webnovel

Chapter 17~ Big Brother

~Andrea~

Aku terbangun dengan ketukan di pintuku. Aku pun membuka mata dengan malasnya dan langsung mencari-cari kursi roda yang biasanya terletak di samping tempat tidur. Itu sudah menjadi suatu kebiasaan rutin untukku. Saat mendapati tidak menemukan kursi roda, aku baru mengingat bahwa kursi rodaku berada di kamar mama dan papa. Dengan malasnya aku memakai kaki palsu dan menuju pintu untuk membukanya. Aku melihat ada mama diluar dan entah mengapa mata mama menyorotkan kesedihan. Namun dia tetap menampilkan senyum tipisnya kepadaku.

"Morning mom." Seruku sambil memelukku.

"Morning sweet heart." Balasnya sambil mengelus-ngelus rambutku.

"Mama kenapa sedih?" Tanyaku sambil melonggarkan sedikit pelukan dan memandang wajahnya.

"Kakakmu sudah pulang dan dia terlihat sangat kacau. Dia langsung keluar rumah setelah menaruh barang-barangnya di ruang tamu. Bisa kau bantu mama untuk menghiburnya?" Aku langsung menganggukan kepala dan segera berlari ke bawah.

Aku mencarinya di seluruh lantai bawah dan tidak menemukannya. Aku mencarinya di kamar mama dan papa pun tidak ada. Aku segera berlari keluar menuju tempat persembunyian kami. Biasanya kalau aku atau kakak sedang sedih kami pasti ke sana agar tidak ada yang menganggu kami. Benar saja aku menemukan kakak berada di rumah pohon yang kita buat. Aku sedikit tersenyum lega saat sudah menemukannya, tapi tetap saja hatiku ikut sedih saat melihat kakak sesedih itu.

Aku mendekatinya secara perlahan. Sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku. Aku memasuki rumah pohon itu dan duduk di sebelahnya. Dia terlihat sangat sedih, aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatnya itu. Aku pun mengelus tangannya perlahan dan kakak menoleh kepadaku dengan sorot mata yang terlihat menyedihkan.

Aku pun tersenyum lembut kepadanya dan segera memeluknya erat. Aku dapat merasakan tubuh kakak sedikit merileks di pelukanku. Dia mengehela nafas panjang di pelukanku dan aku sedikit tersenyum bahwa setidaknya kehadiranku dapat membantunya. Aku mengelus rambutnya dengan pelan. Aku tidak menyukai jika kakak sedih seperti ini, kakak adalah orang yang penting di hidupku walaupun dia selalu mengerjaiku tetapi tetap saja dia selalu ada untukku dan melindungiku. Sekarang waktunya aku menghiburnya dan membantunya.

Setelah lama dalam posisi seperti ini aku memastikan jika kakak sudah sedikit baikan dan setidaknya aku bisa bertanya mengapa dia sedih seperti itu.

"Kakak sudah merasa baikan?" Tanyaku. Dia tersenyum dan mengacak-ngacak rambutku.

"Ya, thansk to my lil'sis." Serunya sambil tersenyum walaupun begitu aku bisa melihat bahwa masih ada sorot kesedihan di matanya.

"Sahabat kakak baik-baik saja kan?" Tanyaku pelan. Aku dapat melihat sorot menyesal di matanya saat aku berkata seperti itu.

"Dia sedang koma." Serunya sambil memejamkan matanya.

"Kenapa kakak merasa menyesal seperti itu?" Tanyaku secara lembut takut membuatnya sedih lagi.

"Ceritanya panjang. Yang jelas aku tidak ada di sisinya saat masa terberatnya dan malah menyudutkannya sehingga membuatnya memutuskan untuk bunuh diri." Tutur kakak. Aku sedikit terkejut mendengarnya. Aku tidak percaya bahwa kakak bertindak seperti itu, walaupun aku tidak mengetahui permasalahannya apa. Kakak adalah seorang yang sangat setia kawan dan aku yakin dia tidak akan bertindak seperti itu kecuali kesalahan sahabat kakak memang sangat salah.

"Memang apa yang terjadi dengan sahabat kakak?" Tanyaku berhati-hati.

