webnovel

|5| Fck!

Sabtu pagi kamarnya sudah ramai oleh teman-temannya. Ia sebal dengan hal itu. Mereka begitu saja merusak tidurnya.

"Eh, lo tahu ga Vel?" tanya Angel pada Vellice yang sedang menyisir rambutnya.

"Hm?" sahut Vellice.

"Arlan tadi jemput adek lo" sahut Lara.

"Jadi gimana rasanya di tikung adek sendiri?" ucap Angel.

"Tikung apaan coba. Siapa juga yang suka sama Arlan, Ck!" sahut Vellice.

"Loh!? Lo udah move on!? Kapan!?" seru Alfa menyahut, kini ia tak lagi fokus dengan handphonenya.

Vellice mengendikkan bahu acuh. Merekapun segera menuju kolam renang.

***

Sesampainya di kolam renang, disana banyak sekali murid sekolahnya.

"Loh? Kok ada mereka?" tanya Vellice menunjuk kearah Arlan dan Anna.

"Lo pikir tadi Arlan jemput Anna mau kemana? Ya renang lah" sahut Shelly.

"Bener bener deh, masa kita satu kolam sama si cupu. Hisss" desis Lara.

"Kerjain skuy" ucap Angel menampilkan smirk nya.

"Hahaha Bolelah bole" sahut Anna di sambut tawa yang lain.

Mereka segera ganti baju. Vellice? Tentu dia memakai pakaian renang. Dengan atasan berlengan pendek yang ketat membentuk tubuhnya. Diikuti celana panjang berwarna hitam. Ia masih sangat bersyukur kalau tokoh Vellice memiliki pakaian renang yang sopan begini. Kalau tidak, sungguh ia malu.

Kini mereka melakukan pemanasan di sisi kolam renang. Vellice sedari tadi terus menerus merasa resah. Ia benar-benar tidak bisa berenang!

"Gue harus gimanaa... astagaa... " gumamnya. Ia benar-benar panik.

"Akh! A-akh! Ss sakitt" ucap seorang perempuan sambil jongkok.

"Vel! Vel! Lo kenapa!?" pekik Angel langsung membuat semua orang menoleh. Ya, perempuan yang berteriak sakit tadi adalah Vellice.

"Perut gue sakit banget. Akh! Ssshh" ucap Vellice. Kini matanya memerah berkaca kaca. Bukan menangisi perutnya yang sebenarnya tidak sakit. Tapi menangisi keadaan yang memaksanya untuk bisa berenang.

Seorang guru datang memapah Vellice menuju deretan kursi tidur di sisi kolam renang.

"Kamu tiduran disini saja. Ini minyak kayu putih. Tidak usah ikut penilaian. Toh, nilai kamu pasti selalu sempurna bidang renang" ucap guru itu. Vellice mengangguk sambil memejamkan matanya. Ia menyenderkan punggungnya di kursi tidur itu. Kakinya berselonjor dengan nyaman.

Setelah guru itu pergi ia baru bisa menghela nafas panjang. "Hahh... untung gue kepikiran pura pura sakit" gumam Vellice.

Ia kini menatap orang-orang yang mulai memasuki kolam renang. Arlan dan teman temannya yang suka berenang pun tiba-tiba terus berada di kolam berketinggian 1,5 meter.

Untuk apa? Tentu saja mengawasi Anna. Lihat saja adiknya itu terus tertawa di sekeliling para laki-laki itu. Dengan Anna yang terus di ajari berenang oleh mereka.

Ketiga temannya sedang belajar berenang. Entah siapa laki-laki itu, Vellice tidak mengenalnya.

"Hiss, apa ga risih sih? Gila mau aja tubuhnya dipegang pegang cowok" gumam Vellice menatap mereka.

Setelah 15 menit waktu latihan. Kini mereka melakukan penilaian. Ada 5 guru di sini. Penilaian dilakukan selama 30 menit. Setelah itu, guru membebaskan mereka. Setelah penilaian usai pun para guru sudah tidak nampak lagi. Mungkin sudah pulang.

