webnovel

Perdebatan Impian

Setelah terhibur melihat penampilan teman-temannya memperebutkan poin demi poin, wajah Arya tertunduk sesaat sembari mengelus kaki bagian lutut belakang hingga tulang betis. Walau dirinya bertingkah sok kuat di hadapan pelatihnya, tetap saja nyeri dan pegal di kakinya tetap terasa menyakitkan. Ketika Arya mencoba mengurut kakinya sendiri, ia bahkan mendesis kesakitan dan tak melanjutkan pijatan kecil lainnya.

Memang sudah resiko jika menjadi sosok yang aktif dalam dunia olahraga, sering sekali mengalami pegal-pegal dan cedera. Walau keduanya sedikit berbeda, atlet mana pun pasti pernah merasakan keduanya dan dalam waktu tertentu susah menggerakkan anggota tubuhnya. Arya sendiri sudah sangat memahami apa yang akan terjadi ke depannya ketika dirinya benar-benar memfokuskan karier di dunia olahraga.

Kehilangan anggota tubuh ataupun cacat ketika kecelakaan tak disengaja sudah Arya siapkan mentalnya. Setidaknya ketika dirinya sudah tak bisa menjadi atlet kembali, ia masih punya semangat untuk menjalani hidup dengan tujuan baru. Saat itu benar-benar terjadi, Arya tak bisa membayangkan dirinya ketika sudah tumbuh menjadi orang dewasa tapi untuk mencapai apa yang ia inginkan harus mengulang dari nol, seperti seorang bayi baru lahir.

Detik berikutnya, Arya bisa melihat bayangan sesesorang di depannya. Tanpa pikir panjang, kepala Arya terangkat begitu saja dan melihat Coach Alex sudah berada di depannya sambil memberikan obat luar.

"Gunakan ini. Setidaknya salep ini bisa meredakan rasa nyeri di kakimu," kata Coach Alex terdengar tenang dan peduli.

Tetapi kepedulian sang pelatih sejenak ditolak oleh Arya. "Terima kasih, coach. Tapi saya tak membutuhkannya. Kaki saya tak apa-apa." Arya sempat berpikir. Apa jangan-jangan pelatihnya sempat ke arah yang berbeda karena ingin mengambilkannya salep untuknya? Arya tak tahu jika hal sekecil ini sangat dipedulikan oleh sang pelatih. Lagi pula kakinya memang tak apa-apa… jika di hadapan pelatihnya.

Coach Alex menghembuskan napas pendek, lalu mengambil posisi jongkok di depan Arya. Itu benar-benar membuat Arya semakin kebingungan apa yang akan dilakukannya sekarang. "Kalau kau tak mau memakainya sendiri, biar bapak yang memakaikan salep ini, sekaligus bapak pijat. Tapi sebagai timbal baliknya, mungkin teman-temanmu akan membencimu karena membiarkan pelatih mereka diperlakukan seperti pelayan."

Mendengar timbal balik yang sangat memalukan, tanpa pikir panjang Arya langsung merebutnya dengan cukup sopan dari tangan sang pelatih. Kemudian ia membuka tutup salep, memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya, kemudian mengoleskan salep pada bagian yang nyeri. Hanya itu sebatas mengoles saja karena sebelumnya Arya tak tahan menahan rasa nyeri di kakinya sekarang. Meminta bantuan pada Coach Alex juga merupakan tingkah kurang ajar yang pernah dilakukan olehnya.

Setelah memastikan keseluruhan bagian kaki belakang diolesi salep, Arya menutup tempatnya dan mengembalikannya pada Coach Alex.

"Baiklah, kalau begitu bapak langsung masuk ke inti pembicaraannya saja." Sejenak Coach Alex langsung mengambil tempat duduk di sebelah Arya dan memulai pembicaraan. "Mulai besok, kau tak perlu lagi berlatih di sini, Chayton."

Mata Arya terbelalak besar seakan akan keluar dari tempatnya. Napasnya juga sempat terhenti saking terkejutnya mendengar apa yang dikatakan oleh sang pelatih. Memang berita baik Arya ketika Coach Alex mengatakan tak mau basa-basi dan langsung berkata sejujurnya. Tapi sampai sekarang pun ia tak pernah memikirkan di mana dirinya sudah tak dibutuhkan lagi oleh timnya sendiri.

