webnovel

Bab 19 Hasil Ujian

Benar sekali.

Jika dokter itu bekerja di rumah sakit yang sama dengan tantenya, pasti telah menjodohkan putrinya pada pria setampan itu.

'Dia dokter dari rumah sakit mana?' Pikir Clara sambil berjalan pulang.

Hasil ujian UMPTN keluar pada bulan Agustus. Selama menunggu, Clara menemukan pekerjaan paruh waktu di supermarket. Uang yang dia hasilkan lumayan banyak. Dia membeli sepatu lari agar dapat latihan lari setiap pagi. Sisanya, dia simpan untuk uang jajan di universitas.

Ketika pulang ke rumah, dia jarang berbicara dengan ayahnya. Clara merasa tidak ada yang perlu mereka bicarakan sejak pertengkaran beberapa waktu yang lalu.

Bagas adalah pria yang sangat patriarkal. Setiap kali dia pergi minum dan mengobrol dengan rekan-rekannya, dia selalu berkata seperti ini, "Putriku? Gurunya datang ke rumah dan mengatakan Clara tidak mungkin menjadi dokter. Aku sudah mengatakan dia harus menikah jika gagal ujian."

"Bagas, kenapa kamu tidak mengatakan hal yang baik tentang ujian putrimu?"

"Memangnya aku harus bagaimana? Suatu hari nanti dia pasti akan menikah, bukan? Apa dia bisa membantuku setelah dia tinggal bersama suaminya?"

Pada pukul sebelas malam, Bagas pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Wajahnya tampak merah dan dia memarahi istrinya, "Semua ini salahmu! Kenapa kamu membuang uang untuk membesarkan anak tidak berbakti itu."

"Clara adalah putrimu, kenapa kamu bilang dia tidak berbakti?" Esther mengambil handuk basah untuk membersihkan wajah suaminya, "Bisakah kamu berhenti minum? Kamu sebaiknya memperhatikan perkataanmu, jika Rara benar-benar menjadi dokter, kamu akan..."

"Jika dia bisa menjadi dokter, aku akan berlutut padamu!" Bagas mulai meracau lagi.

"Hasil ujian akan keluar besok." Esther mengingatkan suaminya untuk menjaga mulutnya.

"Nilainya akan keluar? Apa nilai ujiannya sudah keluar?" Bagas tertidur di atas meja sambil bergumam.

Esther memukul suaminya beberapa kali menggunakan handuk.

Keesokan harinya, hasil ujian UMPTN dikirim ke masing-masing sekolah. Matahari telah terbenam dan langit menjadi gelap. Karena mereka sedang libur sekolah, ruang guru tampak kosong dan hanya ada guru kelas 3 di sana. Mereka baru saja menerima hasil ujian para siswa dan tampak berlari ke kantor dan mulai menelepon siswa mereka.

Laura berjalan di belakang guru lainnya. Setelah memasuki kantor, dia ragu-ragu sejenak sebelum menelepon rumah ketua kelas, "Aldo, kamu dan pengurus kelas tolong bantu Ibu menghubungi teman-teman sekelas kalian untuk datang ke sekolah besok pagi. Hasil ujian kalian sudah keluar."

"Bu Laura, apakah hasil ujian UMPTN benar-benar telah diumumkan?" tanya Aldo dengan penuh semangat.

"Ya."

"Bu Laura, nilai saya bagaimana?" tanya Aldo.

"Nilaimu..." Laura ragu-ragu sejenak, "Kamu bisa ikut ujian lagi tahun depan."

Aldo tertegun selama beberapa detik, "Bu Laura, apakah nilai seluruh siswa di kelas kita jelek semua?"

"Seharusnya nilai mereka bisa lebih baik." jawab Laura dengan diplomatis.

Aldo langsung terdiam.

Tiba-tiba kepala Laura terasa sakit.

Di kelas mereka, ada siswa yang mendapat hasil baik dan jelek. Apakah Laura merasa senang ketika muridnya mendapat nilai bagus? Salah! Laura hanya merasa senang jika murid yang dia sukai mendapat nilai bagus. Jika murid yang tidak dia sukai mendapat nilai bagus, hal ini pasti akan menimbulkan masalah. Nilai murid itu secara tidak langsung membuktikan bahwa kemampuannya dalam menilai seorang siswa sangat buruk. Mana mungkin Laura merasa gembira?!

Tapi dalam ujian UMPTN kali ini, bahkan ketua kelas seperti Aldo mendapat nilai yang jelek. Banyak siswa yang diperkirakan akan mendapat hasil yang memuaskan, malah mendapat hasil jelek. Para guru dan kepala sekolah merasa kecewa karena mereka berharap siswa mereka menempati peringkat teratas di kota mereka.