webnovel

|14| Kalian Tidak Tahu!

Kalian tidak akan menyangka apa yang sedang dilakukan Vellice. Bahkan Vellice sendiri merasa ini adalah hal yang sangat tidak mungkin.

Dia tidak pernah membayangkan akan berbelanja bersama Anna. Juga bersama Arlan, Ashad, Atta dan Ari.

Yang dilakukan Vellice sedari tadi hanyalah diam. Ia tidak berniat sedikitpun menimbrung obrolan seru mereka.

Disaat ia bosan dan malas melakukan apapun. Mereka memaksanya untuk ikut pergi. Anna pun juga ikutan memaksanya ikutan dengan alasan takut akan terjadi apa-apa jika Vellice ditinggal sendirian.

Hah... seolah olah dia tidak pernah meninggalkannya saja. Lagian mereka semua sudah besar, apa salahnya tinggal sendirian di rumah.

Sesampainya di supermarket, Atta langsung mengambil trolly. Mereka berbelanja bersama sama. Tidak ada niatan untuk berpencar.

Vellice hanya mengikutinya dalam diam. Tangannya terus memegang gagang trolli untuk membantunya berjalan. Matanya menatap sekitar. Melihat banyak manusia juga yang berlalu lalang. Ia semakin berfikir, benarkah ini dunia novel? Kalau iya, lalu mereka ini apa? Disini ada begitu banyak manusia. Apa mereka tidak punya kehidupan?

Kalau dikatakan ini bukan dalam dunia novel. Itu juga sulit bagi Vellice. Bagaimana mungkin semua kejadian yang ada disini sangat sesuai dengan isi novel? Walaupun juga ada beberapa yang berubah karena ulah dirinya. Ia kembali berfikir, lalu apa yang akan terjadi pada mereka jika cerita telah berakhir?

Saat ini mereka berhenti di depan deretan berbagai nacam sayuran. Vellice semakin malas menatap dedaunan itu. Ahh, ia tidak akan suka sayuran.

"Kamu tidak ikut memilih?" tanya Arlan. Vellice hanya menggeleng malas. Ia benar-benar menyesal karena ikut. Lebih baik tidur saja di kamarnya.

"Ehm, kak boleh tidak aku memilih parfum sebentar?" tanya Anna setelah ia selesai memilih sayuran.

"Ayo, sekalian" sahut Ashad.

Anna langsung memimpin mereka menuju deretan parfum. Ia terlihat sekali sering kemari. Melihat dari tadi Anna yang menunjukkan jalan.

Disana Anna berbincang bincang dengan seorang pegawai. Ia sedang mencari parfum yang cocok untuknya.

Sedangkan Vellice ikut melihat lihat deretan parfum itu. Mulutnya langsung tersenyum senang begitu melihat sebuah parfum. Ia langsung menarik semua pemikiran yang mengatakan ia menyesal datang kesini. Nyatanya, ia benar benar senang. Walaupun hanya bisa melihat parfum itu. Petrichor. Aroma yang biasanya hanya akan muncul ketika hujan datang membasahi tanah yang kering. Di dunianya sudah tidak bisa lagi mencium aroma itu karena tanah tanah sudah berganti dengan jalanan aspal.

Ahh... ia tidak mungkin bisa membeli parfum mahal itu. Tabungannya sudah menipis gara-gara dipakai foya foya oleh tokoh Vellice yang sebenarnya sebelum dirinya masuk.

Tokoh Vellice dalam cerita ini selalu menghabiskan waktunya untuk berfoya foya ketika hatinya sedang sedih.

"Vel?" panggil Atta. Vellice langsung berjalan menghampiri mereka. Ternyata Anna sudah selesai memilih parfum.

Mereka segera berjalan menuju kasir. Tidak ada antrian saat ini.

"Totalnya 1 juta 400 ribu" ucap kasir itu.

Vellice langsung memberikan kartu ATMnya bersamaan dengan Anna yang mengeluarkan dompet dan Arlan yang memberikan ATM.

"Apa-apaan kalian?" ucap Vellice kesal. Ia menepis tangan Arlan.

"Uangku masih tersisa cukup banyak kalau hanya untuk membayar ini" ucap Vellice pada Arlan.

Ia langsung memberikan kartu ATM pada penjaga kasir.

"Kamu juga, biasanya kan kamu yang belanja. Oh, aku lupa. Semua uang kan yang pegang aku. Darimana kamu mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan rumah selama ini?" tanya Vellice langsung tanpa berpikir panjang sedang berada di mana mereka sekarang.

Dari ia yang menjadi pembaca novel. Ia selalu merasa bingung terhadap tokoh Anna. Yang memilih bekerja part time untuk memenuhi kebutuhan rumah, daripada meminta pada Vellice.

Dari awal novel hingga akhir Anna tidak pernah meminta sepeserpun uang pada Vellice. Walaupun pada akhirnya memang Vellice membayar biaya biaya sekolah Anna. Tentu saja tanpa sepengetahuan Anna. Karena gadis itu tahunya ia mendapat beasiswa.

Mereka langsung berjalan menuju mobil. Anna masih bungkam tidak menjawab pertanyaan Vellice. Begitu mobil bergerak, Vellice mengucapkannya sekali lagi.

