webnovel

bab 1 menyusup

Terlihat hamparan tanah yang tandus, kering, cuaca begitu panas terik, sudah lama tidak turun hujan. Tidak ada orang kaya di kampung nya, semua orang miskin.

Kampung yang sudah sekarat, bahkan untuk minum air harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mengambil nya.

Beginilah derita golongan rakyat miskin, tidak ada yang bisa di harapkan di kampung itu. Banyak orang meninggal karena kurang gizi dan kelaparan.

Makan pun hanya dengan singkong, sawah sudah sejak lama mengering. Di tambah limbah, iya limbah dari kota orang kaya. Jauh di tempat sana terdapat kota modern, dengan bangunan Megah. Tidak sembarang orang bisa masuk ke sana. Hanya orang ber-uang yang tinggal di sana.

Mereka seperti melarang orang miskin untuk datang ke sana, mereka beranggapan orang miskin itu tempat pembuangan.

Erin, seorang gadis desa dia merasa muak dengan kehidupan seperti ini. Erin duduk melamun di teras rumah nya, menatap ilalang kering yang berada di depan rumah nya. adik nya sedang bermain dengan temannya. Dari kejauhan telihat jalan kereta modern membentang.

Setiap hari, kereta peluru itu melesat secepat kilat. "Erin, kau sudah dewasa. Segera menikah." Ucap ibunya yang sedang sakit, duduk di kursi roda.

" Tidak Bu, Erin tidak akan menikah sebelum pemerintah ini adil." jawab Erin.

Ibunya menghela nafas, nafasnya terdengar sesak. "Erin, kita ini orang miskin. Tidak ada harapan, jangan bermimpi lebih."

"Erin, akan ke kota itu. Erin ingin keadilan. Kita juga berhak bahagia! kita juga tinggal di negara yang sama, mereka (pejabat) hanya datang saat ada butuhnya." wajah nya terlihat serius.

Jauh di sana, kota modern, orang hidup enak, kota itu di keliling tembok pembatas yang tinggi supaya orang miskin tidak masuk . Erin, gadis kampung, usianya masih 17 tahun. Dia ingin tahu kota modern itu yang di larang di masuki orang msikin. Hatinya begitu penasaran.

"Lupakan, jangan kesana. Kita jalani saja garis hidup kita. " ibunya melarang nya

"Tidak, Bu aku lelah. Aku akan ke kota mencari kerja. Aku ingin berubah." Erin terkekeh ingin pergi ke sana, walau ibunya melarang.

"Mau naik apa? Kesana itu ketat, orang miskin tidak akan pernah bisa kesana, di sana tidak ada orang miskin. Kau faham? Pasti kau di usir sebelum masuk stasiun juga."

Erin tahu, makanya dia merencanakan sesatu. Sore itu Erin gegas kerumah bibinya tanpa sepengetahuan ibunya.

Rumah bibinya sama jeleknya dengan rumahnya, jalanan pun masih tanah. Pemerintah tidak adil memperlakukan masyarakat miskin dan kaya.

"Erin, tumben kau datang, ada apa?" tanya bibinya.

"Bi, Erin mau pinjam uang."

"Erin, bibi mana punya uang. Buat apa?"

Erin menunduk, dia bingung. "Bi, Erin mau cari kerja."

"Sudah lah, menikah saja. Kau sudah dewasa."

Di kampung nya perempuan yang usianya 17 tahun di nikahkan, itu bukan cara, malah orang miskin makin bertambah.

Terlihat Erin kecewa, bibinya yang melihat nya tidak tega. "Erin, ada uang bibi, tapi sedikit." sahutnya.

"Tidak apa bi, Erin janji akan kembalikan." Tampak antusias m

Bibinya pun akhirnya meminjamkannya, Erin gegas Kembali, dia berkemas mengemasi pakaian yang sudah lusuh, "Ade, tolong jaga ibu ya, kaka akan kerja ke kota." Ucap nya pada adik nya.

"Kaka mau kemana?" adiknya bertanya melihat Erin memasukan pakaian bututnya.

"Kaka mau ke suatu kota, kerja." jawabnya.

Erin sudah tahu ibunya tidak akan setuju, malam hari Erin sudah mempersiapkan perjalanan untuk besok.