"Die melecehkan seorang wanita dan wanita itu entah pergi ke mana. Aku marah kepadanya karena bisa-bisanya dia berbuat seperti itu. Aku beberapa kali memukulnya dan mengatakan hal-hal kasar kepadanya. Saat itu aku benar-benar marah dan tidak memikirkan kondisinya. Dia sangat menyesal dan bahkan dia di usir oleh keluarganya setelah mengetahui masalahnya. Aku benar-benar sahabat yang buruk." Aku yang mendengar penjelasan kakak sedikit merasa ngeri dengan perbuatan temannya itu. Sekarang aku mengerti kenapa kakak merasa sangat bersalah dan mengapa dia berbuat seperti itu. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya dan mengatakan apa yang kupikirkan.

"Kakak memang salah karena tidak memikirkan tindakan kakak secara matang. Tapi menurutku kakak tidak sepenuhnya salah. Kakak telah menjadi sahabat yang baik karena telah memberinya pelajaran akibat perbuatannya, dan sekarang kakak sudah berada di sisinya lagi kan? Jadi itu memang bukan sepenuhnya salah kakak. Karena menurutku kalau dia tidak melakukannya sejak awal mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Itu resiko yang di terimanya karena dia melakukan hal semacam itu." Kataku menjelaskan.

"Kau benar... Setidaknya aku tidak harus terpuruk seperti ini." Serunya sambil tersenyum kepadaku.

"Kakak seharusnya tidak berpikiran negatif pada dirimu sendiri." Komentarku.

"Iya-iya.. Apa kau tahu? Tadi adalah nasihat terpanjang yang pernah kau berikan untuk kakak." Katanya dengan nada mengejek sambil tertawa.

"Kakak jahat! Aku sudah membuat perasaan kakak lebih baik dan ini yang kudapatkan?" Keluhku sambil merajuk. Dia terkekeh melihat kelakuanku dan aku tidak bisa menahan senyum saat melihat kakak sudah kembali seperti semula.

"Iya-iya. Kakak akan mentraktir motivator kecil kakak." Katanya sambil sedikit tertawa.

"Benar ya? Pinky promise!" Seruku sambil mengacungkan jari kelingkingku dan dia pun megenggam jari kelingkingku sambil terkekeh.

"Tapi nanti setelah sahabat kakak sudah sembuh dan menyelesaikan masalahnya."

"Baiklah! Akan aku tunggu. Sebaiknya kakak membantunya dengan mati-matian, dengan begitu masalahnya akan cepat teratasi dan aku bisa mendapat makanan gratis." Seruku sambil tertawa.

"Hahaha.. Kau hanya memikirkan makanannya. Tapi baiklah, kakak akan menuruti perintahmu." Serunya sambil mengusap-ngusap kepalaku.

"Kita sebaiknya pulang. Mama dan papa mengkhawatirkanmu. Mama bahkan memberikan permintaan spesial kepadaku untuk menghibur kakak." Seruku sambil beridiri dan menarik tangannya agar ikut berdiri. Dia pun berdiri dengan malasnya.

"Baiklah... Dan apakah teman-temanmu menginap di kamarku?" Tanya kakak.

"Bagaimana kakak tahu?" Tanyaku.

"Aku melihat mobil Alex di halaman dan ku tebak mereka menginap di kamarku karena tidak mungkin mereka tidur di kamarmu kan?" Katanya dan perkataanya seketika membuatku menghentikan langkahku. Oh crap! Bagaimana jika kakak mengetahui kamarnya sudah di berantakan oleh mereka.

"Hmmm... Big bro... I'm so sorry." Seruku spontan.

"Kenapa kau meminta maaf?" Tanyanya bingung sambil berjalan mendekatiku.

"Mmm... Semalam anak-anak cowok mengubah kamar kakak menjadi bioskop mini dan mereka membawa makanan dan aku yakin mereka telah membuat kamar kakak sangat-sangat berantakan." Kataku setengah berbisik dan melihat kakak. Kakak tetap diam saja dan memandangku dengan tatapan menyelidik.

"Dan aku yakin mereka masih tertidur sekarang dengan posisi berantakan karena semalam mereka ketiduran saat menonton film hantu tengah malam." Sambungku karena melihat kakak yang diam saja.

"Geez... Boys!" Serunya sambil sedikit terkekeh.

"You aren't angry?" Tanyaku sambil melihatnya dengan tatapan memelas.

"Of course I'am! Tapi aku dapat memahaminya karena aku pernah mengalaminya saat seusia kalian. Bahkan waktu dulu kakak benar-benar menghancurkan rumah teman kakak." Serunya sambil tertawa. Aku pun menghela nafas lega dan mulai berjalan kembali menuju rumah.

