webnovel

Kekasih Alvaro

Menjadi salah satu siswa paling tampan dan dikagumi banyak orang, sama sekali tidak membuat kehidupan Arkala menjadi mudah.

Lelaki itu sering merasa risi, ketika para gadis dengan wangi yang berbeda datang menghampirinya. Atau bahkan hanya sekadar memberi surat cinta yang tidak sedikitpun ia tanggapi.

"Bos, hari ini kayaknya penggemar lo lagi pada kaya, deh."

"Emang kenapa, Vin? Ada apa lagi di dalem loker si Kala?"

Gavin, anak buah Arkala yang bertugas untuk memeriksa loker setiap pagi itu tersenyum lebar. Dia mengeluarkan tiga batang cokelat dan memperlihatkannya pada semua teman-temannya.

"Kalian liat, nih, pagi ini kita panen cokelat."

"Whoa .... " Kedua mata Matteo berbinar. Lelaki itu menghampiri Alvaro dan mengambil satu batang cokelat di tangan kanan temannya. "Gue minta satu ya, Kal. Lumayan, buat dikasih lagi ke cewek kelas sebelah."

"Si anjir. Lo nggak kapok, semalem disindir habis-habisan sama Aileen?"

"Biasa aja," jawab Matteo, sambil mengedikkan kedua bahu. "Yang dia omongin itu nggak bener, makanya gue cuma diem. Lo tahu sendiri, lah, kalau mulut cewek itu tipis banget. Apa yang dia lihat, pasti itu juga yang dia simpulkan."

Di saat Gavin dan Matteo sibuk berghibah, membicarakan Aileen dan para komplotan wanita lainnya, di sudut ruangan ada Alvaro yang tengah membaca buku pelajaran. Memang dasar anak rajin.

"Al, gimana menurut lo? Gue harus kasih cokelat ini ke cewek yang mana?"

Alvaro hanya mendongak sekilas dan menaikkan sebelah alisnya. "Nggak tahu," ucapnya dingin dan kembali fokus membaca bukunya.

"Ah, gak asyik!" celetuk Gavin. "Te, mending kita diskusi berdua aja, jangan ngajak si Alvaro. Dia mah nggak asyik."

Arkala tersenyum tipis memperhatikan ketiga temannya yang hanya sibuk memikirkan perempuan. Sebagai ketua geng, dia sama sekali tidak tertarik dengan makhluk berjenis wanita.

"Udah selesai? Lo ambil semua cokelat itu, kita ke kelas." Arkala kembali meninterupsi dan beranjak dari kursi kayu yang dia duduki tadi.

Pemuda dengan tubuh tegap nan tinggi itu berjalan menyusuri koridor sekolah. Di sampingnya, terdapat beberapa siswi yang tengah menjerit sambil menatapnya memuja.

"Bos, kayaknya lo semakin terkenal deh. Lihat aja tuh cewek-cewek, banyak yang ngeliatin lo."

"Biarin aja. Gue kan emang ganteng," balas Arkala tanpa menoleh.

Lagi pula, siapa yang tidak akan jatuh cinta pada Arkala dan teman-temannya. Itu artinya, keempat laki-laki itu memiliki aura ketampanan yang bisa membuat para kaum hawa jatuh cinta.

"Al, itu cewek lo, kan?"

Alvaro mengangkat wajah. Wajahnya memerah, saat melihat seorang wanita yang tengah berjalan di depannya. Lebih tepatnya berlawanan arah.

"Ciee ... Neng Kinan mau ke mana? Kok nggak ditemenin sama Mas Al?"

Kinan. Gadis yang usianya lebih muda dari Alvaro pun menundukkan wajahnya malu. Mereka tidak berada di kelas atau angkatan yang sama.

"Nggak, Kak. Aku mau sama Gisel aja."

"Whoa .... " Gavin bersorak dan mengelilingi tubuh Kinan. "Biar gue tebak. Pasti kalian lagi berantem, kan? Kenapa? Apa si Alvaro jalan sama cewek lain?"

"Sembarangan lo!" hardik Alvaro. Dia yang biasanya diam, tidak terima difitnah seperti itu, di depan kekasihnya sendiri.

"Eh, bukan gitu, Kak," ucap Kinan, sedikit tidak enak. "Aku kan emang mau perginya sama Gisel, jadi ya ... mau sama Gisel aja."

Alvaro menatap kekasihnya tanpa berkedip, juga tidak tersenyum sedikitpun. Persis seperti seorang kakak yang tengah memarahi adiknya.