"Bu, Erin akan pergi mencari kerja."

"Kemana?"

"Ke kota,"

"Jangan bilang ke kota itu?" ibunya terlihat curiga.

Erin, dia langsung menggelengkan kepalanya, "tidak bu, ke kota lain. Erin tahu pasti Erin akan di usir. "

Keadaan yang miskin membuat ibunya pasrah Erin pergi. Walau ibunya tidak setuju. Karena baginya perempuan itu harusnya menikah.

***

Esok harinya. Pagi sekali Erin memakai sepatu sneaker berwarna putih, sudah lusuh dan menguning. Erin pergi ke stasiun kereta cepat. Iya tahu tidak akan di izinkan masuk, makanya Erin sudah mencari cara supaya bisa pergi, dia bersembunyi di tumpukan barang kargo. Siang hari, tumpukan kargo itu sudah terlihat diluar, akan di angkut. Erin masuk di antara peti kayu dan Koper besar.

Erin dia ingin menyusup ke kota tempat orang kaya itu, dia ingin ke tidak Adilan ini berakhir. Walau itu mustahil.

Kereta cepat itu terdengar mendesing, betuknya seperti peluru. Lansung melesat cepat. Dalam hitungan beberapa menit sudah sampai di kota orang kaya.

 "hufh...." Mehbuskan nafas, Erin seorang diri keluar dari kereta kargo sembunyi-sembunyi, matahari terik menyengat, kereta begitu cepat melesat. Erin sampai, iya datang ke kota mencari kerja. berharap bisa jadi orang sukses. dengan ijazah SMA yang iya punya, iya berharap mendapatkan pekerjaan.

      baru saja sampai di stasiun kota, dia bingung harus kemana? tidak ada teman atau saudara di kota.

 dengan langkah kakinya keluar dari stasiun yang tampak modern, Erin tertutup menatap Megah nya stasiun, memakai rok panjang, tas jinjing berisi pakaian yang sudah lusuh. rambutnya di ikat memakai Hoodie warna krem, sneaker berawan putih yang sudah butut.

     duduk di pinggir stasiun, Erin tertegun melihat modern nya kota, dengan taksi terbang. kereta peluru melesat secepat kilat. menatap jalan kota, kendaraan hilir mudik tanpa ada hentinya. tidak ada gelandangan atau pun pengemis sepanjang jalan pohon dan rumput hijau tidak seperti di kampung nya yang kering kerontang.

Erin duduk melamun sendiri, tidak ada yang peduli semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing.

Melihat orang-orang minum langsung dari kran, ketike membuka mulut keran itu mengeluarkan air.

   "Kemana ya..." gumamnya, menyeka peluh di dahinya, Erin berpikir hidup di kampung tidak akan ada kemajuan sudah pasti akan menika, terlebih dia punya adik juga ibunya yang sakit-sakitan.

      dengan uang dari hasil pinjaman bibinya Erin memberanikan diri ke kota modern, kota yang tampak bersih Gedung-gedung tinggi. mobil-mobil mewah, tidak ada yang berpakaian lusuh Seperti dirinya.

    menghela nafas, Erin melanjutkan perjalanan nya. menyusuri trotoar, tampak Layar besar terlihat Megah di atas Gedung tinggi. Erin terpaku menatap nya, menampilkan iklan ponsel.

      begitu kagum dengan kota yang modern ini, semua orang tampak bahagia. Erin kembali berjalan. dia bingung hari ini akan bermalam di mana?

bruk.....

seorang anak terjatuh di hadapan Erin, Erin membangunkan nya dan dia menangis. "hey, nak kau Tidak apa-apa, maaf ya…" ucap seorang perempuan. terlihat cantik dengan dress mini. "i~iya, tidak apa. "jawab Erin.

wanita itu melihat Erin dengan pakaian lusuh, sneaker yang sudah butut. dia merasa heran karena di sini tidak ada orang yang berpakaian begitu.

"kau... mau kemana?" tanya wanita itu ragu, wanita cantik sambil menggedong anaknya. "saya tidak tahu, saya mencari kerjaan ke sini."

wanita cantik mengangguk patah-patah, " asal mu dari mana?" tampak mengerutkan keningnya karena di sini tidak ada yang berpakian seperti itu.

