"Di mall? Kan sejuk juga." Kataku menetralkan perasaanku yang seakan ingin meledak.
"Itu beda, eh tapi Ayah yang kata Ayah tadi beneran kan?" Katanya.
"Yang mana?" Tanyaku bingung.
"Ponsel, kalo sudah pulang Ayah mau belikan ponsel." Katanya membuat aku mengingat kejadian di sungai tadi.
"Iya, Ayah janji. Masa Ayah bohong." Jawabku sambil mencubit hidungnya.
"Aw sakit, Yah. Kenapa sih suka cubit hidungku" katanya membuat aku gemas ingin segera menerkamnya.
"Habis hidungnya pesek jadi di cubit terus biar bisa mancung." Ucapku.
"Ih Ayah, mah." Dia berbalik merajuk.
"Duh bayi besar merajuk." Aku berkata sambil memeluknya tercium wangi rambutnya.
"Coba duduk sini ada yang mau ayah kasih tahu." Aku membalik badannya dan menyuruh duduk di pahaku.
"Nggak mau?" Jawabnya masih cemberut.
"Ini suatu rahasia loh." Kataku agar dia menurut.
Dia pun menuruti perintahku.
"Apa?" Dia bertanya setelah duduk di pangkuanku, sangat terasa lagi sesuatu mengeras di bawah sana.
"Ayah mau kasih tau, Ayah sayang banget sama Putri." Kataku menciumnya di pipi.
"Apa sih, Yah."
"Ci*m di pipi tandanya sayang." Terus aku menci*mnya di kening.
"Kalo di kening berarti sayang banget." Aku mengeratkan pelukannya di belakang punggungnya.
Aku menc**mnya lagi di dahi.
"Kalo c*um di sini berarti kamu anak yang paling-paling Ayah sayang." Kataku, ku buat dia rileks.
Dia tersenyum senang karena merasa di sayang olehku, mungkin.
"Kalo di sini tandanya Ayah sangat menyayangi lebih dari apapun." Katamu setelah menc**m hidungnya.
Terus aku tidak tahan lagi dan men*** b*b*rnya.
"Terus kalo di sini apa?" Tanyanya polos.
"Ayah sangat sangat sangat sayang Putri."
"Mana sayangnya Ayah dengan Dila?" Tanya Putri.
"Ayah sayang keduanya, kalo Putri sayang nggak sama Ayah?" Kataku.
"Ya sayang lah, Yah."
"Coba kayak Ayah tadi kalo sayang Ayah." Pintaku.
Aku pun menc**m Ayah di pipi, kening, dahi dan hidung.
"Terus di sini nggak?" Tanyaku menunjuk b***rnya.
Dia terdiam sejenak.
"Bukannya nggak boleh ya, Yah c**m di b*b*r?" Tanya Putri ragu.
"Kan sama Ayah, kalo sama orang ya pasti nggak boleh." Kataku memastikan dan dia mau melakukannya, bak singa lapar aku melumat b*b*rnya.
"Emm, Aay..mm" gumamnya karena tidak bisa berbicara.
Aku terus melakukannya dan menelentangkannya, nafs* ini sudah tak tertahankan.
"Ayahh!" Pekiknya.
"Diam dulu, cuma sebentar kok." Ujarku sambil menengok kiri-kanan takut ada orang.
"Ayah mau apa?" Tanyanya
Aku mencoba menarik celan*nya, tapi dia berontak.
"Kalo nggak diam, Ayah lempar kamu dari sini!" Bentakku.
Dia menangis, mungkin baru ini dia mendengar aku membentaknya.
"Sutt, diam dulu." Perintahku, aku menarik celananya hingga selutut.
"Ayah ku mohon!" Melasnya tapi nafs* ini sudah tak tertahankan.
"Ahhh!" Pekiknya ketika mahkotanya telah ku ambil paksa baru aku tau rasa gadis per**an seperti ini nikmatnya, aku menutup mulutnya karena terus merintih.
Aku menangis menahan sakit. Tak lama Ayah merapikan celananya juga celanaku.
Hampir selesai aku melakukannya, tapi dengan cepat aku mengeluarkannya di luar, beruntung aku masih bisa berpikir untuk tidak membuatnya hami*.
"Hiks..hiks.. Ayah kenapa menyakitiku." Katanya terisak setelah aku selesai melakukannya.
