webnovel

Suspicious

Trowulan, 10 Oktober 2024.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan Balai Penelitian Arkeologi Trowulan, sebuah kompleks megah yang memadukan arsitektur tradisional Jawa dengan sentuhan modern. Di bagian depan, terdapat pendopo besar yang digunakan untuk diskusi terbuka. Bangunan utama balai ini memiliki beberapa ruang penelitian dengan peralatan mutakhir, termasuk laboratorium konservasi artefak, ruang pemetaan geospasial, dan sebuah aula khusus dengan perangkat paling canggih—HoloMap 7D [1] Area belakangnya adalah gudang yang menyimpan berbagai artefak penting dari situs Majapahit.

Di halaman, tampak para asisten arkeolog sibuk menyiapkan perlengkapan ekspedisi: kamera geospasial, alat penggali tanah, dan drone survei. Beberapa petugas keamanan berseragam biru gelap yang biasa disebut Regu Kawal Situs oleh para arkeolog—berjaga di sekitar lokasi, memastikan tidak ada gangguan.

Kavi dan teman-temannya keluar dari mobil, bergabung dengan para profesor yang sudah menunggu di pendopo. Profesor Raka Wijaya, pria tinggi berusia lima puluhan dengan wajah tegas dan mata tajam, menyambut mereka sambil mengamati sekeliling. Di sampingnya, Profesor Sukarno Agung, seorang pria paruh baya dengan perut sedikit buncit dan rambut tipis, terlihat melipat tangan dengan ekspresi skeptis.

Profesor Raka melangkah maju dan langsung bertanya, "Di mana satunya?"

Rafael, yang sudah mempersiapkan diri, menjawab dengan tenang, "Keano tertinggal di jalan, Pak. Mobil SUV yang kami tumpangi mogok, jadi dia memutuskan untuk menunggu di sana. Karena itu mobil Profesor, dia merasa bertanggung jawab untuk tidak meninggalkannya."

Mendengar itu, Profesor Sukarno langsung menyindir, "Jadi, kalian meninggalkan dia begitu saja? Apa ini cara kalian bekerja? Tidak tahu mana yang harus diprioritaskan? Keano itu bagian dari tim!"

Aria, yang sudah dikenal dengan sikap spontan dan emosionalnya, langsung membuka mulut untuk membalas. "Dengan segala hormat, Pak, Keano sendiri yang memutuskan tinggal. Dia tahu betul apa yang harus dilakukan, dan dia tidak ingin membuat yang lain terlambat. Itu bukan keputusan yang ceroboh, tapi justru tanggung jawabnya sebagai bagian dari tim."

Sebelum suasana memanas, Kavi menepuk bahu Aria, memintanya untuk tenang. Ia melangkah maju dan berbicara dengan nada tegas namun terkendali. "Keputusan itu sudah dipertimbangkan dengan matang, Pak. Kami tidak meninggalkannya begitu saja. Keano tahu ini adalah mobil milik Profesor Raka, dan dia merasa bertanggung jawab untuk memastikan kendaraan ini kembali dalam keadaan baik. Kami hanya mengikuti prioritas yang ada, yaitu tiba tepat waktu di sini untuk ekspedisi."

Profesor Sukarno mendengus pelan, tapi tidak lagi melanjutkan kritiknya. Sementara itu, Profesor Raka menatap Kavi lebih lama, lalu berkata, "Baiklah, pastikan Keano segera menyusul setelah urusannya selesai."

Sebelum ada diskusi lebih lanjut, langkah berat mendekat. Profesor Francisco J. Ayala dari Spanyol, dengan dua rekannya, tiba. Salah satu rekannya adalah seorang arkeolog muda yang tampak sepantaran dengan Kavi.

"Ah, Profesor Francisco!" seru Raka, sedikit terkejut. "Bukankah Anda bersama rombongan Profesor I Gede?"

Profesor Francisco tersenyum lebar. "Kami memutuskan datang lebih awal. Saya tidak sabar bertemu dengan Kavi, si penemu Mustika Dyah Pitaloka. Sepertinya saya tidak sendiri, karena semua rekan internasional kami sudah datang."

Benar saja, dari arah gedung utama, Profesor Jane Lyndon melangkah keluar bersama Profesor Ian Hodder dan beberapa profesor lainnya. Profesor Jane, dengan jaket birunya, menyapa dengan ramah. "Selamat pagi! Senang akhirnya bisa bertemu kalian."

Setelah beberapa sapaan hangat, Profesor Sukarno mengambil alih untuk mengenalkan tim arkeologi muda dari Indonesia. Namun, sebelum ia sempat berbicara, Kavi maju selangkah. "Perkenalkan, nama saya Kavi," ucapnya dengan nada lantang namun tetap tenang. Ia melirik ke arah Rafael dan Aria sebelum melanjutkan, "Ini rekan saya, Rafael Yasendra, seorang spesialis analisis artefak, dan Aria Putra, ahli stratigrafi."

