webnovel

S2-81 START LINE OF WAR

"A Lonely Rose ...."

[ANGELIC DEVIL: The Crown]

Setelah dinner, Apo tidak ikut Sanee dan Yuzu menjamu Jeffsatur. Mereka ada urusan penting, yakni Jeff ditawari posisi di perusahaan Paing. Kebetulan dia nyaris lulus magister. Dan Sanee tampak peka dengan bibit bagus. Namun, Jeff tetap diberikan kebebasan. Bagaimana pun dia bawahan Apo. Bisa saja pernah ingin menjadi karyawan Omega itu. Apo sendiri belum pernah kepikiran sampai sana, tapi kalau Jeff nyaman kenapa tidak? Apo akan membiarkannya berjalan pergi. Asal semuanya baik-baik saja.

"Phi, kapan kondisimu membaik," kata Apo saat mengecek Paing. Ini sudah ketiga kalinya dalam sehari, tapi Paing selalu tertidur. "Cepat sembuh, ya. Paling tidak demamnya dulu. Semangat," bisiknya sebelum meninggalkan kecupan di pipi. Cup.

Apo juga menyelesaikan banyak tugas kantor setelahnya. Dia bergerak cepat karena omongan Jeff. Kepikiran. Terlalu cemas, tapi senang juga dengan hasilnya.

"Phi kira-kira melakukan apa di saat seperti ini?" gumam Apo pada pukul 9. "Olahraga? Mengamuk? Tapi orang kan tak selalu punya tenaga lebih."

Sanee yang mengecek Apo pun memberitahu. "Puteraku terkadang juga ke kuil," katanya. "Dia berdo'a lama di sana. Berharap hal baik seperti yang lain. Dengan begitu akan mendapatkan ketenangan." Wanita itu meletakkan senampan cemilan. Dia ingin Apo tetap jaga kesehatan. Lalu pamit tidur terlebih dahulu.

"Terima kasih, Oma," kata Apo sambil tersenyum.

"Sama-sama," balas Sanee tersenyum juga.

Paginya, Apo pun mengunjungi vihara sebelum ke kantor. Dia bertemu beberapa biksu. Gabung do'a di barisan belakang. Lalu mengalungkan bunga ke sebuah patung.

".... cih, coba pikirkan mana yang prioritas, oke? Kadang menggenggam api pun tak bisa banyak."

Namun, Apo sering ingat perkataan Jeff kemarin. Dia sadar, tapi tidak tega menggugurkan. Apalagi jika sampai membahasnya terlalu detail."Ah ...." desahnya sambil memandangi patung Buddha. Dia bisa membayangkan Paing bilang, "Oke, tidak apa-apa," tapi entah bagaimana perasaannya.

"Apa kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Miri lewat telepon. Dia cemas, meski disuruh beristirahat. Jadi, tetap mengecek kondisi kantor.

Apo pun mengangguk pelan. "I'm okay, Ma. Hanya sedang menyesuaikan diri," katanya. "Bagaimana pun kantor sempat kutinggal tiga mingguan."

"Owalah, good," kata Miri. "Tapi jangan sungkan bilang kalau ada apa-apa, oke? Ma akan selalu ada buatmu."

"Hm, tentu," kata Apo. Dan sebelum Miri, dia harus bicara dengan Paing dahulu.

Tok-tok!

"Tuan Natta? Saya sudah selesaikan berkasnya," kata Yuze dari balik pintu. Sang manajer pun masuk dengan senyuman. Lalu meletakkan map putih ke meja Apo.

"Oke, oke. Bagus. Tunggu sebentar biar kucek sekalian," kata Apo. Lalu pamit kepada Miri. Dia tampak senang dengan laporan tersebut. Sebab masalah ekspor-impor kembali normal. Ma tidak bohong soal bantuan Phi kemarin, pikirnya sambil tersenyum. Dia makin semangat kerja hari ini. Hingga seorang karyawan lain masuk ke kantor.

Tok-tok!

"Permisi, Tuan Natta?" panggil karyawan tersebut.

Apo pun menoleh ke pintu. "Ya?"

"Apa Anda punya waktu? Di depan ada Nona Bextiar yang ingin bertemu."

DEG

"Apa?" kaget Apo.

"Beliau barusan kemari bersama puteranya. "

***

Guli Nazha, sosok wanita yang Apo nilai berbanding terbalik dengan dirinya. Sama-sama pebisnis, tapi juga merangkap model untuk produk brand make-up-nya sendiri. Nazha tipe yang aktif di sosial media, dan wajahnya menghiasi majalah fashion China pada musim ini.

Apo pikir mereka takkan pernah bertemu secara personal. Apalagi mengingat hubungannya dengan sang suami. Nazha juga tidak pernah muncul. Tahu-tahu mereka menikah, lantas kenapa sekarang mendadak kemari?

"Halo, Tuan Natta," sapa Nazha yang sedang duduk di lounge. Wanita itu memangku Alan. Lalu si bocah menirukan ibunya.

"Halo, Tuan Tata!" sapa Alan sambil tersenyum. Bahasa Thailand-nya memang tidak fasih, tapi dari tatapan mata kelihatan bahwa anak itu sangat cerdas.

"Andai saja kau tidak di sini," batin Apo. "Aku mungkin langsung memaki ibumu."

"Halo juga," balas Apo yang membuka kancing jas luarnya. Dia duduk dengan menyilangkan kaki, tapi terlihat sangat elegan. "Kalau boleh tahu ada apa kalian kemari? Rasanya mendadak sekali," katanya dengan senyum formalitas.

Mungkin, jika Nazha menemuinya saat Apo masih sakit, mereka takkan pernah bisa bicara setenang ini. Ada benarnya aku pergi waktu itu ....

