webnovel

Kisah Kasih Masa Lalu

Malam ini adalah malam minggu. Arsena memutuskan untuk menginap di rumah Aileen. Dua gadis remaja itu tengah menatap langit yang dipenuhi oleh taburan bintang, tepatnya di atas balkon kamar Aileen.

"Ay, menurut lo Matteo gimana? Dia baik, nggak?"

Suara Arsena memecah keheningan di antara mereka. Sejak pertama ia masuk ke sekolah mereka, Arsena langsung tertarik pada Matteo. Laki-laki super tampan dan memiliki bentuk tubuh yang bisa membuat lutut lemas.

"Kenapa lo tanya soal Matteo ke gue?" sahut Aileen. Nada bicaranya terdengar sedikit jengkel.

"Lo kan temen sekelas dia. Dan gue yakin, lo pasti tahu semua tentang dia, kan?"

Aileen membalikkan tubuh dan bersandar di dinding balkon. "Nggak. Walaupun kita satu kelas, tapi gue nggak tahu banyak tentang dia."

"Oh, ya? Tapi kenapa lo keliatan kesel banget sama dia? Setiap kali gue tanya tentang Matteo, pasti lo langsung sensi. Ada apa, sih?"

Aileen meraih tangan Arsena dengan manja. "Nggak ada apa-apa. Menurut gue ya, yang paling menarik di antara mereka itu Gavin. Dia lucu, humoris, tapi sedikit ngeselin."

"Lo suka sama Gavin?" pekik Arsena dengan bola mata membulat sempurna.

"Nggak lah. Gue itu cuma ngomong, nggak ada maksud lain." Aileen kembali mendongak. "Tapi, Na, kayaknya lo lebih cocok sama Kala, deh. Walaupun kalian berdua sering berantem, tapi gue liat kemistri kalian itu dapet banget. Udah kayak Syifa Hadju sama Rizki Nazar."

Arsena memutar bola mata malas. Dia meninggalkan Aileen dan duduk di tepian ranjang. "Nggak usah ngaco lo. Gue sama Arkala itu enemy sejati, nggak akan ada yang namanya couple apalagi couple goals. Lo catet itu baik-baik!"

"Lo nggak usah ngebantah takdir. Kita nggak akan tahu nasib lo ke depannya. Siapa tahu kalian jadian, dan lo bucin banget sama si Kala. Atau sebaliknya."

Arsena berdecih pelan dan meletakkan kedua tangannya di belakang punggung. "Simpen aja khayalan lo itu. Gue geli dengernya."

Ailen hanya mengangkat kedua bahu acuh. Dia terdiam, dan masih memandang langit yang sama.

Ingatannya kembali melayang pada kisah masa lalu. Di mana dia yang menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Aileen ingat jelas, seperti apa lelaki itu berjanji padanya.

Ia bersumpah sujud tidak akan mengkhianati Aileen. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Aileen tertawa miris, mengenang kisah masa lalu yang kelam.

"Ay, lo kenapa?"

Aileen terkesiap dan menoleh ke samping. "Nggak. Gue nggak apa-apa kok."

Arsena mendekap tubuh Aileen dari samping. "Ay, kayaknya gue jatuh cinta deh."

Spontan Aileen mendorong tubuh Arsena tanpa tenaga. "Lo jatuh cinta sama siapa? Arkala?" tanyanya.

Arsena menggelang pelan. "Matteo."

"Apa? Matteo?" pekik Aileen terkejut.

"Iya. Menurut lo gimana? Dia itu udah kayak candu buat gue. Tiap kali gue papasan sama dia, pasti jantung gue nggak aman. Dan gue yakin, itu artinya gue jatuh cinta."

Aileen mengurut keningnya sembari terpejam. "Lo yakin? Lo nggak ilfeel sama dia, setelah gue jelek-jelekin dia di depan lo?"

"Nggak. Gue nggak peduli, sih, karena yang gue liat, Matteo itu cowok baik."

Aileen akhirnya tersenyum. Dia memeluk Arsena hangat. "Kalau lo udah yakin, gue cuma bisa dukung. Gimana kalau gue bantu?"

"Lo serius?" Arsena berseru kegirangan.

"Serius dong. Sini gue bisikin."

Arsena mendekatkan daun telinganya pada Aileen dan mendengar bisikan berupa saran yang diberikan oleh gadis itu.

"Gimana?"

"Bagus juga ide lo!"

