webnovel

Antariksa [ Dari Angkasa ]

Yang dingin belum tentu galak. Rinai merasakannya dengan Antariksa Zander Alzelvin, ketua band The Rocket sekaligus ketos itu mengisi hari-harinya di masa-masa SMA Seperti apa keseruannya? Mari kita halu bagaimana memasuki kehidupan para tokoh seakan-akan berperan di dalamnya

hiksnj · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
51 Chs

42. Kenaikan kelas

Setelah tanding voli berlalu, sekarang mereka akan di hadapkan ujian kenaikan kelas. Rinai tengah serius membaca materi bahasa Indonesia. Sengaja Rinai berangkat lebih pagi.

"Hei! Nanti kalau ada yang bisa contekin ke gue ya!" teriak Caca membuat Rinai melirik sinis teman sekelasnya paling toa itu. Datang bukan salam meminta contekan. Usaha dulu dong, nilai jelek mah belakangan.

Caca menghampiri Rinai, dengan gorengan yang ia makan serta kantong plastik di tangan kirinya. Sarapan dulu.

Caca meletakkan kantong plastik gorengan di buku tulis Rinai.

Rinai langsung melemparkan buku tulis bahasa Indonesia-nya ke lantai, memangnya tidak tau kalau kertas mengenai minyak goreng itu tulisannya tembus pandang?

Caca pura-pura sedih. Ia memang sengaja, salah sendiri tadi tidak ada yang menggubrisnya. "Hiks hiks, lo tega banget Rin. Itu kan gue beli gorengannya sepuluh ribu," ca, buka warung aja sekalian kalau belinya banyak.

Rinai menatap Caca penuh kilatan amarah. "Bodoamat!" setelahnya Rinai memilih piket sesuai urutan deret bangku saat ujian begini memang berlaku.

Adel yang baru datang melihat gorengan banyak tercecer di lantai pun menatapnya sedih. Lebih baik berikan saja padanya lebih barokah.

Tatapan Adel tertuju pada Rinai yang menyapu dengan kasar, hingga teman sekelasnya yang duduk di undakan lantai tepatnya wilayah papan tulis pun pindah.

Dinda terbatuk karena debu. "Heh Rin, yang bener dong!" sentaknya galak. Jangan ngusik macannya ips 5 dulu din.

Dinda yang masih berjalan ke tempat duduknya pun semakin kesal saat Rinai berusaha menyapunya seolah ia sampah besar yang harus di singkirkan. "Emang gue sampah Rin? Yang bener dong," Dinda mendorong bahu Rinai hingga cewek itu hampir terjatuh kalau Adel tak menangkapnya.

Adel menatap sengit dengan Dinda.

Dinda langsung gugup dan memilih menutupi wajahnya dengan buku.

Sedangkan di kelas Antariksa bukannya belajar justru Agung asyik bermain catur dengan Rafi.

"Eh, enak aja lo menang. Gak bisa, selama ini Agung itu si raja catur SMA Permata,"

Rafi gunakan kesempatan bermain curang saat Agung sesekali membaca materi bahasa Indonesia yang akan di ujikan pertama kali.

Brian menarik seragam kedua sahabatnya itu. "Jangan main, belajar dulu!" sentaknya galak seperti ayah kepada anaknya.

Agung mengangguk takut, Rafi menepis tangan Brian.

"Gue bukan kambing yang bisa lo seret-seret,"

Brian terkekeh. "Biarin, salah sendiri lo nurutin Agung main catur,"

Antariksa sedang menghafalkan majas-majas. Sampai nanti ada soal uraian akan terlihat lebih mudah.

Agung ikut bergabung belajar dengan Antariksa. "Gue belum faham semuanya nih sa, gimana dong?" pas sekolah ngapain aja sih gung?

"Salah sendiri waktu bu Luna jelasin lo tidur mulu," jawab Antariksa seadanya. Terkadang Agung itu pindah tempat duduk di belakang.

"Jangan gitu dong, ajarin gue ya?"

Bu Syifa memasuki kelas, Agung masih ingin bertanya lebih lanjut tentang majas-majas tapi Antariksa mengusirnya.

