webnovel

Makan Di Warung Mang Jojo

Hanya membutuhkan waktu delapan menit, untuk mereka sampai di warung nasi goreng Mang Jojo.

Arsena dan Aileen turun dari motor anggota geng Arkala. Mereka berdiri di depan ketiga laki-laki itu, bermaksud untuk mengucapkan terima kasih.

"Makasih, ya, kalian udah nganter kita ke sini," ucap Arsena, sembari memainkan kedua tangannya. Sejujurnya dia tidak mau berterima kasih pada Arkala, tapi ya sudahlah.

"Bos, kita ikut makan juga, yuk. Perut gue laper, nih."

Arkala dan Matteo menoleh pada Gavin yang tengah mengusap perutnya. "Gak ada. Kita balik," sahut Arkala.

Namun beberapa detik kemudian terdengar suara perut yang lapar, dan itu berasal dari Arkala.

Mereka refleks menahan tawa, terutama Arsena. Dasar mau tapi gengsi.

"Kalau lo laper, mending ikut makan juga deh. Kata Aileen nasi goreng di sini enak."

"Iya bener. Nasi goreng di sini emang enak." Matteo langsung merapatkan bibir dan meneguk ludah dengan susah payah, saat Aileen tengah menatapnya tajam.

"Aahh ... ya terus kenapa masih pada diem? Ayo masuk. Ini aroma nasi goreng udah ngorek-ngorek lubang idung gue." Gavin meninggalkan motor dan helmnya. Dia adalah orang pertama yang memasuki warung Mang Jojo tersebut.

"Mang, bikin lima, ya. Makan di sini," ucapnya pada penjual nasi goreng itu.

"Siap, Mas. Sok atuh, silakan duduk."

Arsena berjalan di samping Aileen. Mereka duduk saling berhadapan dengan Arkala, juga teman-temannya di meja yang memanjang.

"Kalian berdua keluar tengah malem karena sengaja, pengin beli nasi goreng?" tanya Gavin, sembari melepas jaket kulit hitamnya. Hareudang ceunah.

"Iya." Arsena mengangguk. "Gue laper dan pengen beli nasi goreng. Nggak tahunya malah ketemu mereka. Sial banget emang." Dia menggosok kedua tangan dan menempelkannya di pipi.

"Lo kedinginan?" tanya Aileen.

"Lha, gue aja gerah. Masa lo dingin?" Gavin berniat untuk memberikan jaketnya, namun dicegah oleh Arkala.

"Biarin aja. Bukannya lo nggak pernah rela, kalau ada orang yang pake jaket lo?"

Gavin mengangguk ragu. "Tapi Sena kedinginan, Bos. Coba liat, dia udah agak pucet."

Arkala memperhatikan rival sekaligus teman sekelasnya. Dia mendengkus pelan dan menuangkan teh tawar hangat ke dalam gelas.

"Minum dulu. Kalau nggak kuat sama udara dingin, harusnya lo nggak keluar," ujarnya sinis.

"Kalau nggak ikhlas ngasih, mending gak usah."

Arkala meletakkan gelas berisi air itu di hadapan Arsena. "Terserah. Mau diminum atau enggak. Udah bagus gue bantu tuangin."

Aileen sedikit pusing melihat Arsena dan Arkala yang selalu berdebat di manapun mereka berada.

"Ay, kayaknya ini tempat gue kenal deh."

"Nggak usah sok tahu deh lo," sahut Aileen sewot.

"Ih seriusan. Ini bukannya tempat waktu lo berantem sama----"

"Ekhem!" Matteo berdeham, dan menghentikan kalimat yang hendak keluar dari mulut Gavin.

"Silakan nasi gorengnya."

Mereka semua terinterupsi oleh Mang Jojo yang membawa lima porsi nasi goreng.

"Lho, Neng Lilin? Saya pikir siapa," kata Mang Jojo menunjuk Aileen.

"Lilin? Nama panggilan lo Lilin?" Arsena tertawa geli. "Lucu banget, sih."

"Hehe ... iya, Mang. Saya laper, jadi ke sini." Aileen mengusap tengkuknya yang dingin.

"Dulu Neng Lilin sering ke sini, sama pacarnya si Mas Tete. Tapi sayang, saya belum pernah liat wajahnya Mas Tete."

Di ujung meja belakang, Gavin hampir meledakkan tawanya. "Emang kenapa, Mang? Mas Tete sering pake masker?"

Mang Jojo mengibas kedua tangannya di depan wajah. "Bukan pake masker, Mas. Tapi helm. Aneh kan, orang mau makan nasi goreng malah pake helm."

