webnovel

Angkasa dan Lily

Simpan dulu di coll kalian, siapa tahu suka^^ 18+ di vol2 * Kamu tahu? Lily itu gak akan bisa tumbuh di Angkasa. Kenapa? Karena Lily gak diciptakan untuk Angkasa. Aku tahu, Lily memang gak bisa bertahan hidup di Angkasa. Dan Lily memang gak diciptain buat ada di Angkasa. Tapi Lily akan buat Angkasa jadi milik Lily. Mereka adalah dua hal yang sangat tidak mungkin untuk bersama, namun takdir menjadikan mereka bertemu dan menjadi dekat. Lalu menjauh dan menjadi dekat kembali. * Jika kalian suka cerita yang ringan, silahkan mampir ya :)) Ini cerita remaja yang dibumbui dengan bumbu istimewa atau tidak biasa Dan merupakan cerita pertama yang aku terbitkan di Webnovel Vol 1 : 1-295 Vol 2 : 296-sekarang Cover by apgraphic_ Terima kasih! mohon dukungannya! Chuuby_Sugar

Chuuby_Sugar · วัยรุ่น
Not enough ratings
443 Chs

23. Jorok

Angkasa membantu Sean duduk di meja makan. Sekarang waktu makan malam tiba. Nyonya Ida dan Om Aska sedang tidak ada dirumah karena harus hadir di sebuah acara keluarga.

Tentu Angkasa disini sebagai penjaga Sean dirumah. Walau sebenarnya Angkasa diminta mamanya untuk hadir, tapi Angkasa sangat tidak rela jika Lily harus menjaga Sean berduaan.

Angkasa menyidukkan dua centong nasi untuk Sean. Menunjukkan pada Sean.

"Segini cukup ga?"

"Ya Allah, gue gak makan sebanyak itu. Kurangin lagi."

"Sesuai kata lo. Dua centong."

"Ya tapi itu kebanyakan. Kurangin lagi." Angkasa memasukkan kembali setengah dari nasi yang sudah diambilnya. Angkasa rasa bisa mendengar tangisan nasi yang tidak jadi dimakan itu.

Angkasa menaruh dua piring berisi nasi, satu untuk Sean dan satu lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian mengambil lauk dan makan dengan tenang.

"Sa, lo masih marah sama Lily?" Angkasa memutar kedua bola matanya malas.

"Makan ditelen dulu. Muncrat nih." Sean buru-buru menghabiskan nasi yang ada didalam mulutnya.

"Masih marahan sama Lily?"

"Ya gitu."

"Kok gitu?"

"Ya masih marah."

"Kamu harus ngertiin Lily dikit. Kamu belum tahu kan? Lily punya trauma karena pernah hampir diperkosa."

"Saat itu aku yang berhasil menemukan Lily, dia diikat dan orang itu hampir membuka seragam Lily. Untungnya aku menemukan Lily tepat waktu." Angkasa mendengarkan Sean dengan seksama.

"Aku dan Lily juga tumbuh bersama, jadi wajar jika Lily bergantung denganku. Kamu jangan cemburu gitu kalau Lily dekat-dekat aku. Hubunganku sama Lily itu cukup sebagai kakak adik."

Angkasa mengangguk setuju. Angkasa memang belum tahu banyak tentang masa lalu Lily. Angkasa juga harus mengerti keadaan Lily yang sebenarnya dengan Sean, bukanlah sebuah hubungan cinta yang istimewa, namun sebagai kakak dan adik.

Dalam lubuk hati terdalamnya Angkasa berterima kasih pada Sean karena telah menjaga Lily dengan baik selama ini.

*

Jam istirahat, jam yang biasa digunakan Lily dan teman-temannya untuk makan bersama dikantin. Tapi Lily terlihat tidak nafsu makan, hanya mengaduk-aduk siomay.

Yuli, Rena dan Doni saling melempar tatapan, melihat keanehan yang sangat tidak mungkin terjadi menurut mereka, ketika Lily bertengkar dengan Angkasa.

"Don, Angkasa mana? Gak lo ajak?" Ucap Yuli memulai topik yang membuat Lily menulikan telinganya.

"Ha? Gak tau. Bel bunyi langsung ngeluyur kemana gak gue ajak lah."

"Kamu tau Ly Angkasa kemana?" Rena menatap Lily yang ada dihadapannya. Lily membalas tatapan Rena sejenak. "Kalian yang temen sekelasnya aja gak tau, apalagi aku."

Yuli, Rena dan Doni saling bertatapan kembali. Tidak mengerti apa yang sedang terjadi hingga membuat dua orang yang biasanya menempel seperti lem itu kini saling berdiam diri.

"Kamu bertengkar sama Angkasa Ly?" Lily mengangguk menjawab pertanyaan Rena.

"Kenapa?" Lily menghela nafasnya berat. Lily juga gak tau apa yang menyebabkan Angkasa seperti itu.

"Gue juga gak tahu salah gue dimana. Tiba-tiba diemin gue. Gue minta maaf, gue kira udah dimaafin." Yuli menyikut tangan Lily, melihat seseorang yang ada dibelakang Lily sekarang. Tapi Lily sama sekali tak berniat menghentikan ocehannya.

"Tapi besoknya diemin gue lagi, terus tiba-tiba marah tanpa sebab yang jelas. Narik-narik sampe tangan gue merah. Ya gue balik marahlah!" Lily melihat raut Rena yang menghindarinya. Tepatnya menghindari sesuatu yang ada dibelakangnya.

