webnovel

BAB III: Rencana di Jakarta

JAKARTA, 12 Agustus 2016.

Hari ini kota Jakarta di guyur hujan deras. Langit gelap, menghalau jalan. Sebagian orang mendesah kecewa karena aktivitasnya terganggu. Sedangkan seorang lelaki bertubuh tegap, rambut ash brown, dan memakai pakaian kantor justru menikmati hawa dingin dari balik jendela kantor. Gorden terbuka lebar menampilkan guyuran hujan tak kunjung terhenti. Lengan sengaja dimasukan kedalam saku celana, tatapannya fokus pada langit.

Ada sesuatu yang ia ingin tanyakan pada langit, "Apa Ibu baik-baik saja di sana? Dimana Ibu berlindung saat hujan seperti ini?"

Ray Biantara khawatir. Takut jasad Ibunya kedinginan, takut Ibunya sakit.

Gila. Ya, Ray memang gila. Setiap hujan turun, dia selalu ingat wanita yang melahirkannya. Semenjak kepergian beliau, Ray hidup sendiri. Walau disisinya masih ada sang Ayah. Tetapi, tidak sepenuhnya beliau hadir.

Ray benci jalan hidupnya.

Kejadian empat tahun lalu masih membekas jelas, Ray tidak bisa melupakannya. Tentu, kehilangan orang yang sangat dicintai begitu menyakitkan ketimbang jatuh dari lantai tertinggi Apartement. Jika luka fisik, diobati akan sembuh, 'kan? Tapi, luka batin? Apa bisa sembuh dan hilang begitu saja? Sulit.

Dia masih tidak menyangka akan kehilangan beliau.

Saat itu, Ray berusia 10 tahun. Dimana saat beranjak remaja, seorang anak membutuhkan dukungan penuh untuk menjadi jati diri. Namun, sayangnya Ray tidak seperti anak lain yang masih bisa bercerita tentang hari-harinya pada orang tua. Sekalipun bisa, hanya pada sang ayah. Itu juga waktunya terbatas. Berbeda dengan Ibu, dia selalu ada disaat pulang sekolah, saat kita tidur siang, bahkan sehabis main—sosoknya selalu setia menunggu didepan pintu.

Luar biasa bukan?

Semenjak kehilangan, Ray menutup diri dari lingkungan. Selain waktu sekolah, dia tidak pernah pergi kemanapun. Kamar adalah tempat satu-satunya dia berlindung dari ejekan teman-teman. Ya, dia diejek. Teman sekelas mengejeknya seolah-olah Ray adalah lelaki paling menyedihkan di Dunia.

Mereka berkata, "Woi, lihat si Ray! Sekarang dia udah nggak punya Ibu," mereka tertawa senang. "Biasanya nih ya, anak nggak punya Ibu tuh jadi berandal. Bener nggak, teman-teman?"

Maksud mereka adalah pembuat onar, sebab tidak ada lagi yang mengurusnya. Nasib Ray akan terlantar. Apa yang mereka katakan benar, Ray terlantar. Sang Ayah sibuk mencari nafkah demi biaya hidup, meskipun hartanya sudah banyak. Kadang kala saat Ray meminta waktu untuk pergi berdua sekedar mengunjungi museum.

Tara selalu berlasan, "Maaf, ya. Ayah nggak bisa. Masih banyak kerjaan, nih. Belum bisa ditinggal. Gimana kalau Ayah beliin Ray mainan? Nanti, Ayah kasih uangnya ya."

Ray menunduk kecewa, anak seumurnya belum terlalu menginginkan uang. Dia hanya butuh waktu satu jam sang Ayah, tapi kenapa rasanya sangat sulit? Alhasil, Ray jalan sendiri ditemani Assisten Tara.

Sebab sudah terlalu sering diberikan uang, Ray menanamkan sebuah kalimat dalam benaknya, "Hanya dengan uang, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau." Jadi, jika Ray memiliki uang, Ray bisa memberikannya pada seseorang supaya orang tersebut menuruti apa yang Ray inginkan.

