Melihat manajernya sedang sibuk dengan pekerjannya, Arya tak mau mengganggu lebih lama lagi, dan memutuskan meninggalkan ruangan setelah memasukkan 3 seragam tersebut ke dalam tasnya. Mr. Steve mengangkat tangan kanannya setinggi telinga sembari memberi nasehat agar tak datang terlambat ketika menjelang keberangkatan mereka menuju Jakarta. Arya menutup pintu dari luar lalu bergegas meninggalkan stadion yang suasananya tak terlalu ramai.
Sesampai di rumah, Arya masuk ke dalam dan melihat ibunya masih sibuk membersihkan rumah sedangkan waktu sudah hampir siang. Mendengar suara deritan pintu terbuka dan tertutup, ibunya Arya reflek menahan tangannya sejenak dan melihat sosok anak kesayangannnya pulang sangat cepat. Sama-sama terkejut, namun Arya tak mengatakan apapun selain mengucapkan salam, lalu menuju kamar, hendak menaiki anak tangga.
"Kamu sudah pulang, Nak? Kamu enggak kuliah?" tanya ibunya, mengingat Arya selalu sibuk dengan aktivitasnya sebagai mahasiswa sekaligus atlet secara bersamaan.
"Arya pagi ini enggak ada kuliah, Bu. Mau masuk kuliah nanti juga enggak sempet. Sore nanti Arya sudah harus berkumpul di stadion, manajernya bilang sore ini langsung berangkat ke Jakarta." Jawab Arya jujur. "Masih ada beberapa juga persiapan yang harus Arya persiapkan, takutnya ganggu turnamen besok."
"Kamu besok sudah mulai turnamen dan sore nanti baru berangkat ke Jakarta? Mepet sekali waktunya."
"Kayak begitu sudah biasa, Bu. Lagi pula Arya masih cadangan dan tak mungkin juga dimainkan satu pertandingan tanpa istirahat. Padahal tempat turnamennya tidak cuma di Jakarta, tapi di mana-mana.
Ibunya menghela napas berat sambil memegang keningnya, terdengar seperti keluhan orang tuanya yang telah membiarkan anaknya terlalu keras meriah impiannya tanpa mempedulikan kesehatannya sendiri. "Ya sudah kalau begitu, ibu cuma mau minta kamu juga harus banyak istirahat dan tidur yang cukup.
"Oh, ya, bagaimana dengan kulihamu? Apa kamu izin selama tiga bulan?"\
Arya tertawa cukup keras mendengar pertanyaan sang ibu. "Ibu ini ada-ada saja, mana bisa izin kuliah tiga bulan. Arya sudah bicara dengan beberapa dosen di kampus kalau Arya berhalangan hadir mengikuti perkuliahan. Sebagai gantinya dosen-dosen memberikan semacam tugas atau kuis setiap minggunya sebagai pengganti absen selama perkuliahan.
"Yah, tapi setiap dosen punya pemikiran dan kebijakan masing-masing, ada 1-2 dosen yang tak setuju dengan usulan Arya. Mau tak mau Arya harus mengulang materi perkuliahan itu tahun depan. Tapi tak apa, lagi pula tujuan Arya kuliah memang mendapatkan channel orang-orang basket agar karir berjalan sesuai keinginan Arya, bukan duduk di bangku sambil mendengarkan dosen ceramah lalu diskusi antar kelompok."
Ibunya tertawa mendengar anaknya sebenci itu dengan dunia akademik. "Ya sudah, kamu istirahat sana. Makan siang sudah ibu siapkan, porsinya juga ibu lebih sedikit. Kamu pasti lapar setelah latihan selama 3 jam."
Arya menggaruk kepala belakangnya sambil menyeringai lebar. Tak lama kemudian ia menuju kamarnya dan menyalan mesin pendingin ruangan. Walau keringat di tubuhnya sudah hilang, terkena angin ketika perjalanan ke rumah, tetap saja Arya merasa tak nyaman dengan tubuhnya yang sekarang lalu memutuskan mandi dengan gerak cepat yang menghabiskan waktu tak sampai 7 menit.
Entah mengapa tubuhnya mendadak lemas dan kelelahan begitu terkena air setelah latihan yang panjang. Rasa kantuk mulai muncul, mulutnya tiba-tiba menguap lebar seperti singa yang mengaum. Namun Arya menampar wajahnya sendiri agar tak mudah istirahat ketika persiapannya belum sepenuhnya selesai.