Lily membalik badannya, melihat Angkasa sudah berdiri dibelakangnya dengan sebungkus nasi dan segelas es teh di kedua tangannya. Angkasa duduk disamping Lily dengan santai, seakan tidak mendengar apa yang dikatakan Lily barusan.

Lily menyembunyikan wajahnya dengan sebelah tangannya, menghadap Yuli dan berkata, "Kok lo gak ngomong sih kalau ada Angkasa?" Dengan volume suara seminimal mungkin.

"Duh gue harus ke toilet. Mau bab, gue duluan ya." Lily menahan tangan Yuli yang hendak kabur, tapi Yuli melepasnya dengan mudah.

Lily melirik kesampingnya dimana Angkasa sudah mulai makan dengan tenang. Lily beralih menatap siomaynya dan mengaduknya lagi tanpa memiliki minat untuk makan.

"Eh, Doni, kita dipanggil Bu Ana nih." Lily mendelik saat Rena dan Doni berencana meninggalkannya berdua dengan Angkasa untuk menemui guru pembimbing OSIS itu.

"Masa? Kok gak kasih tahu di grub?" Doni memeriksa hpnya. "Udah cepetan yuk." Rena segera menarik tangan Doni pergi dari sana. Lily berdecak sebal saat tahu kini hanya tinggal dirinya dan Angkasa saja.

Rena dan Doni berhenti didepan pintu kantin saat Yuli dengan santainya mencegat mereka.

"Kok kalian ninggalin Lily sendirian sama Angkasa? Nanti kalau ngamuk gimana?"

"Lah lo sendiri ngapain disini, katanya mau bab?"

"Ya gue ngawasin Lily biar gak ngamuk."

"Ya udah, kita dipanggil sama Bu Ana." Rena menahan Doni agar tidak pergi. "Eh, kita sini aja. Aku tadi bohong."

"Ya udah kita ngikutin Yuli ngawasin disini."

Yuli menggeleng, tak ingin mencari gara-gara dengan mereka berdua. Kembali fokus pada dua orang yang masih terlihat kaku duduk berdua itu.

*

"Dimakan siomaynya, nanti kualat kalau cuma dimainin aja."

"Iya." Lily segera menyuapkan siomaynya kedalam mulutnya dengan cepat dan tanpa jeda sampai penuh dan kesulitan mengunyah. Supaya tidak bisa menjawab pertanyaan Angkasa jika nanti bertanya lagi.

Lily tersenyum hambar dengan pipi yang menggembung penuh dengan siomay. Lily tersedak siomay saat keasikan tertawa sendiri.

Angkasa menepuk-nepuk punggung Lily dan bersedia menerima sebuah bola siomay yang tadi menyangkut di tenggorokkan Lily.

Lily mendelik saat Angkasa memegang dengan senang hati muntahannya dengan tangan kosong agar tidak mengotori lantai. Lily meminum es teh yang Angkasa sodorkan padanya.

Rena, Yuli dan Doni yang melihat itu ingin sekali berlari menghampiri mereka, tapi mereka urungkan karena tak melihat tanda-tanda Lily akan mengamuk.

Lily memukul lengan Angkasa dengan keras hingga membuat gulungan siomay muntahannya terjatuh ke lantai. "Jorok!"

Lily mengambil tisu basah yang ditinggalkan Yuli di meja. Menarik tangan Angkasa yang kotor terkena muntahannya dan mengelapnya dengan tisu basah.

Angkasa hanya diam menuruti apa yang Lily lakukan.

"Kamu masih marah Ly sama aku?"

"Ha? Kamu duluan kan yang marah sama aku?" Angkasa membenarkan tubuhnya menghadap ke Lily, menangkap tangan Lily yang sedang membersihkan telapak tangannya.

Kemudian menarik tangan Lily yang satunya, digenggam erat kedua tangan Lily.

"Ya udah. Aku ngaku salah. Maafin aku ya." Lily melihat keselilingnya yang memandangnya aneh. Lily tak nyaman dengan tatapan setiap orang, dengan cepat melepas genggaman tangan Angkasa.

Lily tertawa hambar, mengalihkan perhatiannya kelada siomaynya yang tersisa dua suapan lagi.

Tak mendapat jawaban dari Lily, Angkasa menarik kursi yang Lily duduki dengan enteng. Membawa Lily masuk dalam kungkungannya.

Lily memiringkan tubuhnya menjauhi Angkasa yang mendekat kearahnya.

"Mau ngapain?" Lily melirik kekanan dan kekiri. Semua orang yang ada di kantin menatap mereka.

"Menurut kamu ngapain?" Lily menahan bahu Angkasa agar tidak semakin mendekat kearahnya.

"Minggir, dilihatin adek kelas."

"Jawab dulu. Aku dimaafin gak?"

"Angkasa!"

"Jawab dulu." Lily memutar otaknya sejenak. Lily benar-benar masih ingin mendiamkan Angkasa sedikit lama, tapi daripada menjadi perhatian di kantin? Lily menghela nafas.

"Ya udah. Aku maafin." Angkasa langsung menjauhkan tubuhnya. Menaruh sebagian rambut Lily kebelakang telinganya.

"Rambut pendek aja masih bisa ikut kemakan." Angkasa menyeka dahi Lily yang penuh keringat. "Keringetan lagi."

Tolong Lily untuk kabur dari Angkasa. Apa Angkasa sama sekali tidak memiliki rasa jijik?

Yang sebenarnya Angkasa punya, hanya saja itu tidak berlaku pada Lily. Angkasa tidak keberatan sama sekali jika itu Lily.