Kavi berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Sebenarnya, kami datang berempat. Namun, rekan kami, Keano Aryendra, yang merupakan pengemudi kami sekaligus ahli konservasi artefak, masih tertahan di perjalanan karena ada sedikit kendala teknis. Saya ingin meminta maaf atas keterlambatannya. Dia akan segera menyusul begitu masalah tersebut terselesaikan."

Ucapannya yang lugas dan penuh sopan santun membuat suasana menjadi lebih tenang. Para profesor tampak mengangguk, menerima penjelasan tersebut. Sampai membuat Profesor Ian Hodder berkomentar, "Bahasa Inggris Anda sangat fasih. Tidak biasa untuk seorang arkeolog dari wilayah ini."

Kavi tersenyum tipis. "Mungkin karena saya mengulang kata-kata yang sama setiap hari." Jawabannya singkat tetapi cukup menghibur, membuat suasana mencair.

Setelah perkenalan selesai, salah satu profesor internasional bertanya, "Bisakah Anda menjelaskan bagaimana Anda menemukan Mustika Dyah Pitaloka?"

Kavi menjawab dengan tenang, "Penemuan itu adalah hasil dari kombinasi penelitian tekstual, survei lapangan, dan intuisi arkeologis. Kami mempelajari pola distribusi artefak di sekitar Trowulan dan menemukan lokasi yang konsisten dengan cerita rakyat tentang Dyah Pitaloka. Setelah penggalian yang sangat hati-hati, kami menemukan sebuah ruang kecil di bawah tanah yang terlindungi dengan baik. Di sana, mustika itu ditemukan bersama beberapa pecahan prasasti yang menguatkan identitasnya."

Keterangannya yang padat membuat semua orang terdiam sejenak, kagum akan kecermatan prosesnya. Bahkan Profesor Raka, yang biasanya kritis, mengangguk tanda setuju.

Profesor Ian bertanya lagi, "Kalau begitu, bisakah Anda menunjukkan lokasi penemuan itu dengan alat pemetaan?"

Kavi tersenyum, "Tentu saja. Mari kita ke dalam."

Mereka semua mengikuti Kavi ke ruang laboratorium utama, di mana HoloMap 7D berdiri megah di tengah ruangan. Petugas menyalakan perangkat tersebut, dan hologram wilayah Trowulan langsung muncul, memproyeksikan peta tiga dimensi dengan detail luar biasa.

Dengan gerakan tangannya, Kavi memperbesar area tertentu, menunjukkan struktur bangunan Majapahit yang tersembunyi di bawah tanah. Ia menjelaskan bagaimana mereka memetakan wilayah menggunakan data LIDAR [2] dan mengidentifikasi ruang tempat mustika ditemukan.

Aria, yang melihat Kavi mengoperasikan alat itu dengan cekatan, bertanya dengan nada heran, "Sejak kapan kau bisa menggunakan alat secanggih ini?"

Rafael langsung menyela sambil memasang wajah serius, "Kavi itu bukan manusia biasa, Aria. Dia pasti punya chip AI di otaknya."

Tawa langsung pecah di ruangan itu, terutama dari para profesor lokal dan asisten. Aria sampai terbatuk karena terlalu keras tertawa, sementara Kavi hanya menggelengkan kepala pelan. Profesor Sukarno menahan senyum kecil, tetapi profesor-profesor dari mancanegara tampak hanya saling pandang, kebingungan memahami apa yang lucu dari kalimat itu.

"Rafael, mereka tidak akan paham lawakanmu," ujar Aria, sambil menyeka air mata di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa.

Namun, tawa itu mendadak berhenti ketika suara langkah tergesa-gesa terdengar dari luar ruangan. Rombongan Profesor I Gede akhirnya tiba, membawa serta energi baru ke dalam ruangan. Profesor I Gede, pria jangkung dengan rambut memutih yang tampak sangat berwibawa, menyapa hangat semua orang sebelum mulai berdiskusi dengan Profesor Raka.

Di tengah kehangatan pertemuan itu, Kavi tidak bisa mengabaikan perasaan aneh yang menyelinap ke dalam dirinya. Hawa di ruangan itu terasa berbeda—menyesakkan, seperti ada sesuatu yang tidak terlihat sedang mengintai. Entah mengapa, Kavi merasa ekspedisi ini akan membawa mereka ke sesuatu yang jauh lebih besar daripada sekadar menggali peninggalan sejarah.

____________________

[1] HoloMap 7D : alat visualisasi canggih yang menampilkan data pemetaan dalam bentuk holografik 3D interaktif, memungkinkan analisis mendalam terhadap situs atau objek dalam berbagai dimensi tambahan.

[2] Data LIDAR : menggunakan laser untuk memetakan wilayah dengan akurasi tinggi, mendeteksi struktur tersembunyi, dan menghasilkan peta 3D yang berguna dalam penemuan dan perencanaan arkeologi.