"Darimana kamu mendapatkan uang? Kamu bekerja?" tanya Vellice lagi.

"Ma-maaf" ucap Anna sambil menunduk. Perempuan itu duduk disamping kemudi. Sedangkan kini Arlan yang sedang menyetir.

Lalu, Atta dan Ari duduk di paling belakang. Serta Vellice dan Ashad duduk di tengah.

"Bukan hanya salahmu. Lice, lagipula Anna mungkin tidak ingin membebanimu. Lagipula kalau memang semua uang diberikan padamu. Seharusnya kamu memberikannya pada Anna langsung. Bukan menunggu Anna memintanya. Kamu kakaknya, pasti kamu paling tahu bagaimana sifat Anna yang pendiam itu. Kamu juga Anna berhentilah bekerja part time. Kamu masih kecil, lebih baik kamu menghabiskan waktu untuk belajar agar beasiswamu tidak dicabut." ucap Arlan.

Diam diam Vellice tersenyum sinis. Beasiswa? Hah...

Vellice langsung memberikan kartu ATMnya pada Anna. Tentu saja dengan melemparnya. Ah ia sebal dengan perempuan di depannya itu.

"Kata sandinya hari lahirmu" ucap Vellice.

"Ka-kakak" ucap Anna terkejut.

"Ayah yang membuatnya bukan aku. Kalau aku tentu saja tidak akan menggunakan kata sandi seperti itu" ucap Vellice langsung. Ia langsung memejamkan matanya. Kepalanya bersandar pada jendela di sampingnya.

Ahh tiba tiba hatinya terasa sesak mengingat bahkan ayahnya membuat kata sandi dengan menggunakan tanggal lahir anak dari selingkuhannya.

Dan pada saat hingga akhir. Yang ayahnya pikirkan hanya Anna seorang. Bagaimana tidak? Ayahnya memberi semua tanggung jawab mengenai harta kepada Vellice seorang, hanya karena supaya Anna tidak mengetahui seberapa banyak Ayahnya itu terlilit hutang.

Dari sekian banyak kartu ATM dan harta yang diberikan pada Vellice seorang. Nyatanya hanya tersisa sebuah ATM. Dan tadi ia memberikannya pada Anna.

Tidak ada seorangpun di keluarganya yang tahu akan hal ini. Karena ayahnya sudah meminta pengacara agar menutup mulut dan hanya berbicara pada Vellice.

Kalau seperti ini, dengan Vellice tidak datang ke pemakaman orang tuanya bukankah hal yang biasa saja? Ayah yang tidak pernah memperhatikannya tiba tiba memberikannya beban seberat itu ketika pergi. Benar benar menyebalkan.

"Hahhh....." Vellice menghela nafas panjang yang tentu saja di dengar oleh semua penghuni mobil itu. Ia jadi bingung akan menggunakan uang apa setelah ini.

***

Saat ini, Vellice sedang duduk di sofa ruang tamu. Televisi di depannya menayangkan sebuah film kartun. Maripossa. Lalu, jangan lupakan Arlan yang masih setia duduk di sampingnya dengan kedua kaki Vellice di atasnya.

“Maaf” ucap Arlan untuk ke sekian kalinya.

“Udah dibilang ga papa Arlan” ucap Vellice gemas. Ia melihat kakinya yang entah diberi bubuk apalagi oleh Arlan. Saat ini, kakinya menjadi mati rasa. Ntah apapun yang diberikan Arlan sudah tidak terasa saikit lagi.

“Tapi kan, nggak seharusnya aku lupa kalo kaki kamu sakit” sahut Arlan.

Vellice hanya menghela nafas panjang.

“Lo dapet obat-obatan aneh ini dari siapa sih?” tanya Vellice mengalihkan perhatian Arlan, sebelum laki-laki itu meminta maaf lagi.

“Tadi pagi di anter sama dokter yang ngobatin kamu semalam” sahut Arlan.

Vellice tak bertanya lagi membiarkan Arlan terus menyentuh tangan dan kakinya yang terluka.

“Pegel” ucap Vellice.

“Kamu duduk aja kok pegel sih” sahut Arlan.

“Punggung gue capek Lan” sahut Vellice.

“Ck! Bentar” ucap Arlan. Ia mengangkat kaki Vellice perlahan. Terlalu pelan hingga membuat Vellice gemas sendiri.

“Lice!” seru Arlan kesal. Ia sedikit terkejut ketika Vellice tiba-tiba menekuk kakinya dengan cepat.

“A-ah! Makanya cepetan! Ish! Lelet banget sih” sahut Vellice kesal, sedikit merintih karena kakinya yang kesemutan.

Arlan mengangkat tubuh Vellice, memindahkannya ke sofa yang lebih panjang. Lalu menurunkannya. Memasang sebuah bantal di ujung. Vellice pun segera berbaring.

“Kesemutan” ucap Vellice menunjuk kakinya. Arlan langsung duduk di karpet. Ia memijit kaki Vellice pelan.

Dari tadi Arlan terus memperlakukan Vellice dengan lembut. Bukan, terlalu lembut. Selalu menyentuhnya perlahan. Hal itu membuat Vellice kesal. Ia merasa melihat adegan slowmotion di dunia nyata.

***