webnovel

Chapter 15~ Sleep Over

~Andrea~

Saat ini aku dan Rafa sedang berada di lift menuju parkiran. Aku mendiamkannya karena dia terus membuatku kesal. Setelah menunggu cukup lama akhirnya kita sampai di baseman, Kyla dan yang lainnya sudah berada di sana.

"Kalian lama sekali." Keluh Alex.

"Maaf kami habis dari rooftop." Seruku sambil tersenyum kecil meminta maaf. Kyla langsung mendekatiku dan memelukku. Aku tertawa dan memeluknya kembali.

"Kau tidak percaya apa yang terjadi denganku." Sahutnya senang.

"Memang kamu kenapa?" Tanyaku.

"Aku sempat berfoto dengan Nico dan aaaa... Dia mencium tanganku saat kami berpisah." Serunya sambil melompat-lompat kegirangan. Mendengar itu aku langsung melihat ke arah Alex dan Alex memberikan reaksi dengan memutar bola matanya. Aku tersenyum kecil melihatnya.

"Selamat kalau begitu.." Seruku.

"By the way.. Aku tidak melihat kakak-kakak kalian." Seru Rafa.

"Mereka menghilang." Jawab Tio.

"Kemana mereka?" Tanyaku.

"Entahlah aku dan Tio sudah mencarinya tapi kami tidak menemukannya." Tutur Aldo sambil bersender di mobil Alex.

"Baiklah aku akan mencoba menghubungi kakakku yang menyebalkan itu." Seru Kyla sambil mengeluarkan handphonenya.

"Aku juga akan menghubungi kakak." Kataku sambil mencoba menghubunginya. Aku mencoba untuk menghubunginya namun tetap saja dia tidak mengangkat telphone dariku.

"Telephoneku tidak diangkat." Seruku.

"Aku juga." Jawab Kyla.

"Bagaimana ini?" Seruku bingung dan juga takut.

"Emm.. Aku tidak ingin memperburuk keadaan namun aku baru menyadari mobil kakakmu juga hilang." Seru Aldo sambil menunjuk ke parkiran yang kosong di sebelah mobil Alex.

Aku langsung terdiam dan panik seketika. Bagaimana caranya aku pulang? Kakak tega sekali meninggalkan adiknya di sini sendirian!

"Hei... Kau tidak perlu khawatir aku yakin Alex mau mengantar kita pulang. Iya kan Lex?" Kata Kyla saat menyadari kekhawatiranku. Dia memelukku dari samping dan aku memberikan senyum kecil sebagai jawabannya.

"Tentu saja aku akan mengantarkan mu. Kalau tidak aku akan dipukuli oleh seseorang." Seru Alex.

"Terimakasih." Kataku pelan.

"Kau tidak perlu berterimakasih padanya, Drea. Itu memang sudah menjadi kewajibannya." Seru Tio.

"Kau benar Yo. Alexlah yang mengundang kalian jadi dialah yang harus bertanggung jawab atas kalian." Seru Rafa sambil menunjuk ke arah Alex dengan ekspresi kesal. Tiba-tiba saja handphoneku berbunyi dan id kakaklah yang tertera di layar. Dengan cepat aku segera mengangkatnya.

"Kakak! Kakak di mana?!" Seruku panik.

"Kakak tega meninggalkanku sendirian di sini! Kakak jahat! Aku benci kakak!" Lanjutku tanpa menunggu jawaban dari kakak.

"Drea.. Dengarkan dulu kakak..." Sela kakak dengan lembut.

"Kakak jahat.." Seruku pelan sambil mempoutkan bibirku.

"Maafkan kakak oke... Tapi kakak harus pergi terlebih dahulu karena salah satu teman kakak mengalami kecelakaan." Katanya pelan.

"Kenapa kakak pergi begitu saja tanpa mengabariku? Kakak bisa mengajakku." Seruku pelan karena aku kecewa dengan kakak.

"Kau tahukan masalah kakak kemarin. Teman kakak yang mempunyai masalah dengan kakak mengalami kecelakaan. Tadi saat kakak mendapat telephon kakak menjadi panik dan kehilangan akal, untung saja ada Evelyn yang menenangkan kakak. Kakak terlalu panik sehingga kakak lupa untuk menghubungimu."

"Lalu kenapa handphone kalian tidak aktif saat aku dan Kyla menelphon?" Tanyaku.