Kami pun berjalan perlahan sambil bercerita-cerita. Aku memeluk lengan kiri kakak dan bergelayut dengan manja, aku sangat-sangat menyayangi kakak.

Sesampainya di rumah aku mendapati ruang tamu kosong. Aku pun melihat ke arah ruang keluarga dan dapur dan aku menemukan mereka, aku dapat melihat beberapa temanku sudah bangun. Aldo dan Alex sedang berbicara di halaman belakang sementara Kyla sedang membantu mama di dapur dan papa sepertinya dia masih di kamar.

"Ma aku pulang!" Seruku sambil tetap bergelayut manja di lengan kakak.

"Hei...! Mama sudah menyiapkan sarapan." Serunya sambil tersenyum.

"Are you okay son?" Tanya papa yang tiba-tiba berdiri di belakang kami sambil meletakan tangannya di bahu kakak.

"Ya.. A bit better now. Thanks to her!" Seru kakak sambil mengacak-ngacak rambutku. Aku pun tersenyum senang karena di puji oleh kakak seperti itu.

"That's my kids." Seru papa bangga sambil mengacak-ngacak rambutku dan kakak secara bersamaan.

"That's my kids too!" Protes mama. Kami pun tertawa atas protesannya.

"Our kids!" Seru papa memperbaiki.

"Kalian sangat dekat! Aku iri." Komentar Kyla.

"Memang keluargamu bagaimana?" Tanyaku. Seingatku keluarga Kyla juga sedekat ini walaupun aku belum pernah bertemu dengan ayahnya.

"Papahku sedang pergi untuk perjalanan bisnis dan kakak kuliah di Paris. Jadi aku kangen dengan mereka." Keluh Kyla.

"Setidaknya kau harus bersyukur. Aku selalu bersyukur walaupun ibuku telah meninggal dan ayah selalu mengurusi pekerjaannya setelah ibu meninggal. Dia tidak pernah ada untukku" Komentar Alex.

"Aku turut berduka Alex." Seru mama sambil menghampirinya dan memeluknya.

Alex sedikit kaget dengan pelukan mama yang tiba-tiba namun dia dapat menerimanya dan sepertinya dia sangat merindukan ibunya. Poor Alex. Aku hanya berharap Kyla dan Alex cepat berpacaran sehingga Kyla dapat mengurusi dan memberikan kasih sayang sebanyak-banyaknya kepada Alex.

"Baiklah mari kita makan." Sahut papa.

"Drea bangunkan teman-temanmu yang lain." Perintah mama. Aku pun bangun dari kursiku dengan malas. Aku sudah sangat lapar sekarang.

"Baiklah mom." Kataku sambil mengajak Aldo untuk membangunkan si kebo dan juga Rafa. Rafa masih tidur karena dia jelas-jelas baru tidur saat pukul 3 pagi, sementara Tio aku yakin jam 1 saja dia sudah tidur. Sekarang sudah pukul sepuluh!

"Kakakmu baik-baik saja?" Tanya Aldo saat kita berjalan menuju lantai dua.

"Dia tidak terlalu baik karena masalahnya belum selesai, tapi setidaknya dia sudah merasa lebih baik dan tidak lagi menyalahkan dirinya sendiri." Tuturku, Aldo pun tersenyum lega mendengarnya.

"Syukurlah."

"Kau mempunyai seorang kakak juga kan?" Tanyaku, dia pun menganggukan kepalanya.

"Kakakku seorang dokter juga. Dia sangat cerewet, dia tidak pernah berhenti berbicara. Hampir sama seperti Tio hanya saja dia mempunyai isi di kepalanya." Kata Aldo sambil tertawa.

"Kakakmu perempuan?" Tanyaku, karena sedikit aneh membayangkan Aldo sedang di ceramahi oleh kakak laki-lakinya. Dia pun menganggukan kepalanya.

Kami pun sampai di kamar kakak dan sedikit terkejut melihat hal yang ada. Tio sedang tidur dengan memeluk kaki Rafa dengan erat sementara Rafa sedang membokongi muka Tio. Aku dan Aldo pun mengeluarkan ponsel kami dan segera mengabadikan hal yang ada. Aku yakin Tio akan sangat marah kepada Rafa setelah menunjukan foto ini. Menginap semalam bersama mereka membuatku mendapatkan foto-foto lucu mereka.

