini semua karena Albern sialan itu, sekarang aku harus bagaimana untuk menghubungi orang-orang?!" Teriak Sila kesal. Sila mengumpat dalam hati, bersumpah akan membalas Albern pemimpin The Dark.

Sila mencoba berpikir, cara apa yang nanti akan dirinya lakukan untuk membalas perbuatan Albern. Masa bodo jika nantinya Sila akan dihujat semua orang, yang terpenting baginya adalah membalas Albern. Ya ... Sila akan membalas Albern.

Semakin lama mata Sila semakin berat sehingga dirinya memutuskan untuk tidur.

*****

Sinar matahari yang masuk melalui celah korden membuat seorang gadis yang sedang bergelut dengan selimutnya terbangun.

Sila bangun dari tidurnya sembari merenggangkan otot-otonya dan bergegas menuju kamar mandi. 15 menit dikamar mandi, Sila segera keluar dan memakai pakaiannya. Dengan gerakan cepat Sila berjalan menuju meja makan dan sarapan. Terlihat di meja makan ada Ayah dan juga Ibu Sila yang sedang memakan sarapannya.

"Ayah, Ibu. Kupikir kalian tidak akan pulang seperti kemarin." Ucap Sila sembari memakan roti coklatnya. Ibu Sila tersenyum, sedangkan Ayah Sila tetap memakan sarapannya.

"Tentu saja kami pulang, tidak mungkin kami meninggalkan putri kecil kami yang manis ini." Sahut Ayah Sila yang kini mencubit pipi Sila dengan gemas. Sila tersenyum menanggapi, Sila merasa beruntung memiliki orangtua seperti Ayah dan Ibunya. Mereka menyayangi Sila dengan sepenuh hati. Bahkan mereka rela melakukan apapun demi membahagiakan Sila, Sila sungguh bangga pada orangtuannya.

"Ayah, Ibu. Sila harus berangkat sekarang, sampai jumpa." Ucap Sila sembari mencomot roti keduanya dan berlari keluar rumah. Sila menaiki sepedanya dengan suasana hati yang gembira. Kebiasaan Sila ketika Edwin tak menjemputnya adalah pergi ke kampus menggunakan sepeda.

Sila berbelok menuju kedai kue dan berhenti disana. Sila berencana akan memberikan sebuah kue untuk Tina. Sila segera memasuki kedai tersebut dan mulai melihat-lihat kue yang akan dirinya beli untuk Tina. Sila memutuskan untuk membeli kue coklat yang dirinya hiasi dengan tulisan 'Happy birthday Tina.'

Sila mulai melajukan sepedannya menuju kampus. Sesampainya di kampus, Sila memarkirkan sepedanya ditempat penitipan dan mulai berjalan menuju Edwin yang kini sedang bersender di mobil hitamnya.

"Hai Edwin, bagaimana kabarmu?" Sapa Sila pada Edwin.

"Aku baik, kau?" Tanya balik Edwin.

Sila tersenyum pada Edwin. "Seperti yang kau lihat. Oh iya, dimana gaun yang akan kau berikan untuk Tina?"

Edwin menuju jok belakang mobilnya dan mengambil sesuatu disana. Memperlihatkan sebuah kotak berwarna biru pada Sila. Sila tersenyum lantas mengajak Edwin untuk bertemu dengan Tina. Sila dengar dari Edwin bahwa saat ini Tina sedang berada di kantin kampus untuk mengerjakan tugas-tugasnya.

Sila dan Edwin berjalan menuju kantin untuk bertemu dengan Tina. Sesampainya disana terlihat jelas Tina yang tengah duduk di pojok kantin yang disibukan kertas-kertasnya.

Sila dan Edwin berjalan mengendap-endap menuju meja Tina. Bahkan Tina tak menyadari ada 2 sahabatnya yang kini berjalan kearahnya. Sesampainya disamping Tina, "Happy birthday Tina!!" Teriak Edwin dan Sila. Untung saja suasana kanting sangat sepi saat ini, sehingga tak ada orang yang mendengar teriakan mereka kecuali penjaga kantin.

Tina berjingkat kaget sembari mengelus dadanya dan berkomat-kamit mengucapkan sesuatu yang tak diketahui oleh Edwin dan juga Sila. Tina menatap 2 sahabatnya tajam. "Kalian ingin aku segera mati?!"

Sila dan Edwin tertawa mendengarnya dan memberikan kue dan sebuah kotak pada Tina. Tina yang tadinya marah segera memeluk kedua sahabatnya erat setelah menerima hadiah dari Sila dan juga Edwin. Berpelukan sangat erat hingga sulit bagi Sila untuk bernafas karena tubuhnya yang kecil.

Setelah puas berpelukan cukup lama dengan kedua sahabatnya, Tina menatap Edwin dan Sila penuh haru. "Terima kasih." Ucap Tina yang diiringu dengan tangis kecil.

Sila tersenyum manis pada Tina. "Tina kau sahabat kami tentu saja kami akan melakukan ini. Lagipun kami sangat menyayangimu."

"Sudah sudah. Tina, Sila ayo kita segera pergi ke kelas." Ajak Edwin yang ditanggapi anggukan oleh Sila dan juga Tina.

Ketika Sila sedang berbincang dengan Tina sembari berjalan menuju pintu luar kantin, tak sengaja Sila menabrak seseorang dan mendorongnya kedepan. Sehingga kepala orang tersebut tertelungkup di kue yang dibawa oleh Tina. Sila melotot menatapnya, astaga sudah habis riwayatnya ketika tahu siapa yang dirinya dorong.

Albern menatap Sila tajam sedangakan Sila menatap Albern sembari menahan tawa. Albern mencekal tangan Sila dan mendorongnya hingga terhantam dinding. Sila meringis menahan sakit dipunggungnya. Albern mengambil alih kue yang sudah hancur dari Tina dan segera membuangnya tepat diwajah Sila yang sedang bersandar di dinding.

Sila terperangah menatap baju yang dirinya pakai kini terlumuri oleh cream kue. Setelah puas dengan kelakuannya, Albern beranjak pergi dari sana yang diikuti oleh Fredo dan juga Erol. Sedangkan Edward berjalan menuju Sila dan berjongkook didepannya seraya memberikan sapu tangannya dan setelah itu berlalu pergi.

Sila diam mematung menatap Edward yang kini berjalan menyusul teman-temannya. Tanpa sadar Sila tersenyum kecil menatap Edward. Dengan segera Edwin dan Tina membantu Sila untuk berdiri dan segera mengantarnya ke kamar mandi.

Jangan lupa vote dan komen. Beri ulasan kalian tentang cerita ini. Semakin banyak vote semakin semangat aku nulis❤❤

Altae_05creators' thoughts