"Kakak sedang mengemudi dengan panik dan handphone Evelyn kehabisan batrainya. Maafkan kakak oke. Sekarang serahkan ponsel ini kepada Alex kakak mau berbicara dengannya." Seru kakak. Aku pun mengangguk dan langsung menyerahkan ponselku kepada Alex.

"Kakak mau berbicara kepadamu." Seruku sambil menyerahkan ponselku kepadanya. Dia pun mengambilnya dan berjalan menjauh dari kami.

"Apa kata kakakmu?" Tanya Tio penasaran.

"Kakak pergi karena temannya mengalami kecelakaan dan kak Evelyn bersama dengannya." Seruku sambil menunduk karena aku merasa bersalah kepada kakak karena aku tidak seharusnya memarahinya jika aku tahu keaadaan kakak seperti ini. Seharusnya aku sedang bersama kakak dan menolongnya sekarang.

"Apa yang kakak lakukan bersama kak Andrew?" Tanya Kyla bingung.

"Kau tidak apa-apa kan?" Tanya Rafa menatapku khawatir. Aku memberikannya senyum kecilku. Alex pun kembali menyerahkan handphonenya kepadaku.

"Baiklah mari kita pergi. Aku tidak mau kena marah oleh kakak-kakak kalian." Serunya sambil membuka pintu mobilnya untuk kita.

"Sepertinya kita harus duduk di belakang Yo." Seru Aldo sambil tersenyum jahil kepada Tio.

"Aaggh.. Aku benci duduk di belakang." Serunya, namun dia tetap masuk ke dalam sambil menggerutu.

Setelah Aldo dan Tio masuk, aku masuk ke dalam mobil untuk duduk di tengah dan Kyla mengikutiku. Aku langsung menahannya dan membisikan bahwa dirinya harus duduk di depan bersama dengan Alex. Mengingat rencana yang baru saja aku ciptakan untuk mendekatkan mereka.

"Kau harus duduk bersama Alex, Kyl." Bisikku. Aku langsung melihat ke arah Rafa yang akan duduk di kursi depan dan memberikannya kode. Untung saja dia melihatku dan mengerti kode yang keberikan.

"Lex sebaiknya aku duduk bersama Drea." Seru Rafa kepada Alex. Rafa pun membisikan sesuatu kepada Alex dan Alex langsung mengangguk mengerti.

"Baiklah." Seru Alex sambil mengedipkan matanya kepada Kyla.

Aku pun mendorong Kyla kedepan dan langsung menduduki dan menutup pintunya. Kyla memberontak, namun aku mengabaikannya. Aku duduk di kursi tengah di sebelah Rafa.

Mobil pun mulai melaju. Aldo dan Tio sangat ribut di belakang sementara Kyla dan Alex tidak berbicara apapun, namun aku melihat bahwa Kyla selalu memperhatikan Alex.

"Sepertinya rencanaku akan berhasil." Bisikku kepada Rafa.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Rafa tiba-tiba kepadaku.

Aku terdiam mendengar perkataannya dan menundukan kepalaku. Aku sangat khawatir terhadap kakak dan aku sangat kecewa dengan diriku sendiri, namun aku menyembunyikan perasaanku dan berpura-pura untuk terlihat senang. Untung saja dengan adanya Kyla dan Alex setidaknya aku bisa mengalihkan perhatianku.

"Aku tidak apa-apa." Kataku sambil tersenyum.

"Aku tahu kau tidak baik-baik saja. Aku mengetahui senyum palsumu itu Drea." Serunya sambil menatapku sendu.

"Aku benar-benar tidak apa-apa." Seruku kembali. Aku tidak pernah mau menunjukan kelemahanku kepada orang-orang karena aku tidak mau dipandang kasihan oleh orang lain lagi.

" Jangan jadi orang yang keras kepala. Katanya kau akan mencoba untuk terbuka padaku. Jadi setidaknya kau bisa bercerita sehingga aku bisa membantu." Serunya lagi. Aku pun menghela nafas mengingat janjiku kepadanya. Aku pun tersenyum kecil dan mencoba untuk menumpahkan segala kekhawatiranku kepadanya.

"Aku khawatir dengan kakak... Seharusnya saat ini aku yang bersama dengannya dan mencoba untuk menenangkannya. Aku merasa bersalah karena tadi aku memarahinya karena meninggalkanku." Seruku sambil mengalihkan pandanganku kepada kaca mobil.