"Mereka sangat aneh saat tidur." Bisikkku kepada Aldo.

"Kau benar. Bayangkan saat aku tidur bersama mereka saat aku sedang menginap." Serunya sambil memutar bola matanya. Aku hanya terkekeh pelan melihat reaksianya.

"Kau tahu, semalam aku sempat terbangun dan aku melihat posisi tidurmu yang paling normal dari yang lain." Seruku sambil terkikik mengingat kejadian tadi malam.

"Memang yang lain seperti apa?" Tanyanya penasaran. Aku pun langsung mengeluarkan handphoneku dan segera membuka galery untuk menunjukan hasil jepretanku semalam kepada Aldo. Dia pun tertawa pelan saat melihat berbagai macam foto-foto yang aku ambil.

"Kirimkan ini kepadaku nanti dan jangan memberitahu yang lain." Serunya sambil tertawa jahil. Kadang-kadang Aldo bisa sangat-sangat kejam dalam menjahili teman-temannya dan dia sedikit menyeramkan saat seperti ini.

"Sebaiknya kita membangunkan mereka sebelum makanan di bawah dihabiskan!" Seruku sedikit panik. Aldo pun tertawa pelan dan segera membangunkan Rafa. Aku mengambil langkah cepat dalam membangunkan Tio. Aku mengambil segenggam air dan menumpahkannya di atas muka Tio. Dia pun tersentak kaget.

"Banjir! Banjir!" Teriak Tio panik sambil mengelap mukanya yang basah dan langsung terduduk. Aku dan Aldo pun terkekeh sementara Rafa masih mengumpulkan nyawanya.

Setelah selesai membangunkan mereka, kami pun bergegas pergi ke bawah meninggalkan para lelaki di bawah. Sesampainya di sana aku segera duduk di sebelah kakak. Sementara Kyla sudah duduk di sebelah Alex.

"Mana yang lain?" Tanya papa.

"Ada di belakang. Mereka berjalan lama sekali."

"Bagaimana ini ma, sepertinya kursinya tidak cukup." Seru kakak.

"Hmmm..." Mama dan papa sepertinya sedang berpikir. Aku juga baru menyadari bahwa kursinya kurang satu.

Aku memiliki ide untuk membawa kursi yang ada di ruang keluarga dan meletakannya sebagai kursi tambahan. Aku segera bangkit dari kursiku untuk mengambil kursi tambahan itu. Saat di jalan aku bertemu dengan ketiga orang itu yang sepertinya terlihat masih sangat mengantuk jadi aku menyuruh Aldo untuk membantuku mengambil kursi tersebut.

Setelah mengambilnya kami segera kembali dan melihat bahwa Rafa duduk di sebelah kakak, sementara Tio duduk di sebelah Alex. Aldo pun menaruh kursi itu di sebelah Tio dan duduk di sana. Aku pun duduk di tempat dudukku tadi, jadi sekarang aku diapit dengan kakak dan Rafa. Kyla yang melihat itu sedikit terkikik dan aku langsung mengerti jalan pikirannya. Aku hanya memandang dirinya dengan pandangan tajam sementara di mengedikkan bahunya sambil tersenyum. Aku pun membalasnya dengan memutar bola mataku.

Kami pun makan dengan diselipi beberapa obrolan kecil. Setelah selesai makan aku dan Kyla membantu mama membersihkan piring kotor sementara para lelaki diminta untuk merapikan kamar kakak seperti semula. Saat yang lain melakukan tugas mereka, papa meminta kakak untuk berbicara berdua mengenai masalah kakak.

Setelah semua aktifitas selesai aku mengajak Kyla untuk mandi di kamarku dan menyiapkan baju yang kebesaran untukku. Sebelum mandi kami sempat berbincang-bincang mengenai segala hal dan Kyla sempat melihat-lihat koleksi novelku dan meminjam beberapa diantaranya. Sambil menunggu Kyla mandi aku berbaring di kasur sambil memikirkan sedikit masalah kakak. Aku mencoba menempatkan diriku di posisi kakak dengan menganggap salah satu temanku melakukan itu dan sekarang aku semakin mengerti perasaan kakak. Semoga saja permasalahan kakak cepat selesai.

"Kau tidak mandi Drea?" Tanya Kyla saat keluar dari kamar mandi.

"Nanti saja setelah kalian pulang. Aku terlalu malas." Kataku sambil tetap berbaring di kasurku.

