webnovel

Bab 5 Sekolah Kedokteran Terbaik di Negara Ini

"Ya, tadi pagi aku memberi tahu Lola kalau dia harus diterima di universitas tempat kakaknya belajar atau tidak perlu belajar kedokteran sama sekali. Jadi, dia memutuskan untuk mengambil jurusan ekonomi dan bisnis di universitas yang sama."

Antusiames Esther ketika datang mengunjungi kakak sepupunya langsung padam. Entah kenapa, Lina merasa senang melihat ekspresi adik sepupunya. Dia berusaha mencairkan susasana depresi yang memenuhi ruangan, "Ayo cepat seduh tehnya, bukankah kalian ingin mencoba teh impor? Teh English breakfast ini dibeli langsung dari London."

Esther terdiam selama beberapa saat. Dia tidak tahu kalau kemungkinan putrinya menjadi seorang dokter sangat kecil. Dia tahu dokter harus mengikuti berbagai macam tes dan menempuh pendidikan yang lama, tetapi dia tidak menyangka persaingannya begitu kejam.

"Para tamu sudah datang?" Pintu ruang belajar terbuka dan seorang pria paruh baya berbadan tinggi berjalan keluar. Penampilan pria itu terlihat elegan, dia mengenakan kacamata berbingkai emas. Pria itu adalah suami Lina, namanya Dimas Hardiyanta.

"Halo, Kakak ipar." Esther segera menyapa kakak iparnya.

"Aku dengar kamu ingin mengambil jurusan kedokteran?" tanya Dimas. Kelihatannya pria itu mendengar percakapan di ruang tamu.

"Ya. Clara ingin menjadi dokter bedah." Esther segera menjawab pertanyaan itu. Dia berpikir mungkin Dimas memiliki pendapat yang berbeda.

"Berhenti bermimpi." Perkataan Dimas seperti air dingin yang menyiram Esther sehingga dia tertegun.

"Kamu jangan terlalu kejam. Sepupuku tidak mengerti dunia kedokteran." Lina tersenyum sambil menepuk lengan suaminya.

"Apakah kamu tidak memberi penjelasan pada mereka? Dia ingin menjadi seorang ahli bedah? Obstetri dan ginekologi juga memiliki prosedur bedah. Apakah dia ingin menjadi dokter obgyn?" tanya Dimas.

"Tidak, Paman. Aku ingin menjadi dokter bedah toraks dan kardiovaskular." Clara yang awalnya diam akhirnya angkat bicara.

"Ahli bedah kardiotoraks? Sejauh yang aku tahu, negara kita tidak memiliki ahli bedah kardiotorakas wanita." Dimas melipat tangannya di depan dada sambil menggelengkan kepalanya.

"Beberapa hari lalu ada artikel di koran… " Esther juga ingin mengatakan putrinya rajin membaca koran.

"Surat kabar hanyalah propaganda. Aku tahu siapa yang kalian maksud. Dokter itu dikirim ke luar negeri untuk mengikuti pelatihan. Sejauh yang aku tahu, direktur rumah sakit adalah keluarga dokter itu. Dia meminta keponakannya memimpin beberapa operasi dan mempublikasi artikel mengenai operasi itu di koran untuk meningkatkan reputasi rumah sakit mereka. Sebenarnya operasi yang dipimpin oleh dokter itu adalah operasi sederhana. Rumah sakit tidak akan pernah memberikan operasi yang sulit." Dimas berhenti sejenak sebelum melanjutkan.

"Departemen obstetrik dan ginekologi adalah pengecualian karena keluarga pasien biasanya meminta dokter wanita. Tapi, operasi yang membutuhkan kompetensi tinggi dan berisiko tinggi tidak akan diberikan pada dokter wanita." lanjut Dimas.

"Kenapa dokter wanita tidak diberi kesempatan yang sama?" tanya Esther dengan terbata-bata.

"Apakah seorang wanita bisa tidur larut malam? Apakah seorang dokter wanita bisa berdiri di ruang operasi selama 24 jam tanpa merasa lelah? Dokter wanita pasti akan mengalami menstruasi setiap bulan. Apakah dalam periode itu mereka bisa bekerja tanpa terganggu? Belum lagi mereka pasti akan menikah dan melahirkan anak." kata Dimas dengan nada sarkastik.

Perkataan Dimas adalah situasi yang dialami oleh para dokter wanita. Esther hanya bisa menundukkan kepalanya dengan putus asa.

"Sebaiknya kamu menasihati putrimu. Jangan mengambil jurusan kedokteran, dia bisa mengambil jurusan ekonomi, akuntansi, atau pendidikan untuk menjadi guru. Profesi itu cukup populer di kalangan pria. Aku yakin dia tidak akan kesulitan mencari jodoh di masa depan." Lina segera memberi saran pada sepupunya.

"Tidak, Tante. Aku ingin menjadi seorang dokter. Aku akan mendaftar ke universitas negeri di kota Jogja. Aku akan mengambil program sarjana selama delapan tahun, program master dan doktoral dengan spesialis bedah. Aku akan menjadi siswa dari program yang hanya merekrut 10 orang setiap tahunnya." Clara mengatakan keinginannya dengan penuh tekad. Dia telah dilahirkan kembali dan sekarang adalah kesempatannya untuk memenuhi mimpinya selama dua kehidupan.