Vellice segera bangkit ketika mendengar suara keributan. Siapa lagi sumber keributan itu kalau tidak teman temannya?

Ia segera menuju tempat keributan.

"Aku nggak murahan! Kakak yang murahan!" teriak Anna.

"Apa lo bilang!? Nggak murahan!? Lo biarin tubuh lo dijamah gitu!" seru Lara.

"Aku belajar renang!" seru Anna.

Vellice menaikkan sebelah alisnya. Sejak kapan Anna berani membalas? Pasti gara-gara ajaran Arlan. Kemana lagi cowok itu? Biasanya selalu nempel sama Anna.

"Hah! Lo itu bego! Cupu! Beda sama kakak lo! Lo itu gabisa apa apa!" sahut Angel.

"Aku beda sama kakak! Aku punya hati! Kakak jahat!" seru Anna. Kini air matanya sudah mengalir.

Vellice tersentak mendengar itu. "Emang gue jahat sih" gumam Vellice.

"Kata siapa gue ga punya hati" ucap Vellice tegas. Anna berjengit terkejut melihat Vellice. Kakinya otomatis mundur satu langkah.

"Ka- kakak jahat! Kakak ga datang ke pemakaman Ayah sama Bunda!" seru Vellice.

"Apa? Ayah? Bunda? Sejak kapan mereka jadi orang tua lo" ucap Vellice menajam. Tangannya langsung menjambak rambut Anna.

"Sejak kapan! Lo yang tiba-tiba masuk ke kehidupan gue! Dasar gelandangan!" teriak Vellice yang dapat di dengar orang seisi kolam renang besar itu.

Anna memberontak sambil menangis. Tubuhnya terus saja bergerak.

"Lice! Lepasin!" teriak Arlan sambil berlari mendekat. Beberapa orang mulai menyingkir memberi Arlan jalan.

Vellice yang terkejut, kehilangan keseimbangan. Ditambah Anna yang terus bergerak. Membuat mereka berdua terjatuh kedalam air dengan ketinggian 4 meter itu.

Vellice tidak bergerak panik. Tubuhnya membeku, ia terdiam. Matanya masih dapat melihat samar ke atas. Ia melihat adiknya yang di tolong oleh seseorang. Pasti Arlan.

Perlahan matanya menutup karena terasa perih. Ia masih menahan nafas. Dalam kegelapan tanpa batas. Paru parunya terasa sesak. Tubuhnya yang lemas. Dia bahkan merasa akan segera mati.

***

"Bagaimana keadaannya?" tanya Arlan kepada dokter yang baru saja keluar ruangan.

"Akh, kamu pacarnya? Bisa hubungi keluarganya? Dia sedang tertidur untuk saat ini, selain dikarenakan kekurangan oksigen saat tenggelam. Ia juga terserang panik. Tidak ada yang serius. Dia akan baik baik saja setelah sadar" ucap dokter.

Arlan langsung menghela nafas lega mendengar itu.

Ia segera memasuki ruangan itu.

"Terimakasih dok" ucap Atta.

Atta, Ari dan Ashad segera menyusul Arlan untuk memasuki ruangan.

"Lan, lo udah denger kabar belom?" ucap Atta memecah keheningan di ruangan itu.

"Hm" sahut Arlan, ia masih memainkan game di hp nya.

"Vellice ikutan tenggelam" ucap Atta.

"Apa!? Palingan dia cari sensasi lagi. Mau pura-pura tiba-tiba ga bisa berenang? Cih!" sahut Ari.

"Ya siapa tahu dia tiba-tiba kram. Oh iya bukannya dia gaikutan renang gara-gara lagi sakit?" sahut Ashad.

"Menurut lo Lan?" tanya Atta.