"Aku baru tahu kau pemalas." Katanya sambil tertawa.

"Asal kau tahu saja Kyl aku lebih rajin dari pada kakak!" Seruku saat membandingkan diriku dengannya yang selalu bermain game.

"Kalau aku kebalikannya." Aku Kyla sambil tertawa dan melihat-lihat sekeliling kamarku. Sementara aku mengabaikannya dan menutup mataku.

"Kau mempunyai barang-barang yang bagus Drea." Seru Kyla sambil terkikik. Aku pun membuka mataku melihatnya memegang kalung yang di berikan Rafa kecil kepadaku.

"Hei jangan pegang itu. Itu barang penting untukku." Seruku sambil berdiri dan mengambil kalung mainan itu.

"Bagaimana bisa kalung itu menjadi penting untuk mu?" Tanyanya sambil kembali melihat-lihat barangku. Untung saja foto-foto waktu aku masih kecil sudah aku sembunyikan.

"Dulu waktu aku masih kecil aku mempunyai seorang sahabat laki-laki. Dia berpisah denganku tiga bulan kemudian dan dia memberikan kalung itu dan berjanji kepadaku untuk kembali ke sini dan menukarkannya dengan kalung sungguhan." Tuturku kepadanya.

"Ouuu... Apakah dia lucu?" Tanya Kyla dan aku pun mengaggukan kepalaku.

"Dia orang yang penting di hidupku. Bisa dibilang dia sahabatku yang pertama dan membuatku tersenyum untuk pertama kalinya." Kataku sambil mengingat kembali Rafa saat kecil.

"Sepertinya kau menyukai sahabat kecilmu itu. Pertama kalinya aku melihatmu tersenyum selebar itu." Seru Kyla sambil melihatku lekat-lekat dan tersenyum.

"Kalau maksudmu dalam hal romantis, aku tidak menyetujuinya. Ya ampun Kyl saat itu aku masih kecil." Protesku.

"Aku tahu. Tapi sepertinya kau memang menyukainya. Bagaimana dengan nasib Revan sekarang." Katanya sambil terlihat frustasi. Aku tertawa melihat reaksinya.

"Geez Kyl. Jangan bahas hal-hal seperti itu lagi. Lagian Rafa itu tidak menyukaiku." Seruku keras kepala.

"Baiklah... Baiklah... Aku tidak akan berbicara seperti itu lagi. Tapi saat kalian berpacaran kau harus membelikanku Star Buck." Serunya.

"Baiklah-baiklah, terserah kau saja. Sebaiknya kita keluar sekarang siapa tahu para lelaki sudah siap untuk berangkat." Seruku sambil keluar dari kamar di susul oleh Kyla.

Benar saja para lelaki sedang menunggu kita di ruang keluarga. Mereka sedang asyik berbincang dengan kakak tentang game terbaru. Melihat kakak sudah kembali normal seperti itu membuatku tersenyum. Tak lama mereka pun menyadari keberadaan kita.

"Kalian lama sekali!" Protes Tio.

"Namanya juga perempuan." Komentar Alex sementara yang lainnya tertawa.

"Kau belum mandi ya?" Tanya kakak sambil melihatku sambil tertawa.

"Aku malas." Jawabku asal sambil duduk di sebelahnya sementara Kyla duduk di sebelah Rafa.

"Bau.. Sana mandi dan jangan dekat-dekat denganku." Keluh kakak sambil mencoba mengusirku.

"Tidak mau! Lagian kakak sendiri juga belum mandi." Kataku kesal.

"Ya ampun kalian berdua!" Seru mama yang muncul dari arah dapur. Kami pun hanya terkekeh kecil melihat mama yang menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara teman-temanku tertawa melihat kami.

"Tante kami pamit pulang ya." Seru Aldo sambil beridiri diikuti teman-temanku yang lain.

"Hati-hati dijalan ya." Seru mama.

Aku pun mengantarkan mereka ke depan dan berlari menuju gerbang untuk membukakannya. Mereka pun naik ke dalam mobil Alex dan segera pergi. Aku pun mendadahi mereka dan setelah mereka tidak tampak lagi, aku pun menutup gerbang.

Aku mendesah lega setelah mereka pergi. Setidaknya kunjungan mereka tidak berubah menjadi sesuatu yang tidak kuinginkan. Kunjungan mendadak ini membuat memori yang tak akan terlupakan olehku.