Paham?

That's right. Sampai sekarang kata-kata itu berlaku untuk Ray.

Di umur 15 tahun, Ray mulai berpikir keras untuk menghasilkan uang.

Percaya tidak percaya, di umur 15 tahun, Ray pernah mencicipi alkohol dalam ruangan Tara. Ia pikir itu adalah minuman rasa buah, tapi begitu Ia mencoba, rasanya aneh namun sangat nikmat secara bersamaan. Mulai darisana, Ray penasaran, Ia mencari tahu di google dan juga bertanya pada beberapa orang disekitarnya tentang minuman tersebut. Munculah ide gila untuk membangun usaha bar dengan uang hasil pemberian Tara setiap bulan.

Siapa yang menyangka diumur Ray yang baru menginjak usia 19 Tahun, sudah memiliki usaha bar ternama di Florida. Julukan pembisnis pemuda sukses sangat cocok untuknya. Oleh karena itu, sosoknya sangat terkenal di Florida. Namun, yang mereka kenal bukanlah Ray Biantara melainkan Bian Castle—nama inggrisnya.

Dalam usahanya, Ray selalu dibantu oleh Asisten Tara bernama Faras. Faras juga suka memberikan perhatian kecil pada Ray. Itulah yang membuat Ray terkadang berpikir, "Kenapa nggak Paman Faras aja yang jadi Ayah Ray?"

Haha, gila.

Sekarang Ray sudah memiliki satu bisnis besar di Florida. Ray pernah bermimpi untuk tinggal di sana, kemudian tinggal di dekat laut, pasti akan sangat menyenangkan. Selain itu, Ray ingin pergi dari sisi Tara. Bisa dibilang sebagai pembalasan dendam saat Ray kecil. Ia ingin Tara merasakan apa yang Ray rasakan. Itu saja.

Sudah satu tahun lamanya, Ray tinggal di Florida. Saat ini, dia harus balik ke Jakarta karena Faras mengabari jika Tara sedang jatuh sakit dan butuh perawatan. Di sinilah ia, menggantikan sementara jabatan sang Ayah sebagai direktur utama perusahannya. Meskipun Ray tak mengerti, Faras tetap memaksa.

Tok…tok…tok…

Tubuh Ray berbalik melirik pintu. "Masuk,"

Pintu terbuka menampilkan sosok lelaki tua yang berada di cerita Ray—Faras. Lelaki itu tersenyum tipis melihat sosok Ray yang sangat berbeda. "Tiket kembali ke Florida udah tersedia, nak. Saya udah pesan dan besok—"

"Tunda dulu, Paman." Ray menyela sembari menghela napas. Tungkainya menuju meja kerja Tara. "Ada yang ingin saya pastikan sebelum balik."

"Oh, apa nak?"

"Tentang seseorang."

Satu – persatu Ray melihat isi amplop coklat di atas meja. Sedangkan telinganya menyimak penjelasan detail dari lelaki bertubuh besar dan tinggi.

"Lo yakin semuanya udah benar?"

"Udah, Tuan muda. Setiap informan yang saya dapatkan berasal dari orang terdekat klien. Jadi, Tuan muda tenang aja. Semuanya terbukti, no hoax."

Ray mengangguk percaya. "Kirim rekening lo. Biar gue bayar sekarang."

Selagi menunggu, Ray merapihkan isi amplop dan memasukan kembali. Kecuali satu foto yang memperlihatkan gadis cantik nan muda tengah tersenyum cerah, kacamata bulatnya sangat khas begitu dengan kunciran rambut. Tanpa sadar, salah satu sudut bibir Ray terangkat. "Well, let's start a game, bae."

Hai, ini untuk Bab tiga nya. semoga kalian enjoy ya! Yuk berikan saran dan kritik buat yang ada, jangan pendem dalam hati. Jangan sungkan :)

_ladybaeecreators' thoughts