webnovel

Antariksa [ Dari Angkasa ]

Yang dingin belum tentu galak. Rinai merasakannya dengan Antariksa Zander Alzelvin, ketua band The Rocket sekaligus ketos itu mengisi hari-harinya di masa-masa SMA Seperti apa keseruannya? Mari kita halu bagaimana memasuki kehidupan para tokoh seakan-akan berperan di dalamnya

hiksnj · แฟนตาซี
เรตติ้งไม่พอ
51 Chs

38. Romantisme

Jamkos saat ini membuat kelas Ips 5 mengalahkan ramainya pasar seluruh Indonesia. Kita cek satu persatu aktifitas mereka. Mulai dari Caca, cewek itu bernyanyi dengan sapu sebagai mic penuh penghayatan dan suara merdunya.

"Mengapakah! Harus ku rasa! Sepenting itukah cintamu!"

"Woy!" sentak Adel, telinganya bisa lepas saat ini juga. "Itu toa masjid yang di cari komplek gue kenapa nyasar kesini?!" Adel sudah muak dengan suara Caca yang merdu.

"Bilang aja iri, gini ya. Sebentar lagi bakalan ada audisi nyanyi online, makanya gue latihan sekarang biar menang. Terus nama SMA Permata bakalan melejit," ujar Caca bangga. Iya nanti lolos audisi kok ca.

Adel sampai bosan mendengar lagu itu-itu saja yang di nyanyikan Caca, sebuah rasa dari Agnes Monica.

Tia sebagai penengah dua mercon Ips 5. "Udah, gak usah berteman. Del, lanjut lagi nonton Seong Woo," penyuka drakor tau dong.

Rinai? Melihat film kartun Dora, lebih baik bertanya daripada diam tidak tau apa-apa bukan?

Saat Adel ingin kembali ke habitatnya sebuah kaki sengaja di selonjorkan sehingga Adel terhuyung, hampir saja jatuh kalau tidak menarik rambut Rinai.

"Heh, sakit tau!" sentak Rinai galak.

"Maaf, siapa sih yang jahil sama gue? Berani huh?!" Adel menelisik siapa pelakunya, kalau Dinda tidak berpura-pura membaca buku terbalik pasti itu pelakunya.

Adel menghampiri dengan emosi mengepul ingin di tumpahkan. "Belum kapok juga lo?!" sabar, lama-lama kelas Ips 5 saudaranya banteng loh kalau marah-marah.

Dinda mencoba menatap Adel berani. "Kenapa? Mau nindas gue lagi?"

"Oh, nantangin ya. Ayo," tangan Adel yang ada beberapa otot yang mejamin tonjokannya kuat.

Tia sudah lelah sebagai pelerai. "Kalian kenapa sih gak ada yang akur?" tanyanya dengan suara paraunya, sudah habis meneriaki banteng-banteng Ips 5.

Cici, sang bendahara kelas akan mengatasinya dengan menarik uang kas setiap hari Sabtu ini, walaupun dua ribu tapi banyak saja yang masih utang, lupa, dan alasan tidak masuk akal seperti uangnya gede, lupa ambil uangnya di atas kulkas, uangnya basah nih kena hujan kalau robek gak laku.

Cici berdiri, menghampiri keributan itu. Dengan buku kas kelasnya, akan menagih dengan garangnya. "Kalian semua siapkan uang dua ribu, gak ada alasan gak bayar sekarang, bilangnya besok sampai kenaikan kelas nunggak banyak kan. Mau huh gak kebagian kertas fotocopy materi?"

Semuanya langsung merogoh uang di saku seragamnya. Meletakkan uang dua ribu di atas meja, jangan main-main dengan raja lebih tinggi di Ips 5, tak ada yang menandingi kegalakan Cici si bendahara kelas.

Cici menghampiri Caca, cewek itu tampak gugup. Uang receh begitu mana dia punya? Maaf saja anak kalangan atas sepertinya uangnya merah atau biru, bukan dua ribu.

"Mana duitnya?!" Cici menggebrak meja dengan mata melotot garang.

"Anu, lo tau kan kalau gue orang kaya, nih gak ada. Gue gak mau ya kembaliannya receh semua," Caca mengeluarkan uang seratus ribu.

Cici merampasnya. "Bentar, nanti gue tukerin ke kantor, atau gak ke bu Syifa,"

"Eh, enak aja. Sini kembaliin," Caca berusaha meraih uang seratus ribunya.