Rafa menarik wajahku agar aku menatapnya, dan saat aku menatapnya dia tersenyum kepadaku.

"Kau tidak perlu merasa bersalah Drea. Lagian kau tidak mengetahui keadaannya seperti apa." Serunya sambil tersenyum aku pun tersenyum balik kepadanya.

"Lagian aku yakin kak Andrew akan lebih senang ditemani oleh kak Evelyn." Lanjutnya sambil tersenyum jahil kepadaku. Aku pun memukul lengannya dan tertawa mendengar komentarnya.

"Hei kalian! Apa terjadi sesuatu di rooftop? Sepertinya kulihat kalian tampak dekat." Seru Tio sambil menjepit leher Rafa dari belakang.

"Tidak terjadi apa-apa! Lepaskan aku!" Seru Rafa sambil memberontak dari jepitan Tio.

"Sebenarnya aku mempunyai rencana dan memerlukan kalian untuk rencana itu." Seruku sambil berbisik.

Aku pun membalikan tubuhku dan merapatkannya dan mulai berbicara. Namun Rafa menarik tubuhku dan membisikan bahwa tindakanku ini akan membuat Alex dan Kyla merasa curiga. Aku benar-benar ceroboh dan tidak berpikiran panjang. Aku pun mengetikan rencananya ke dalam note yang ada di hanphoneku dan memberikannya ke belakang. Tak lama kemudian Tio mengembalikannya sambil membisikan ide yang bagus. Aku pun tersenyum bangga karena ideku diterima oleh orang lain.

"Oh, ya Yo gimana tadi sama cewek traine itu?" Tanya Alex secara tiba-tiba mengagetkanku.

"Gimana Yo?" Tanya Aldo bersemangat.

"Pasti berhasil kan?" Tanya Rafa dengan nada meremehkan. Tio pun tertunduk lemas mendengar perkataan para lelaki.

"Yes. Rafa kalah." Seru Alex senang.

"Eits aku kan belum bilang apa-apa. Sira mau date sama aku sabtu depan!" Seru Tio senang sambil berteriak senang. Rafa pun ikut berteriak dan langsung bertos dengan Tio, dengan tos khas para lelaki.

"Yeah! Good job Yo!" Serunya sambil berteriak lagi.

"Kalian kenapa sihk?" Tanya Kyla kebingungan.

"Aku menang taruhan dari para lelaki pecundang ini." Seru Rafa senang.

"Kalian bertaruh! Sahabat macam apa kalian yang bertaruh saat sahabatnya sedang menggantungkan hidup dan matinya." Seru Tio sambil menempeleng kepala Rafa dan Aldo.

"Kau terlalu lebay." Seruku. Aku memang tidak terlalu mengerti tapi cara mengucapkan Tio benar-benar menyebalkan.

"Lihat Andrea saja tidak menyukaimu." Seru Rafa meledek Tio.

"Terserah kau saja Rev!" Seru Tio yang kesal dengan omongan Rafa.

"Kalian harus membelikan kaset PS 4 milikku yang ori." Seru Rafa tertawa bahagia.

"Perjanjian tetap perjanjian." Seru Aldo sambil terlihat kesal.

"Habislah uang tabunganku." Seru Alex frustasi.

"Rasakan itu!" Seru Tio yang senang mendengar teman-temannya menderita. Aku dan Kyla saling berpandangan dan kita menggelengkan kepala secara bersamaan melihat tingkah laku teman-teman kami.

"Saat di pesta kau kemana?" Tanya Kyla. Kita memutuskan untuk mengabaikan obrolan para lelaki yang tidak jelas.

"Aku berada di rooftop. Aku benci berada di keramaian." Tuturku kepada Kyla.

"Lalu kenapa saat pulang tadi kau bisa bersama Revan?" Tanya Kyla bingung.

"Entahlah. Aku bertemu Rafa saat ada di rooftop. Dia muncul secara tiba-tiba di belakangku." Seruku sambil memandang ke arah Rafa yang sedang bercanda dengan Tio dan yang lainnya.

"Sudah kuduga. Ngomong-ngomong kau tidak akan melepaskan jaketnya?" Seru Kyla sambil tersenyum jahil ke arahku. Saat itu juga aku baru sadar bahwa aku masih mengenakan jaketnya.