"saya dari kampung." jawab Erin singkat, " pantas saja, iya kenapa kau bisa masuk kota ini. Bukankah kota ini kota orang kaya semua, tidak ada di sini gelandangan."

mendengar perkataan itu, Erin langsung kaget, iya karena di menyelinap dengan kereta kargo. dia sadar tidak akan bisa masuk kota ini. Karena kota ini khusus di rancang untuk orang kaya.

"Ah .. bodoh nya aku, Kenapa aku kasih tahu.." Erin gegas berlari meninggalkan wanita cantik itu, dia takut wanita itu melaporkan nya. " hey, kau , tunggu...." seru wanita cantik itu.

"pak, itu ada penyusup... dia kesana..." teriak wanita itu, Erin langsung berlari terbirit-birit. dua orang polisi memakai skuter terbang menyusuri setiap gang, lorong " Kemana dia pergi..."

Erin, dengan nafas terengah-engah bersembunyi di dalam got saluran air kotor di bawah gang itu, terlihat banyak tikus.

polisi keamanan itu berada di atasnya, "kita harus laporkan ada penyusup, gadis luar. ayo..."

Erin menghembuskan nafas lega, iya keluar, duduk sendiri di bawah jembatan. melihat istana megah. Namun, sayang tidak sembarang orang tinggal di sini. Hanya orang kaya yang bisa menikmati nya keindahan kota ini.

Kota yang menakjubkan, dia tidak pernah tahu ada kota begini di negaranya. Padahal di luar sana banyak rakyat miskin melarat kelaparan.

Tembok-tembok raksasa terlihat menjadi benteng penghalang antara si miskin dan si kaya. Dunia luar yang sekarat dan modern nya Kota ini.

Erin berjalan. Dia terdiam di bawah jembatan. Dia merasa tidak bebas dengan pakaianya yang lusuh ini.

"haaahhh…" menghela nafas, bagaimana ini?" Gumamnya. Dia tahu jika bejalan seperti ini akan tertangkap, sebab dia buronan sekarang.

Menatap ke atas,terlihat ada rumah modern. Di situ ada pakaian yang sedang di jemur. Erin berpikir untuk mengambil nya.

Iya beranjak, dengan pelan, Melintasi sungai di bawah jembatan itu. Erin pandai berenang, sejak kecil dia suka berenang di sungai di kampungnya yang kini sudah mengering.

Berdiri di depan rumah modern itu. Erin berjalan menaiki tangga menuju atas. Dengan cepat Erin sampai, Dia menarik pakaian yang terlihat bagus itu. Tidak ada orang di rumah itu rupanya.

Erin melihat pintu terbuka, iya masuk menatap dirinya. Alat make up tersusun rapi di meja Rias .

"Hallo apa ada orang?" Panggil Erin, namun tidak ada sahutan.

Erin langung mengganti pakaiannya, menatap dirinya di cermin, rabutnya yang di ikat itu di lepaskan. Mencuci wajahnya. Mencoba memakai make up yang ada di hadapan nya. Meja rias itu memperlihatkan make yang cocok dengan wajah setiap yang menatap nya, Erin terbantu dengan meja rias yang bisa bicara itu.

Terlihat kini jadi Seperti gadis modern, dengan rambut panjang tergerai. "Tapi sepatuku.."

Menggaruk-garuk kepalanya, dia tidak bisa memakai sepatu ini. Erin melihat sepasang sepatu di dalam laci sepatu bagus berwarna putih, hanya saja agak tinggi.

Iyapun memakai nya, mengganti tasnya. Kini dia sudah berubah seperti wanita modern. Erin berjalan dengan percaya dirinya, terlihat cantik, dress selutut warna putih, sepatu tinggi, tas jinjing berisi pakaian lusuhnya.

Saat Erin berjalan, orang-orang menatapnya, bibir merah merekah, mata besar dengan kulit bersih.

Erin berjalan tanpa tujuan, sesekali dia di goda pria-pria. Erin berdiri di hadapan istana besar. "Apakah ini kediaman pak presiden? Kau sudah berbuat tidak adil pada rakyatmu!" Guamam Erin mentap istana mewah itu dengan tajam.