Masih banyak pakaian yang belum ia persiapkan serta seragamnya juga masih tersegel dalam sebuah plastik. Itu benar-benar baru dan Arya terlihat senang memandang ketiga jersey (seragam) barunya di atas kasur. Penantian yang cukup lama namun setelah ia mengidam-idamkan ingin menjadi atlet basket.
Tapi di lain sisi ia juga berpikir kalau berkarir di umurnya yang sekarang bisa dikatakan terlalu dini mengingat ia pemain paling muda di turnamen Liga Basket Indonesia. Namun dirinya tak peduli selagi dibutuhkan dalam tim, yang perlu ia lakukan memberikan terbaik dan berjuang bersama teman-temannya. Lalu Arya melanjutkan mempersiapkan barang-barangnya dengan koper sudah terbuka sepenuhnya di atas lantai.
***
Arya mendadak membelalakkan matanya ketika suara ibunya memanggil namanya berulang kali. Terkejut setengah mati ketika mengetahui dirinya tertidur di pinggir kasur dengan posisi yang cukup aneh.
"Arya, bangun, Nak. Ini sudah jam setengah 3. Kamu bilang nanti sore mau ke Jakarta, kan? Cepat bangun atau kamu bisa ketinggalan."
Mengangguk kecil sebagai tanda ia sudah bangun, lalu ibunya mengingatkan anaknya agar segera mandi lalu mempersiapkan tas dan kopernya mengingat Arya harus di antar menggunakan mobil yang buka milik keluarganya.
Arya sendiri tak sadar jika ia tertidur ketika selesai mempersiapkan semuanya. Tas dan kopernya sekalipun sudah tertata rapi di dekat meja belajarnya dan terlihat sangat gemuk. Sangat disayangkan waktunya untuk tidur terlalu lama hingga ia tak bisa menggunakan waktunya sejenak untuk aktivitas lainnya, seperti memberi pesan pada Amelia.
Setelah mereka berpisah kemarin, tak satupun dari mereka inisiatif memberi pesan. Well, keduanya punya kesibukan masing-masing, lagi pula Arya sendiri sudah sangat mengerti bagaimana Amelia menjalani harinya. Sembari menunggu tubuhnya sedikit membaik dan sadar sepenuhnya, Arya mengambil ponsel yang masih ia taruh di dalam tas olahraganya.
Pada awalnya keinginan membuka ponsel untuk berjaga-jaga siapa tahu grup pesan Karesso sudah dibanjiri pesan. Namun setelah memastikan tak ada yang menjanggal di pikirannya, Arya melihat pesan yang dikirim dari teman-temannya, salah satunya Denny dan Indra. Entah apakah ini pertama kalinya kedua seniornya itu mengirim pesan padanya setelah kenal berbulan-bulan.
Namun setelah dilihat kembali, isi pesan mereka saling berkesinambungan seakan mereka sudah mempersiapkan pesan yang akan mereka kirim pada Arya.
[Denny: Yak, apa kau sudah bangun tidur? Cepatlah menuju stadion. Aku dan Indra berencana datang ke stadion lebih awal. Terkadang apa yang dikatakan Coach Greg, Mr. Steve, dan lainnya tak sepenuhnya benar. Meski mereka bicara jam 4 sudah berangkat, bisa saja jam 4 kurang sudah berangkat.]
[Indra: Yak, Denny sudah memberi pesan, kan? Kalau begitu cepatlah siap-siap. Usahakan jam setengah 4 kau sudah sampai sana. Kebetulan aku sedang di rumah Denny yang cukup dekat dengan stadion.]
Arya awalnya ragu apakah ini semacam lelucon atau ospek untuk ketika pertama kali mengikuti turnamen nasional. Hal semacam ini sudah ia alami selama mengikuti ekstrakurikuler basket saat masih SMP dan SMA. Waktu itu para pembimbing berkata kalau semuanya tak lagi menggunakan metode yang kasar dan keras selama masa pengenalan, namun semua itu hanya bualan saja agar para pendatang baru merasa tergiur dan menjamin diri mereka akan betah selama masa pelatihan. Ketika Arya sedang sibuk mengetik, tiba-tiba saja ia mendapat notifikasi berupa gambar di ponselnya.