"Aku tidak menyadari bahwa aku memakainya selama ini." Seruku sambil membelalakan mataku menatap jaket hitam yang terlalu besar di tubuhku ini.

"Hahahaha... Kau benar-benar lucu Dre." Seru Kyla sambil tertawa memperhatikanku.

"Lupakan soal jaket ini, aku akan mengembalikannya nanti. Mari kita berbicara tentang dirimu." Seruku senang.

"Oh please don't start it Dre.." Seru Kyla sambil kembali membalikan tubuhnya dan bersandar.

"C'mon Kyl.. I wanna know." Rengekku kepadanya.

"Okay! Okay! Tapi jangan sekarang." Serunya mengalah. Aku pun tersenyum puas mendengar jawabannya.

"Yes..." Seruku senang.

"Tapi kau juga harus menceritakan yang terjadi secara detail tanpa kehilangan sedikit pun!" Seru Kyla.

"Baiklah-baiklah." Kataku sambil memutar mataku.

"Hei Andre! Ngomong-ngomong aku belum mengetahui rumahmu." Seru Alex menyela pembicaraan aku dan Kyla.

"Kau benar aku belum memberikan alamatku padamu." Aku pun segera mengirimkan lokasi rumahku kepada Alex agar dia lebih mudah untuk mencarinya di maps.

"Baiklah sudah ku terima. Sepertinya jarak rumahmu lebih dekat daripada Kyla." Seru Alex sambil melihat dan mengecek ulang lokasi rumahku di handphoennya.

"Baiklah! Tujuan pertama rumah Andre!" Teriak Alex dan mulai menambah kecepatannya.

"Seperti apa rumahmu Drea?" Tanya Aldo dari belakang. Aku pun segera membalikkan tubuhku dengan senyum yang lebar.

"Rumahku cukup besar dan mempunyai taman yang indah di depannya. Rumahku berdominan warna putih dan entahlah aku bingung menjelaskan apa lagi. Kalian mau mampir dulu?" Tawarku kepada mereka. Aku tahu akan beresiko jika mengundang mereka ke rumahku namun aku entah mengapa aku senang mengundang mereka ke rumahku.

"Aku mau!" Teriak Tio dan Kyla secara bersamaan dengan penuh semangat. Aku dan yang lainnya pun tertawa melihat mereka yang sangat bersemangat itu.

"Baiklah setidaknya kami bisa melihat bagaimana rumahmu." Seru Rafa sambil tersenyum ke arahku.

"Apa kau mempunyai binatang perliharaan Drea?" Tanya Tio bersemangat.

"Ya aku mempunyai seekor anjing yang sudah cukup tua." Jawabku.

"Kau tidak pernah bercerita kalau kau memiliki seekor anjing." Seru Kyla.

"Karena kau tidak pernah bertanya padaku." Komentarku kepadanya.

"Kau menyebalkan!" Seru Kyla sambil merajuk, aku dan yang lainnya pun terkekeh mendengarnya.

"Ayolah Kyl kau tidak perlu selebay itu." Seru Alex meledeknya. Kyla hanya mendengus kesal dan kami kembali menertawainya.

"Kalian memang pasangan yang sangat cocok." Komentar Tio sambil tertawa.

"Kita sebentar lagi sampai." Seru Alex mengalihkan pembicaraan. Aku pun melihat keluar dan benar saja kami sudah memasuki komplek perumahanku.

"Kau tinggal di perumahan ini?" Tanya Tio.

"Pertanyaan bodoh macam apa itu. Jelas-jelas dia tinggal di sini." Komentar Alex. Aku pun tertawa kecil mendengar komentarnya.

"Aku hanya bertanya! Apa salahku?!" Gerutu Tio.

"Sebentar lagi kita sampai!" Aku mengumumkan saat menyadari rumahku tinggal beberapa blok lagi.

"Lex nanti berhenti di rumah dengan pagar berwarna hitam." Perintahku kepada Alex, sambil menunjukan rumahku yang tinggal beberapa rumah lagi.

"Itu rumahmu Drea?" Tanya Kyla dan aku menganggukan kepalaku.

"Wow rumahmu besar juga." Seru Tio sambil menatap keluar jendela melihat rumahku sambil terkagum-kagum. Aku hanya terkikik pelan melihat tingkah lakunya yang seperti anak-anak.