Arlan terdiam cukup lama. "Palingan lagi akting" ucapnya kemudian. Walaupun tentu saja bukan itu yang ada dihatinya.

"Nah kan! Udah gue duga! Bener pasti lagi akting dia tu! Mana mungkin atlet renang kayak dia tiba-tiba gabisa renang" sahut Ari.

***

"Eh! Vellice mana!?" pekik Lara.

"Vel! Vel!" teriak Angel memanggil Vellice di ruang rawat inap itu.

"Dia barusan sadar setelah 4 jam pingsan gila! Kenapa udah ngilang!?" seru Shelly.

"Udah gue bilang tadi harusnya ada yang tinggal disini buat jaga Vellice" lanjut Shelly.

"Infusnya di copot paksa deh. Ada bekas darahnya" ucap Alfa sambil menunjukkan ujung selang infus.

"Sialan! Apa yang dipikirin tu bocah sih? Ck! Telfonnya diangkat?" tanya Angel.

"Nggak" sahut Lara.

"Coba keruangan Anna nggak nih?" tanya Lara.

"Ck! Yaudah kesana ayo. Oh ya Shel, lo sama Alfa lapor ke perawat atau dokter atau apalah! Gue sama Lara biar ke ruangan Anna" ucap Angel.

"Oke" Dengan itu, mereka berpencar dari ruangan itu.

***

Brak! Pintu ruang rawat inap itu dibuka dengan kasar. Membuat siapapun di dalamnya terkejut.

"Lo apa apaan si Ngel! Bar bar banget jadi cewek!" gerutu Atta.

"Kalian liat Vellice ga?" tanya Lara.

"Nggak" sahut Ari cuek.

"Ck! Dimana coba tu anak" gumam Lara.

"Oh, lo udah sadar? Lain kali kalo lemah ya lemah aja! Ga usah sok kuat!" seru Angel pada Anna yang saat ini sedang duduk dan makan.

"Tutup mulut lo!" seru Arlan.

"Mending lo urus cewek lo baik baik! Sukanya bikin masalah buat Vellice mulu! Sok sok an lemah lagi! Ga bisa makan sendiri lo? Sampe disuapin kayak gitu!" seru Angel marah. Ia langsung keluar dari ruangan itu.

Lara mengikutinya. Namun sebelum ia menutup pintu itu ia mengatakan sesuatu.

"Asal lo tahu, keadaan kakak lo jauh lebih buruk daripada lo. Tapi apa? Dia masih sempet-sempetnya kabur dari rumah sakit" ucap Lara. Setelah itu ia menutup pintu dengan kencang. Ia segera menyusul Angel yang berlarian di koridor.

Mereka terus mencari Vellice malam itu.

***

"Kak, lihat pasien di kamar nomor 102? Soalnya dia tidak ada di kamarnya" tanya Alfa pada dua orang perawat yang menjaga lantai itu.

"Kami tidak lihat orang berpakaian pasien lewat sini kak" ucap perawat itu.

"Ck! Sial! Kak tolong bersihkan kamar nomor 102. Pasiennya kabur!" seru Alfa. Mereka langsung memasuki lift dan turun ke lantai dasar.

Mereka bertemu dengan Lara dan Angel. Yah, sama tidak ada hasil.

"Kita mencar aja nyarinya. Mana kayaknya mau hujan lagi. Ck! Tu anak kemana coba?" ucap Angel dengan raut muka khawatir.

"Gue sama Lara ke rumahnya. Kalian coba cari kisaran rumah sakit sini aja. Kafe kafe juga diliatin. Siapa tahu dia laper" ucap Angel lagi.

***

"Hahh.. Dimana gue?" ucap Vellice sambil menghela nafas panjang. Tempat ini terlalu sepi. Dengan cahaya lampu remang remang. Namun, dengan itu sungai lebar disisinya terlihat indah dengan pantulan sinar bulan.