Masih tak percaya ucapan sang pelatih, Arya berkata dengan terbata-bata. "Ma… maksud bapak? Saya dikeluarkan dari tim?" Oke, Arya masih tak bisa mengatur kata-katanya. Sejenak ia mengambil napas dalam dan membuangnya perlahan-lahan sambil memikirkan maksud dari perkatan Coach Alex. Sejauh ini Arya sudah latihan sangat keras walau memang terkadang hasilnya tak memuaskan, tapi apa dikeluarkan dari tim adalah satu-satunya alasan terbaik?

"Ah, maaf. Sepertinya kau salah paham, ya. Kalau begitu biar jelaskan semuanya. Steve bilang padaku jika latihan Karesso sebenarnya sudah diadakan sejak awal tahun, tapi apa alasanmu tak datang latihan sedangkan waktumu sangat senggang?"

"Waktu itu saya sedang sakit. Bapak sendiri yang selalu mengantar saya kontrol ke rumah sakit setiap satu minggu sekali. Lagi pula saya juga tak mendapat kabar dari siapapun jika Karesso sudah memulai latihan…" ujar Arya sedikit ragu, sebab masih ada kemungkinan dirinya mengabaikan beberapa pesan masuk selama dirinya sedang sakit dan sibuk bermain game

"Kau tahu jika turnamen Liga Basket Indonesia akan diadakan lagi, kan? Sebagai pemain profesional tentu mereka sudah semestinya latihan ketika menjalankan turnamen yang sudah menjadi agenda tahunan ini. Steve juga mengatakan padaku jika mereka sebenarnya masih memberi waktu padamu untuk istirahat walau mereka sebenarnya tahu jika kau sudah kembali aktif bermain basket di UKM ini beberapa waktu lalu.

"Dan apa yang bapak katakan sebelumnya bukan berarti ingin mengeluarkan atau mengusirmu dari tim, sama sekali tidak. Semua teman-teman di hadapanmu sekarang perlahan mulai terbiasa dengan kemampuanmu dan mendorong diri mereka sendiri untuk menjadikanmu sebagai pemain terbaik di usiamu. Bapak sendiri tak bisa menilai apakah kau memang pemain terbaik atau tidak. Tapi sejauh pengalaman dan pengamatan bapak sebagai pelatih, kau memang memiliki bakat dalam basket dan terlebih kau juga berusaha keras.

"Jangan sepelekan salah satunya, sebab ketika dua-duanya menjadi satu kesatuan, kau tidak hanya menjadi pemain terbaik di usiamu, tapi di dunia jika kau memang memiliki tujuan itu. Sangat disayangkan ketika kau terlalu nyaman berada di lingkaran pertemananmu ini sedangkan bakatmu secara tidak langsung meminta dirimu untuk masuk ke jenjang yang lebih menantang dan sangat bergengsi.

"Semua pemain basket tahu jika Liga Basket Indonesia akan diadakan beberapa hari, termasuk bapak dan teman-temanmu. Setidaknya kau harus mulai berlatih bersama mereka agar hubungan antar pemain dan pemain dengan pelatih semakin baik. Karena sejatinya jika ada 5 pemain kuat tapi tak memiliki komunikasi yang baik satu sama lain, mereka hanyalah bermain untuk dirinya sendiri dan kepuasan pribadi. Bukan untuk membanggakan tim dan menjalin hubungan yang lebih dalam layaknya saudara."

"Tapi, coach. Masih ada beberapa hari sebelum…"

"Apa kau ingin menentang pelatih dan manajermu, Arya?" tiba-tiba saja muncul sosok kakak tingkatnya yang sangat mempedulikannya ketika kala itu.

"Kak Doni?" gumam Arya kebingungan. Entah dari mana kakak tingkatnya itu datang, baik Arya maupun Coach Alex sama-sama kebingungan.

"Aku mendengar semuanya dari atas sana ketika aku sedang menikmati waktuku sendirian," ujar Doni menjawab kebingungan mereka berdua sambil menunjuk tempat yang di maksud. "Aku tak tahu kalau adik tingkatku yang bodoh ini melupakan kewajibannya sebagai pemain basket profesional. Apa yang dikatakan Coach Alex benar, pergilah dari sini agar kefokusanmu tak terpecah menjadi dua."

Jangan lupa vote dan kirim power stone ya. Semoga kalian suka dengan jalan ceritanya ^^

Bimbrozcreators' thoughts