"Sebentar ya aku akan membukakan pintu pagar dulu." Ucapku sambil membuka pintu mobil.

"Hei biar aku saja!" Cegat Rafa dan mendahuluiku keluar pintu mobil. Dia pun menggeser pagarnya. Aku pun membantunya dan setelah itu aku langsung menyuruh mereka masuk dan mendahului mereka masuk untuk memberitahu kedua orang tuaku.

"Ma... Pa... Drea pulang!" Teriakku dari pintu depan. Setelah menunggu beberapa saat dan tidak ada jawaban aku pun segera menuju ke kamar mereka. Aku mengetuk pintu dengan sangat keras dan akhirnya mereka membalas panggilanku.

"Orang tuamu ada di dalam?" Tanya Kyla sambil berbisik.

Kehadirannya yang tiba-tiba mengagetkanku. Entah sajak kapan Kyla sudah ada di belakangku. Tak lama kemudian papa membuka pintu dengan kemeja dan rambut yang berantakan. Wajahnya juga sangat merah dan di penuhi dengan keringat. Aku tertawa melihat papa yang sangat berantakan seperti itu.

"Papa habis ngapain kok kayak gitu?" Tanyaku keheranan dengan penampilanya yang seperti itu.

Dia tidak menjawab dan dengan cepat menutup pintu kamar. Aku pun melihat ke arah Kyla dengan muka kebingungan. Kyla hanya terkikik pelan melihatku yang kebingungan. Kami pun berjalan kembali ke ruang tamu dengan kikikan dari Kyla.

"Dia kenapa Dre?" Tanya Alex yang bingung dengan muka Kyla yang penuh dengan kikikan itu.

"Entahlah. Dia tertawa seperti itu saat melihat papa keluar dengan sangat berantakan." Seruku sambil mengedikan bahuku. Aku pun duduk di sebelah Aldo dan menyenderkan kepalaku ke senderan sofa.

"Kau kenapa sihk Kyl?" Tanya Tio penasaran. Kyla pun membisikan sesuatu kepada Tio dan membuat Tio tertawa.

"Ya ampun Dre! Kok bisa sepolos itu sihk?" Komentar Tio setelah mendengar bisikan dari Kyla. Awalnya aku memang mau mengabaikan tingkah Kyla namun setelah mendengar namaku keluar dari mulut Tio aku tidak bisa tinggal diam.

"Apaan sih?!" Tanyaku kesal.

"Iya kalian kenapa sihk?" Tanya Aldo kebingungan. Kyla pun mendatangi Aldo dan kembali membisikan sesuatu, aku merapatkan tubuhku kepada mereka untuk mendengar hal apa yang dibicarakan tetapi tetap saja mereka berbisik dengan sangat lihai. Aku hanya bisa mendengar kikikan Kyla saat bercerita.

"Ya ampun kalian ini. Jangan nodai anak orang." Seru Aldo sambil terkikik. Aku semakin bingung mendengar komentar Aldo.

"Apaan sihk? Aku jadi penasaran." Seruku frustasi.

Serentak mereka semua tertawa. Ternyata saat Kyla membisikan sesuatu kepada Aldo, Tio juga membisikan kepada Alex dan Rafa. Sehingga hanya aku saja yang tidak mengerti kenapa mereka tertawa.

"Kalian jahat!" Seruku sambil merenggut dan beranjak dari sofa menuju kamar orang tuaku. Aku pun mengetuk kembali dan tidak lama kemudian mama keluar bersama dengan papa.

"Gara-gara papa teman-temanku tertawa dan aku sama sekali tidak mengerti kenapa mereka tertawa." Seruku kesal. Mama dan papa saling berpandangan dan muka mereka seketika memerah.

"Teman-temanmu ada di sini?" Tanya papa mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya sehabis pesta Alex mengantarku ke sini. Kakak pergi menjenguk temannya yang kecelakaan." Sahutku sambil menarik tangan mama untuk segera menuju ruang tamu. Aku tidak sabar memperkenalkan mama dengan teman-temanku.

"Lihat anakmu pa. Sepertinya sangat bersemangat memperkenalkan teman-temannya." Sahut mama sambil tersenyum ke arah papa. Papa tertawa dan mengacak-ngacak rambutku. Aku hanya merenggut kesal dan segera menarik mama dan papa ke ruang tamu.