Vellice terduduk disisi sungai itu. Ia sudah berlari jauh dari rumah sakit. Ia hanya bingung jika harus menjawab pertanyaan teman temannya. Ia tidak mau ketahuan kalau dirinya tidak bisa renang.

"Mana hp low bat. Bener bener ga guna" ucapnya. Ia kini membaringkan tubuhnya di kursi panjang yang dingin itu.

Ia masih mengenakan pakaian pasien. Namun terbalut dengan jaket hitamnya. Kakinya tak memakai alas kaki apapun. Membuat telapak kakinya mengalami lecet lecet.

"Tadi aja pas lari ga kerasa sakitnya. Giliran udah istirahat gini kerasa" ucap Vellice memandang kakinya yang ia taruh di atas lengan kursi.

"Dingin banget, padahal gue udah pake jaket" gumamnya.

"Masa gue tidur disini?" gumamnya lagi.

"Lutut gue kok sakit ya? Apa gara gara jatuh tadi?" gumamnya.

"Mereka nyariin gue ga ya? Meskipun nyariin yang mereka cari tokoh Vellice kan? Bukan gue? Mama kangen ga ya sama gue? Gue dicariin ga ya di kehidupan gue? Masa gue udah mati di kehidupan nyata gue? Ga mungkin kan? Mungkin aja, kalo nggak kenapa gue bisa kejebak disini selama ini? Ck! Kalo beneran gue udah mati. Gue bakal mati dua kali dong! Di cerita ini gue juga berujung mati. Mana gara gara bunuh diri lagi" ucap Vellice sambil terus memejamkan matanya.

"Akh!" pekiknya terkejut ketika air hujan mulai membasahi dirinya.

"Yah! yah, hujan!" serunya panik. Ia langsung terduduk. Menoleh ke sekitar mencari tempat berteduh. Namun, nihil. Tak ada satupun tempat berteduh di sana. Ia tadi melihat halte saat perjalanan kesini. Namun, halte itu sudah jauh dari sini.

"Hahh..." ia menghela nafas. Ia tekuk kakinya. Memeluknya erat sambil menatap sungai di hadapannya.

Hujan semakin deras. Angin malam pun semakin dingin.

Air mata terus meluap dari mata Vellice. Baru kali ini ia merasa terasingkan. Merasa tak dibutuhkan. Merasa tidak berguna. Merasa tidak ada satupun orang yang berharap dia tetap hidup.

Seluruh anggota keluarganya disini mengharapkan ia mati. Mereka selalu berharap Vellice mati agar Anna bisa hidup dengan tenang. Juga agar seluruh harta warisan berada pada tangan Anna. Mereka semua bahkan lebih menyayangi Anna daripada dirinya.

Tubuhnya mulai bergetar hebat. Karena kedinginan juga karena rasa sakit dalam hatinya yang sangat kuat.

Ia benar-benar merasa tidak ingin hidup lagi. Jadi ini yang dirasakan Tokoh Vellice saat mau bunuh diri?

Ya, begitu menyakitkan. Namun, sekali lagi ia tersadar. Ia tidak akan mati sia sia.

Giginya bergemelutuk karena kedinginan. Ia menggigit bibirnya keras walaupun tahu bibirnya sudah berdarah. Ini sangat dingin. Ia tidak tahu mau kemana. Namun, ia tidak bisa terus disini. Atau besok ia akan benar-benar masuk koran dengan judul "Seorang Gadis SMA ditemukan tak bernyawa karena kedinginan"

Vellice terkekeh kecil membayangkan hal tersebut. Sebentar, setelah itu ia menenggelamkan kepalanya di lekukan kakinya. Tubuhnya masih bergetar hebat. Ia benar-benar kedinginan.

"KAMU GILA!? MAU MATI YA!?" teriak seseorang. Setelah itu ia merasa ada sesuatu yang hangat menyelimutinya. Tubuhnya di gendong oleh orang itu. Vellice ingin membuka matanya, namun mengapa terasa berat?