"Hush hush, sana," Antariksa menirukan suara banci kaleng yang ia temui sepulang sekolah di perempatan jalan.

Yang otaknya jenius akan menjawab dengan mudah. Pas-pasan menghitung kancing atau melirik jawaban di sebelahnya dari mengoper jawaban si pintar sampai matanya julid dan pusing. Pengalaman, udah biasa atau gak sama sekali.

Sampai Agung frustasi dan memilih mengocok dadu dari penghapusnya yang sudah di tulisi huruf a, b, c, d ,e. Persis sama temen gue lo gung.

Rafi yang melihat aksi Agung itu pun menggeleng heran. "Gak sekalian nyate aja gung?" bisiknya lirih. Mereka ini duduknya bersebrangan, acak. Nyate bukan berarti kertas jawabannya di jadikan sate, melainkan polanya yang sama misalnya 'A' nomor satu sampai lima sudah terlihat nyate.

Agung menggeleng. "Gak ah, nanti keliatan kalau gak bisanya,"

Di kelas Rinai, Caca itu beralasan meminjam penghapus kepada Rinai. Alasan memang, demi melirik jawaban Rinai yang kini sudah nomor 34.

Caca menghela nafas kecewa. "Pelit amat lo Rin," bisknya lirih. Ia mengembalikan penghapus Rinai kasar hingga terjatuh.

Malas mengambilnya, lebih baik nanti saja saat istirahat. Kalau sekarang di ambil, Caca akan beraksi kembali.

Untungnya Rinai menutupi kertas jawabannya dengan soal. "Gak usaha, enak aja nyontek gue. Udah belajar susah-susah juga. Giliran gue nyontek matematika punya Siti aja gak di bolehin,"

Flashback on

Seisi kelas ips 5 itu kini mengerumuni Siti yang tengah sibuk menghitung.

"Bisa balik ke asalnya gak sih? Gerah nih," kesal Siti.

Adel yang sudah lelah berdiri sedari tadi dengan ukuran tubuhnya yang kecil tak ada satu nomor pun yang ia dapatkan. Adel kembali ke tempat duduknya. 'Biarin deh gak dapet nilai. Kenapa ya cuman matematika di takdirin gak bisa?' batin Adel sedih.

Rinai yang tak tega dengan wajah murung Adel pun menghampiri Siti.

Rinai berjinjit, hingga buku tulisnya tak sengaja menyenggol Caca.

"Enak aja lo kesini, sana balik! Usaha sendiri dong," usir Caca mendorong Rinai hingga terjatuh.

'Awas aja lo ca, gue bales!' batin Rinai, emosi.

Setelah Siti selesai mengerjakan sepuluh soal pun memberikannya pada Andre. "Gantian kalau nyontek, semuanya ke bagian ya," Siti itu baik, namun ada saja yang tidak adil.

Flashback off

Emosi Rinai bangkit lagi mengingat kejadian itu, hingga Adel memberikan minuman dingin, pipi Rinai terasa sejuk.

"Ngelamun terus, udah istirahat nih," Adel menyadarkannya. Soal dan jawabannya pun sudah tidak ada.

"Tadi gue yang ngumpulin kok. Kenapa Rin?" tanya Adek hati-hati, wajah Rinai sekarang tak bersahabat. Seperti ingin menelan siapa saja yang mengganggunya.

"Del, ambilin penghapus gue itu," Rinai menunjuk penghapusnya di sebelah kursi Ririn.

Adel juga tau kalau Caca tadi beraksi. 'Emang bener-bener kalau Caca itu, giliran nyontek Siti aja gak boleh. Sekarang kalau ada butuhnya doang dateng, kalau gak di buang gitu aja,'

"Sabar ya Rin, belajar atau ke perpustakaan?" Adel sudah rindu dengan markasnya itu.

"Perpustakaan aja," lebih sejuk dan damai.

☁☁☁

Sebagian curhat ya? Gak apa-apa deh. Anggep aja unek-unek¹.

Unek-unek¹= hati kesel, pingin curhat tapi gak tau ke siapa.