Melihat kedua orang tuaku datang mereka yang tadinya tertawa langsung hening dan segera berdiri dan mengucapkan selamat malam kepada mereka secara serempak. Aku terkikik melihat mereka yang gugup ketika berada di dekat orang tuaku.

"Tidak usah kaku begitu." Komentar papa.

"Iya om." Seru Kyla ramah.

"Dan maaf buat yang tadi." Seru papa sambil menggaruk tengkuknya sementara muka mama sudah sangat merah.

Kyla dan yang lainnya pun terkikik mendengar perkataan papa. Dan di sini aku semakin tidak mengerti. Aku memandang papa dan yang lain dengan tatapan tajam. Papa hanya mengedikan bahunya membuatku tidak bisa berkata apa-apa.

"Kalian mau minum apa? Udah pada makan?" Tanya mama sambil pergi ke arah dapur.

"Gak usah tante." Jawab Rafa dengan cepat.

"Gak usah malu-malu. Tante yakin kalian belum makan?" Tanya mama dan dijawab dengan anggukan malu-malu dari teman-temanku. Aku segera menyusul mama dan membantunya membuat makan malam. Tak lama Kyla pun menyusul dan membantuku.

"Kau pasti Kyla kan? Drea banyak bercerita tentangmu." Seru mama kepada Kyla.

"Iya tante. Tante lebih cantik daripada yang Drea ceritakan." Seru Kyla secara spontan. Mama pun tertawa pelan dan mengucapkan terimakasih.

"Kalian tidak melupakan bahwa aku masih di sini kan?" Protesku saat melihat kedekatan mama dan Kyla. Mereka tertawa secara bersamaan menanggapi protesanku.

Setelah mengobrol dan bercanda sambil menyiapkan makan malam, akhirnya makan malam selesai dibuat. Aku dan Kyla kembali ke ruang tamu dan memanggil para lelaki untuk ikut bergabung untuk makan malam.

"Gimana tadi pestanya?" Tanya mama membuka pembicaraan.

"Rame tan.. Banyak artisnya lagi." Seru Kyla.

"Iya tan! Banyak banget cewek cantik di sana. Terutama Sira." Sahut Tio sambil tersenyum.

"Tadi itu pestanya diadain sama papanya Alex." Ucapku melihat kebingungan di mata mama dan papa saat mendengar kata artis.

"Papahmu kerja apa Lex?" Tanya papa.

"Papa seorang produser om." Kata Alex sambil meletakan sendoknya.

"Ngomong-ngomong tante belum tahu nama-nama kalian." Seru mama.

"Aku Tio!" Seru Tio bersemangat. Mama pun tertawa melihat tingkah Tio yang cheerful itu.

"Baiklah Tio si ceria." Seru mama sambil menghafal nama-nama teman-temanku. Tio tersenyum lebar mendengar julukan dari mama.

"Saya Aldo." Seru Aldo secara spontan.

"Om tebak kau yang paling pintar di sini." Seru papa melihat Aldo yang begitu sopan.

"Saya bukan yang paling pintar om. Revan lebih pintar dari saya dan dia selalu mendapat peringkat satu sementara saya yang kedua." Jawab Aldo sambil tersenyum dan memukul pundak Rafa yang ada di sebelahnya.

"Saya kira kamu yang paling pintar melihat penampilanmu. Om tidak menyangka Rafa yang paling pintar." Seru papa sambil tersenyum.

"Dan siapa yang bernama Rafa disini." Seru mama mendengar nama Rafa disebut-sebut.

"Saya tante." Seru Rafa sambil tersenyum ramah.

"Oh jadi kamu yang namanya Rafa. Makasih ya waktu itu udah mau jagain Andrea, tante belum ngucapin terimakasih waktu itu." Seru mama sambil tersenyum senang.

"Sama-sama tante." Balasnya.

"Kalian gak mau nginep di sini aja? Sudah malam." Tawar mama. Mendengar itu semua teman-temanku tersenyum bahagia sementara aku terkejut sendiri mendengar perkataan mama.

"Gak usah tante. Nanti ngerepotin." Seru Aldo dan teman-temanpun menganggukan kepalanya tanda setuju. Aku pun mendesah lega mendengarnya.

"Gak ngerepotin. Bahaya berkendara selarut ini. Kalian belum punya SIM kan?" Tanya papa dan dijawab dengan anggukan dari para laki-laki.