"Al, lo mau pergi sama Kinan?" Arkala mencoba memberi pengertian. Di antara mereka, hanya Alvaro yang memiliki kekasih.

Awalnya hanya dia yang berstatus jomblo, tapi semenjak Gavin dan Matteo putus dengan kekasih masing-masing, kini tinggal Alvaro yang bertahan.

"Nggak. Kinan mau pergi sama Gisel," jawab Alvaro.

"Oh, ya, lo mau cokelat nggak, Nan?" Matteo yang hendak memberikan satu batang cokelat utuh pun langsung dicegah oleh Alvaro.

Bukan hanya itu, kekasih Kinan itu juga menatapnya dengan tajam.

"Gue bisa beliin Kinan cokelat sendiri. Simpen aja buat lo."

Wajah Kinan langsung bersemu. Apa kekasihnya cemburu? Begitu pula dengan Gisel di sampingnya. Sahabat yang paling dekat dengan Kinan itu langsung menggoda kekasih Alvaro.

"Nan, kayaknya Kak Al cemburu, deh. Dia beneran sayang sama lo."

Kinan menepuk lengan Gisel, agar gadis itu menutup mulutnya.

"Ya udah, kalau gitu kita cabut."

Matteo dan Gavin memanyunkan bibir, merasa iri dengan hubungan Alvaro dan Kinan. Kedua pemuda itu pun mengikuti langkah kaki Arkala dari belakang.

"K-Kak?" panggil Kinan, agak malu-malu.

"Hm? Kamu beneran mau pergi sama Gisel aja? Nggak mau aku anterin?"

Kinan langsung menggeleng cepat. "Nggak usah, Kak. Aku sama Gisel aja."

"Oke." Lelaki itu ikut mengangguk. "Kamu mau cokelat? Nanti aku beliin, ya. Tapi jangan terima pemberian dari cowok lain."

Demi apa pun, Gisel rasanya ingin menghilang dari muka bumi ini! Dia tidak sanggup, melihat kemesraan Alvaro dan sahabatnya.

Meski keduanya tidak seperti pasangan lain, yang kerap kali bergandengan tangan, namun melihat tatapan Alvaro pada Kinan saja sudah membuat jantung Gisel hampir melompat dari tempatnya.

"Co-cokelat?" Kinan masih terlihat gugup. "Tapi ... Kakak kan sering ngasih aku cokelat."

"Ya nggak apa-apa. Ngasih kamu makanan atau minuman, itu sebuah keharusan. Aku nggak mau, liat pacar aku kelaparan."

Shit! Wajah Kinan semakin memanas dibuatnya. Dia meraih tangan Gisel dan meremasnya kuat. Reaksi yang biasa terjadi pada wanita, ketika tidak kuat digombali oleh para pria.

"Oke, kalau gitu, Kak. Hmm ... aku sama Gisel pergi dulu, ya."

Alvaro mengangguk pelan dan terus memperhatikan kepergian Kinan. Dia tersenyum, saat kekasihnya berbelok ke arah koridor lain.

Memang sulit dipercaya, pemuda rajin seperti Alvaro telah mempunyai seorang kekasih. Mungkin orang berpikir, kehidupan Alvaro hanya berjalan di tempat atau monoton.

Atau bahkan, orang mengira bahwa dia tidak tertarik pada gadis manapun.

Namun mereka semua salah. Justru dia bertemu dengan Kinan di sebuah kompetisi antar kelas di sekolah, dan keduanya mewakili kelas masing-masing.

Awal mula bertemu, Alvaro tidak tertarik sama sekali. Hanya penasaran dan menanyakan siapa wanita itu, pada teman satu angkatannya. Dan jadilah seperti sekarang. Hubungan antara dua orang yang mempunyai otak cerdas.

"Mana Kala?" Alvaro kembali ke kelas, lalu menghampiri Gavin dan Matteo.

"Tuh. Lagi ribut sama Sena."

Dia pun menoleh ke sudut kelas. Tempat di mana Arkala dan Arsena sedang beradu mulut. Dua orang itu memang tidak bisa akur sehari pun.

"Gue yang duluan ambil sapu ini, ya. Jadi lo nggak berhak, buat ngambil ini dari tangan gue."

"Heh, lo itu anak baru di sekolah ini. Seharusnya lo nurut, sama semua perkataan gue!"

Tawa Arsena langsung membahana, memenuhi isi kelas hingga ke luar.

"Lo emang anak pemilik sekolah. Tapi tanah ini punya bokap lo. Jadi lo gak ada hak, buat maksa gue!"

"Lo berani sama gue?!"