webnovel

Bab 4 Kualifikasi untuk Menjadi Seorang Dokter

Seorang wanita dengan rambut pendek dan penampilan rapi terlihat dari balik pintu. Wanita paruh baya itu memiliki tahi lalat di pipi sebelah kiri yang dikenal sebagai tanda kecantikan.

"Itu tantemu, cepat sapa dia." Esther melirik putrinya.

"Halo Tante." sapa Clara dengan suara pelan.

"Mari, masuk." kata Lina sambil berjalan ke ruang tamu.

Esther mengajak putrinya masuk, lalu menutup pintu.

"Jangan lupa mengganti sandalmu dengan sandal rumah." Lina mengingatkan tamunya.

"Kak, sandal rumahmu terlihat sangat indah." Kata Esther sambil mengenakan sandal rumah yang telah disediakan.

"Sandal-sandal itu buatan luar negeri." Lina tertawa ketika mendengar pujian adik sepupunya.

"Sandal dari luar negeri?" Esther mengamati sandal di kakinya dengan saksama.

"Ma, ayo duduk." Clara menarik lengan ibunya untuk duduk di sofa.

Esther tidak merasa ada yang salah dan dia malah menasihati putrinya, "Kamu harus mendengarkan perkataan tantemu. Mereka pasti tidak akan keberatan memberimu barang-barang dari luar negeri di masa depan."

Tiba-tiba Lina berkata, "Di bawah meja kopi ada teko teh. Kalian bebas memilih minuman yang kalian inginkan. Kami punya berbagai macam teh, ada teh impor dari Eropa, teh Tieguanyin dan teh longjing dari West Lake. Silakan buat sendiri."

Esther merasa senang saat mendengar perkataan kakak sepupunya. Dia segera mengambil teko air, lalu merebus air untuk membuat teh.

Clara duduk di sofa sambil memangku tas sekolahnya.

"Kak, aku tidak melihat kakak ipar." Tanya Esther sambil membawa teko air.

"Dia sedang membaca di ruang belajar," jawab Lina.

Esther segera mengutarakan niatnya, "Kami ingin meminta saran kakak ipar. Clara bilang dia ingin menjadi seorang ahli bedah."

"Ahli bedah?" Lina terdiam sejenak sebelum melanjutkan.

"Apakah putrimu ingin belajar kedokteran?"

"Ya. Bukankah aku sudah memberitahumu di telepon? Tolong bantu Clara mencari pekerjaan di rumah sakit tempat Kakak bekerja setelah dia lulus." Jawabnya.

"Sekarang kami juga kesulitan untuk mempertahankan pekerjaan kami di rumah sakit. Akhir-akhir ini kualifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit ketika mempekerjakan seorang dokter juga mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, lulusan S1 tidak akan diterima. Mereka hanya menerima dokter yang telah menempuh pendidikan spesialis atau di atas itu. Aku takut Clara tidak akan mendapat kesempatan." Lina memberi penjelasan sambil menatap sepupunya dengan tatapan merendahkan.

"Apakah Kakak tidak bisa membantu Clara?" tanya Esther dengan wajah cemas.

"Sebenarnya, Clara mungkin bisa bekerja di rumah sakit kami sebagai keluarga direktur rumah sakit. Tapi, putra direktur kami sudah menikah dan memiliki anak. Jadi Clara tidak bisa menggunakan jalan ini." Kata Lina.

"Kak, apakah Kakak benar-benar tidak bisa membantu?" tanya Esther.

"Jalan satu-satunya adalah Clara diterima melalui jalur rekrutmen yang dilakukan oleh rumah sakit. Sebaiknya kita menunggu hingga Clara diterima di universitas. Kamu tidak perlu khawatir. Kita belum tahu hasil ujian nasional putrimu." Kata Lina.

"Guru Clara mengatakan nilainya sangat baik. Dia mengikuti simulasi ujian di kota dan berhasil mendapat ranking 100 besar." Esther berusaha mempromosikan putrinya.

"Apa gunanya menjadi siswa terbaik di kota ini? Putraku diterima di universitas negeri terkenal di Surabaya. Jika Clara ingin belajar kedokteran, dia harus menjadi siswa terbaik di propinsi. Rumah sakit kelas satu di propinsi ini hanya merekrut siswa yang lulus dari universitas tempat putraku sekolah. Apakah kamu ingin putrimu menjadi tenaga kesehatan di puskesmas?"

Esther benar-benar kaget setelah mendengar perkataan sepupunya. Dengan persaingan yang begitu ketat, apakah putrinya mampu merealisasikan mimpinya untuk menjadi seorang dokter?

"Universitas tempat putraku bersekolah hanya menerima 2000 siswa terbaik di negara kita. Aku yakin Clara tidak mungkin lolos tes mereka." Lina akhirnya menarik kesimpulan.

"Kak, apakah itu alasan putrimu …"