"Jadi kalian mau nginep kan?" Tanya mama. Aku pun melihat mereka dengan berharap agar mereka berkata tidak.

"Boleh deh kalau kayak gitu." Seru Kyla dengan sopan. Aku yang mendengarnya langsung membelalakkan mata dan langsung menarik mama untuk bicara.

"Mama nyebelin! Nanti kalau mereka tahu gimana mah?" Tanyaku frustasi.

"Gak akan sayang. Lagian kasian teman-teman kamu, nanti kalau kecelakaan gimana?" Kata mama sambil menatapku.

"Tapi ma..." Protesku.

"Udah gampang nanti kamu tinggal pakai kaki palsu kamu terus kursi rodanya sembunyiin aja di kamar mama." Seru mama sambil menarikku ke lantai atas.

"Kalau nanti temen-temen aku curiga dan nanya-nanya, mama yang tanggung jawab ya." Seruku kesal.

"Iya-iya.. Lagian mama yakin kalau ketahuan juga mereka tidak akan menjudge kamu." Kata mama menenangkanku.

"Tetep aja ma, aku belum siap untuk yang terburuk." Seruku sambil meninggalkan mama dan memasuki kamarku. Aku segera melipat kursi rodaku dan menyerahkannya kepada mama untuk dibawa ke kamarnya.

"Kalian lagi ngapain?" Tanya papa yang tiba-tiba muncul dari pintu kamarku.

"Drea takut ketahuan pa. Jadi dia mau nitip kursi rodanya di kamar kita." Tutur mama.

"Kamu bakalan pakai kaki palsu kamu seharian?" Tanya papa. Aku pun mengangguk menjawab pertanyaannya.

"Aku tidak mempunyai pilihan lain." Seruku sambil duduk di ujung kasurku memandang kedua orang tuaku.

"Menurut papa sebaiknya kamu memberitahu kondisimu kepada mereka sekarang." Seru papa dan aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Aku belum siap pa... Aku takut."

"Sweet heart, I'm sure your friends will understand." Seru mama dan duduk di sebelahku.

"I just.... I'm scared. I don't know what they gonna think about me. I'm scared they will leave me." Papa pun menghela nafas mendengar perkataanku.

"Baiklah, papa tidak akan memaksakmu." Sahut papa sambil membawa kursi rodanya menuju kamar papa. Sepeninggalannya papa, mama memelukku.

"Kau harus janji sama mama bahwa apa pun yang terjadi kamu harus memberi tahu kebenarannya ke teman-temanmu dan apa pun reaksi temanmu jangan membenci mereka. Oke?" Sahut mama sambil melepas pelukannya dan menangkup pipiku dengan kedua tangannya. Aku pun tersenyum dan mengangguk.

"Aku janji ma." Seruku, mama pun melepaskan tangannya dan menarikku untuk ke meja makan lagi.

"Hai, maaf nunggu lama." Sahutku saat melihat teman-temanku yang sedang asyik mengobrol dengan satu sama lain. Aku pun segera duduk di samping Kyla.

"Dari mana saja?" Tanya Kyla.

"Habis beresin kamar, nanti kita tidur bareng. Dan kalian tidur di kamar kakak." Seruku sambil menunjuk para lelaki.

"Terus kak Andrew nanti tidur di mana?" Tanya Tio.

"Kayaknya dia hari ini gak pulang. Kalau pulang pun aku suruh dia tidur bareng kalian." Seruku.

"Apa gak kesempitan?" Tanya Alex.

"Gak kok, lagian ntar bakalan di kasih kasur tambahan." Seruku.

"Ortu kamu kemana?" Tanya Rafa.

"Entahlah, paling beres-beres kamar kakak." Seruku.

"Jadi kita mau ngapain nih? Mumpung ada di rumah Drea?" Tanya Kyla, menyusun rencana untuk bersenang-senang.

"Ini udah malam Kyl." Kataku mengingatkan jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh.

"Ayolah Drea.. Ini belum bisa disebut malam bagi kami para cowok." Keluh Tio.

"Baiklah.. Lalu apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku sambil menatap mereka satu persatu yang sedang berpikir.

"Aku ada ide! Tengah malam nonton film horor!" Seru Tio bersemangat.

Aku langsung menggelengkan kepalaku, sementara yang lain menganggukan kepalanya sambil tersenyum lebar. Oh tidak! Aku akan mati ketakutan!