"Gak bisa di ganggu gugat, keputusan bendahara kelas gak boleh di bantah. Udahlah, nanti juga bakalan ada kembaliannya," kemunculan Cici yang keluar dari singgahsana-nya membuat kelas Ips 5 sunyi sepi. Semuanya duduk rapi di bangkunya masing-masing, bersikap tegak dan tangan yang di sembunyikan di laci, mengamankan uang gocengnya, lumayan beli air minum yang dua ribuan.

Andre bermain kejar-kejaran dengan Roni yang baru saja memasuki kelas, Andre berlari menuju habitatnya tepat di belakang Rinai, tapi kaki Andre tak sengaja menendang bangku dengan keras.

Andre terjatuh. "Aduh, sakit,"

Rinai lebih sakit lagi, kakinya terjepit di antara kayu bangkunya. "Aww, del tolongin gue," teriaknya kesakitan.

Adel menghampiri Rinai dengan wajah khawatirnya. Adel berusaha melepaskan kaki Rinai dari himpitan kayu itu. "Rin, kaki lo biru nih,"

Rinai menatap kakinya yang sudah terbebas dari himpitan kayu bangkunya. "Del, sakit nih. Teus nanti gue pulangnya gimana?"

Adel memkirkan orang yang tepat, Antariksa! Adel mengirimkan pesan pada Antariksa.

Rinai kakinya sakit kak, kejepit tadi. Nanti pulang sekolah Rinai gak bisa jalan, kakinya warna biru kak.

Warna biru seperti di cat del?

Antariksa yang tengah mengadakan konser di kelas saat jamkos pun berhenti bernyanyi.

Agung memukul meja seolah-olah itu gendang di musik dangdut.

Rafi si jago big box.

Brian? Lebih baik berlatih soal Matematika saja. Lebih baik main rumus daripada perasaan.

"Kenapa berhenti nyanyi sih sa?!" kesal Agung, akhirnya ia mahir juga menyulap meja menjadi gendang dandgut.

Antariksa tak menjawab, lebih baik sekarang Rinai ke UKS.

☁☁☁

Bel sudah berbunyi sejak 2 menit 40 detik yang lalu, Antariksa berusaha mebujuk Rinai agar di izinkan untuk menggendongnya.

"Kaki kamu kan warna biru," ujar Antariksa sesuai berita yang di sampaikan Adel.

Rinai melotot, memangnya dia seperti Krisna kartun India itu?!

"Nih, liat, yang biru itu lukanya. Bukan kaki gue warna biru, emang gue saudaranya Krisna kartun India itu apa," gerutu Rinai kesal. Adel sudah pulang, malah ialah orang pertama keluar kelas setelah bu Syifa mengakhiri pelajarannya.

"Makanya, buruan naik," Antariksa berjongkok siap menggendong Rinai.

Tak ada pilihan lain, Adel memang sengaja meninggalkannya pulang.

"Kok ringan, isi angin ya?" tanya Antariksa saat Rinai sudah berada di punggungnya.

Kesal, Rinai menoyor kepala Antariksa. "Sembarangan! Asal lo tau ya, gue adalah cewek terlangsing di SMA Permata. Coba deh, bayangin aja berat badan paling ideal itu jatuh kepada seorang Rinai dengan angka 40, lingkar pinggang 64. Gak kebayang langsing kan?" bangga? Jelas, kelas Ips 5 rata-rata 50 sampai 70, lingkar pinggangnya entah berapa.

"Body gilesan papan triplek aja bangga,"

Kesal, Rinai mulai meronta ingin turun.

"Heh, diem dong. Emang gak sakit kakinya di buat jalan?"

"Bodoamat, turunin gue! Lo banyak demo mulu!"

Dengan terpaksa Antariksa menurunkan Rinai.

Belum sepenuhnya berdiri Rinai terhuyung dan Antariksa dengan sigap menangkapnya. Empat mata saling beradu temu, jatuh dengan segala pesona ukiran wajah indah dari sang kuasa.

Rinai tersadar. "Modus lo," tapi tangan Rinai memegang bahu Antariksa sebagai penyeimbang.

"Lo sendiri yang modus, tangan lo nih pegang-pegang," Antariksa sudah mengubah panggilan aku-kamu menjadi lo-gue.

"Terserah deh, ikhlas gak bantuin gue?" tanya Rinai mulai geram, yang kalem bisa nyebelin.

"Hm," Antariksa mengangkat tubuh Rinai, menggendong ala bridal style.

☁☁☁