"Alan bilang ingin bertemu dengan adik bayi," kata Nazha. Seolah mereka tak pernah ada masalah. "Apa kapan-kapan kami boleh main, Tuan Natta?"

DEG

Apo pun langsung terkesiap, tapi dia tak boleh terlalu emosional. "Ha ha ha, kenapa tidak langsung bertamu saja? Tidakkah Anda tahu alamat kami di Bangkok?"

Nazha pun tersenyum tipis. "Tahu, tapi Daddy-nya tetap melarang," katanya. "Mile bilang harus izin sama Papa Natta dulu. Siapa tahu diperbolehkan, ya kan Alan?"

Izin, katanya? Jadi benar mereka tak pernah berkunjung, Batin Apo.

Namun, dia tidak mau luluh. Sudi siapa? Toh menikah saja Mile dan Nazha tak membicarakan itu dengannya. BEDEBAH!

"Oh, tapi aku tidak tinggal di sana lagi," kata Apo sekalian jujur. Toh mereka sudah berpapasan di resepsi Yuzu. Maka Nazha pasti sadar hubungannya dengan Paing Takhon. Atau pola pernikahan kacau ketiganya. Biar setidaknya wanita ini merasa! ".... jadi, jika kalian bertemu baby, aku pun harus izin pada tuan rumah dulu. Maaf."

Alan yang menyimak ikut tampak sedih. Dia paham, tapi bingung cara mengungkapkannya. Jadi hanya berceloteh. "Tidak boleh, ya Mama?" tanyanya.

Nazha pun mengelus ubun sang putera tunggal. "Yahh, belum," katanya. "Tak masalah kalau kapan-kapan lagi, ya? Kan Alan sudah lihat foto mereka di hape."

Alan pun mengangguk patuh. Tapi ekspresinya tampak sangat sedih. Dia menatap Apo dengan mata melas, minta iba. Seolah ingin jadi kakak idaman sedunia. "Iya, Mama."

Nazha pun tertawa sebelum mengelus ubunnya sayang. "Pintar," pujinya, tapi terang-terangan mengorek Apo melalui cara manis.

Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!

"Lin Liiiiiiiiiin!" teriak Alan saat dipanggil babysitter-nya. Dia lari-lari ke arah wanita itu. Minta jajan. Lalu menjerit karena kecewa. "Aaaaaaaaa! Aku mau onis keik! Huaaaaaaaa! Ayiiiiiii! Hiks ... hiks ... hiks ...."

Apo pun menoleh sebentar ke sana. Dia menyadari Alan sangat-sangat cengeng, padahal pintar juga berhati penyayang. "...."

"Sekarang Anda tahu kenapa aku menikah dengan Mile, Tuan Natta ..." kata Nazha tiba-tiba. "Karena kita pun memiliki masalah masing-masing."

Seketika, Apo pun mengepalkan tangan di sisi tubuh. "Oh, iya," katanya. "Tapi itu jadi urusanku? Kau pun seharusnya bisa menikahi pria lain."

DEG

"Tapi Mile adalah ayahnya Alan, Tuan Natta--"

"Iya, terus?" sela Apo tidak sabaran. "Dengan itu kau seenaknya masuk diantara kami, begitu? Ha ha. Basi, Nona Bextiar. Aku pun bisa tak ber-etika, jika kau sudah mengawalinya."

Nazha pun menatap Apo begitu dalam. Dia seperti menyimpan kemelut berat. Ingin memaki, tapi bukan tipe orang yang seperti itu. "Apa Anda tahu suamimu sedang kesulitan?" katanya. "Sejak dulu dan hanya untukmu. Apa kau sama sekali tidak peduli?"

Tatapan Apo justru menggelap. "Oho ... jadi kau kemari sebagai utusannya, kah?" tudingnya. "Untuk memintaku datang, setelah dia mencari "bermacam-macam obat" di luar sana---ha ha ... ya sudah biar ditangani mereka saja. Apa urusannya denganku?"

"...."

"Atau diobati olehmu, mungkin?" tegas Apo. "Toh kalian sudah menikah ...."

"...."

".... kecuali--oh ... ternyata kau pun tidak terlalu berguna, ya?" kata Apo. "Bagus. Karena itu aku seharusnya mau, padahal dia tidak berhak membohongiku sedari awal."

Melihat napas Apo stabil, bahkan setelah berkata kasar, Nazha pun tahu sang Omega pernah serusak itu.

"Jadi, Anda tidak memberinya pilihan?" tanya Nazha, yang langsung mengingatkan Apo dengan omongannya Paing. "Maksudku, bahkan setelah dia berusaha kembali."

Apo pun mendengus pelan. "Apa saat itu dia memberiku pilihan?" balasnya.

Nazha pun langsung terdiam. "...."

".... dia kan masih bisa jujur di awal, Nona," kata Apo tanpa emosi. "Misal seperti, 'Hei, Apo. Aku ternyata punya anak dari seorang wanita. Ini di luar kendali, tolong. Bisa kau maafkan aku?' tapi tidak, ya. Aku terlanjur di sini dan masalahnya sampai kemana-mana."

"Tuan Natta--"

"Jadi kenapa tidak kubalas saja?" sela Apo. "Aku pun berhak tidak memberinya pilihan, Nona Bextiar. Biar dia merasakan betapa susahnya lari, lalu sembuh dengan caraku sendiri."

...

....

Saat itu, Nazha sepertinya berubah sedikit geram. Dia sampai meremas tas Dior dalam genggaman, lalu berkata dengan nada dingin. "Baiklah, setidaknya aku dengar itu dari Anda sendiri," katanya sembari berdiri. "Setelah ini cobalah bertahan saja. Yang kuat. Karena kami pun takkan mengampuni lagi seperti dulu."