"Ma'af ya sayang, Ayah janji nggak nyakitin kamu lagi." Ucapku menenangkannya.
"Ayah jahat!" Teriaknya di sela tangis.
"Ayah akan lebih jahat kalo kamu bilang tentang ini pada siapa pun." Ancamku kesal sambil menekan tangannya.
Dia hanya bisa terisak.
"Ayok kita turun." Ajakku.
"Hiks,,,hiks." Hanya suara tangisnya yang terdengar.
"Kalo nggak turun Ayah akan melakukan lagi." Ku ancam dia dan Dengan terpaksa dia turun.
Putri berjalan dengan tertatih, aku takut ada yang memerhatikannya nanti.
"Biasa saja jalannya, nanti di liat orang!" Perintahku padanya.
"Sini Ayah gendong, naik." Perintahku
Sepanjang jalan aku memikirkan cara agar tidak ketahuan karena pasti akan aneh jika melihat Putri jalan seperti itu, dan aku mendapat sebuah ide.
Sampai di bawah aku menurunkan Putri dan mengambil tanah dan menyapukan ke celananya.
"Kenapa Ayah mengotori celanaku?" Tanyanya.
"Kalo ada yang nanya bilang kamu terjatuh, oke." Perintahku.
"Kalo kamu nggak turutin perkataan Ayah, Ayah akan tinggalin kamu Dila juga ibumu!" Ancamku, aku tau dia sangat menyayangiku lebih dari Ibunya. Tak sia-sia aku memberikan kasih sayang berkimpah padanya.
"Iya." Jawabnya singkat matanya masih mengeluarkan air mata.
Sampai di rumah mertua Putri langsung menuju kamar, di sini hanya ada dua kamar.
"Putri kamu kenapa jalan begitu, celana kamu juga kotor sekali, kamu jatuh?" Tanya Ismi pada Putri.
"Iya dia tadi jatuh karena lari pas naik bukit." Sahutku cepat.
"Astaga, kayak anak kecil aja."
"Kenapa?" Tanya Ibu mertua.
"Itu, Putri habis jatuh." Sahut Ismi.
"Bener, cu? Sakit di mana biar Nenek urut." Kata Neneknya.
"Nggak usah Nek, nanti juga sembuh." Sahut Putri membuat aku bernafas lega.
Aku takut sekali kalau Putri sampai buka mulut tentang sore tadi tapi, sepertinya dia diam saja sedari tadi. Hingga pagi hari Putri tetap diam, aku berharap dia akan tetap diam seperti itu.
Neneknya menyarankan untuk Putri mengurut badannya, aku sedikit deg-degan kalau-kalau ketahuan. Tapi sepertinya Putri tetap merahasiakannya, awas saja kalau dia sampai memberitahu dengan siapapun.
Mereka semua ke kebun, lebih baik aku istirahat di sini. Bayangan Putri berteriak saat ku gauli kemaren terus terngiang, betapa menggairahkan ketika ingat moment itu.
Selesai mereka dari kebun, Dila mengajak kakaknya mandi di sungai, ini kesempatanku.
Sayangnya Ismi ikut juga ke sungai, aku jadi tidak bisa berbuat apa-apa.
"Is, tolong ambilkan sarung ya. Lupa bawa, sama sabun juga." Kataku pada Ismi.
"Oh, iya. Mas." Setelah Ismi pergi ini ke sempatanku, tapi Putri sejak tadi hanya diam di sana. Aku akan mencari perhatiannya. Benar saja setelah melihat ke arahku dan Dila yang asik memainkan gelitik di dalam air dia mendekat. Awalnya dia tidak mau, tapi setelah ku bilang memainkan mainan rahasia dengan Dila dia jadi ingin menggantikannya, entah apa yang dia pikirkan.
Akhirnya dia datang sendiri ke pelukanku, ku gerayangi segala bagian tub**nya, hingga sampai di sesuatu yang membuat aku tidak bisa tidur semalam.
"Ahh, Putri. Kenapa kamu sangat membuat Ayah kehilangan kendali." Gumamku. Putri hanya diam merasakan kegiatanku di dalam air.
Hampir selesai aku melakukan aktivitas gil*ku, terlihat Ismi dari jauh. Ku percepat ini dan beruntung cepat selesai sebelum Ismi melihat kami.
Tiba waktunya kami pulang, Putri hanya diam saja. Membuat aku khawatir padanya.