Gavin langsung terbahak di tempatnya. Sedangkan Arsena memandang lelaki itu dengan kening mengerut.

"Vin, emang lo tahu siapa Mas Tete?" tanya Arsena polos.

"Nggak, sih. Tapi lucu aja. Kok ada orang yang mau makan nasi goreng, tapi helmnya nggak dilepas. Itu orang mukanya jelek kali, ya."

Matteo yang duduk berseberangan dengan Aileen hanya fokus menyantap nasi gorengnya. Dia lapar, dan tidak ada waktu untuk menyimak.

"Udah ah, Mang Jojo, jangan ungkit masa lalu lagi. Sekarang aku sama dia udah putus dan kami nggak ada hubungan apa-apa lagi."

"Waduh ... kenapa putus, Neng? Padahal ya, warung Emang ini mengandung pelet. Siapa aja pasangan yang makan di sini, pasti langgeng dan awet. Kok Neng Lilin malah putus?"

Aileen mengusap dagu sembari berpikir keras. "Kenapa, ya? Kayaknya waktu saya mergokin dia jalan sama cewek lain deh, Mang. Jadi langsung aja saya putusin."

Matteo terbatuk dan tersedak oleh makanannya sendiri. Arkala yang berada di sampingnya, menuangkan air untuk Matteo.

"Ay, jadi lo pernah diselingkuhi?" tanya Arsena yang terkejut.

"Iya. Gue liat dia jalan sama cewek lain."

BRAK!

Sontak semua orang yang ada di sana itu terperanjat, tatkala Arsena menggebrak meja cukup keras.

"Lo gila, ya? Ngapain lo gebrak-gebrak meja kayak gitu?" tanya Arkala sewot.

"Kenapa lo nggak bilang sama gue, Ay?" Arsena mengabaikan Arkala. Dia lebih fokus pada masalah sahabatnya. "Gue kan bisa hajar tuh cowok. Enak aja udah selingkuhin sahabat gue. Emangnya secantik apa sih, selingkuhan cowok lo? Bohay gak dia? Dadanya gede, gak?"

"Anjing!" Gavin mengumpat. "Sen, lo kenapa jadi nanya bentuk body madunya si Aileen?"

"Madu?" Aileen menyela. "Siapa yang lo bilang madu, huh? Gue nggak akan pernah sudi dimadu!" Gadis itu membuang wajah dan sempat bertatapan dengan Matteo beberapa saat.

"Udah-udah, kalian jangan ribut. Emang mau ngitung duit dulu."

"Tahu, nih. Lagian itu juga cuma masa lalu. Aileen juga belum kenal sama lo, kenapa lo malah sewot, huh?"

"Diem lo, Kala. Kalau bukan karena gue berhutang budi sama lo, nggak akan mau gue makan berhadapan sama lo."

Arkala menaikkan sebelah alisnya. "Emang lo siapa? Artis? Selebriti? Selebgram? Seleb TikTok atau Youtuber? Bukan!"

"Dih, najis. Gue emang bukan semua itu. Tapi gue cantik, banyak cowok yang ngejar-ngejar gue." Arsena mengibaskan rambut panjangnya bangga.

Jika seorang gadis memiliki rasa percaya diri yang tinggi, pasti aura kecantikannya akan jauh lebih memancar.

Maka dari itu, Arsena tidak pernah mengatakan bahwa dirinya jelek. Karena setiap ucapan adalah doa.

"Eh iya, kalian juga habis dari mana? Kok keluyuran tengah malem?" Arsena menatap satu persatu ketiga lelaki di depannya.

"Paling juga habis balapan liar, Sen," jawab Aileen.

"Whoaa ... balap liar? Enak dong!"

Gavin dan Aileen melongo tidak percaya. "Enak? Lo suka balapan liar juga?" tanya Gavin, disela-sela keterkejutannya.

"Nggak, sih. Gue cuma nonton di film-film aja."

"Tapi emang enak, kok." Aileen menyela. "Karena di arena balap liar, mereka bisa ketemu cewek-cewek seksi. Lo tahu kan ya, cewek yang jadi hakim di garis start itu."

"Nggak semua kayak gitu." Matteo akhirnya bersuara. Ternyata makanannya sudah habis. "Kita ke sana buat mengasah diri, bukan mau liat cewek."

"Bener!" Gavin menjentikkan jari setuju. "Buktinya kita langsung pulang, setelah menang."

"Oh, ya? Bukannya kalian suka boncengin cewek juga, ya? Terus clubbing bareng. Lo pikir gue nggak tahu?"

Arsena menatap wajah sahabatnya bingung. "Ay, lo kenapa emosi? Lo punya masalah sama Matteo?"