***

"Kenapa kalian berdiri di sana?"

Gavin menepuk lengan Matteo, lalu menyusul Arkala.

"Gue pikir lo lagi nggak mau diganggu," ucap Gavin berdiri di samping kanan Arkala dan Matteo di samping kanan Gavin.

"Apa yang lo pikirin, La?" tanya Matteo, menyadari Arkala yang sedari terdiam.

"Nggak ada. Gue lagi mikir, gimana caranya ngusir nenek lampir itu."

"Menurut gue, ya, lo harus lebih licik lagi. Kayaknya nyokap tiri lo itu pinter banget, nyari perhatian sama bokap lo," ucap Gavin. Dia merupakan penggemar sinetron Azab garis keras, jadi Gavin sangat hafal dengan karakter antagonis ibu tiri.

"Emang iya. Dia selalu kasar sama gue, kalau Papa nggak ada. Tapi kalau Papa lagi di rumah, dia sok baik sama gue." Arkala mengeluarkan sebungkus rokok dari saku jaket dan membaginya pada dua temannya.

"Untuk saat ini mending lo cari aman dulu aja deh, La. Lo ikuti semua permainan dia, dan anggaplah kalau lo udah takluk di tangan dia. Supaya hubungan lo sama Om Danu tetep baik." Matteo menyalakan sebatang rokok dan mengepulkan asap dari mulutnya.

"Nggak segampang itu, Yo. Yang namanya sakit hati, pasti susah diobati. Kalau gue jadi Kala, gue juga ogah akur sama emak tiri model si Tante Widya."

"Bukan gitu maksud gue, Vin. Arkala cuma pura-pura doang dan bikin si tante itu terlena, jadi kita bisa lebih gampang nyari tahu tentang dia."

Arkala hanya menyimak, dengan sebatang rokok yang diapit oleh kedua jari tangannya.

"Tapi gue nggak nyangka, padahal Tante Widya masih muda, dia rela ngorbanin masa mudanya cuma buat nikah sama Om Danu. Umur mereka beda banget, njir!" Gavin menggeleng tidak percaya.

"Kalau bokap si Kala nggak sekaya ini, pasti dia juga ogah. Lo tahu sendiri, cewek zaman sekarang itu ngincernya duit. Karena yang namanya skincare, dibeli pake duit!"

"Eh, Yo, dulu waktu lo masih pacaran, gimana? Si----"

"Jangan sebut nama!" potong Matteo cepat.

"Iye-iye," sahut Gavin. "Lo sama si itu gimana? Apa dia sering minta duit sama lo?"

Matteo menggeleng cepat, dan mengeluarkan rokok dari mulutnya. "Dia nggak pernah minta apa-apa, kecuali jajan cireng Mpok Wati."

"Jiah, cireng doang!" Gavin tergelak. "Lo miskin banget apa, Yo? Masa jajanin cewek cireng? Mana harga cireng cuma serebuan, dan lo beli berapa?"

"Lima," ucap Matteo sembari mengacungkan kelima jarinya.

Gavin menggeleng sembari berdecak. "Malu-maluin geng kita banget tahu nggak, lo? Lo lupa kalau kita punya Arkala? Masa lo jajanin dia cuma cireng, mana cuma lima."

"Gue bukannya pelit, bege! Tapi dia mintanya cuma itu. Ya udah gue kasih."

Arkala mematikan rokok dan melenggang begitu saja.

"Eh, mau ke mana lo?" teriak Gavin.

"Kamar mandi."

Gavin dan Matteo kembali berbincang. Mereka menceritakan masa lalu masing-masing ketika masih berpacaran.

"Lo tahu, padahal gue udah berkorban banyak buat dia. Tapi apa yang dia kasih? Perselingkuhan!"

"Bentar, bentar." Matteo menginterupsi. "Helena selingkuh karena lo nggak romantis, kan?"

Gavin mengangguk polos.

"Kayaknya yang salah elo deh. Seharusnya lo lebih peka lagi. Semua cewek di dunia ini pengin diperlakukan dengan manis dan romantis."

"Tapi Helena bisa ngomong ke gue, dong. Dia bisa kasih tahu tentang kekurangan gue. Jangan malah selingkuh sama si Arion jelek itu!"

"Daripada lo sibuk mikirin Helena, mending lo move on dan cari cewek lain."

Gavin mengusap dagu sembari berpikir. "Kalau gue deketin Aileen, gimana?"