webnovel

BAB 30: A TIPSY NIGHT

Ini efek Mile overthinking berhari-hari sih kalau kataku. Sejak Paing menghantui dunia MileApo, padahal ketemu aja belum mereka. [Kalau ada dari kalian yang baca "Sadistic Beauty" versi BL, karakter Mile di sini 50% mirip Cha Wookyung. BEDA-nya, Mile versi soft dan penyayang. Bukan sadis] Tapi mereka sama-sama gampang panik kalau menyangkut uke-nya. Dan bisa jadi nangis kalau ditinggalkan pergi. Bukan berarti Mile gak dominan. Dia begitu cuma sama pasangan doang.

****

Setelah dibawa pergi, sebetulnya Apo paham dia harus menyeimbangkan rasa perhatian. Ke keluarga, ke pekerjaan, ke suaminya yang ternyata emosional ini--tapi kadang kenyataan tidak bisa membuatnya begitu.

Apo juga peka ketika Mile berpikir seperti, "Sayang, aku ini Alpha-mu. Kenapa sering tidak menganggapku ada? Aku ini kurang apa padamu?" Tapi ada banyak hal yang harus Apo pikirkan juga.

Setelah mengecek perusahaan, Apo cepat lelah hanya dengan duduk untuk mengikuti pemotretan. Dia pusing hanya karena Er muntah pada perjalanan pulang. Dan paling parah saat baby triplets kompak sakit empat hari kemudian.

Entah bagaimana asalnya, tapi sistem pencernaan mereka terganggu! Er demam, Kay diare, dan Ed lagi-lagi kembung hingga terus menangis. Ketiganya membuat Apo sangat frustasi, hingga dirinya berlutut ketiduran di sisi bangsal mungil.

"Oeeeeeeee!! Oeeeeee!! Oeeeee!!"

"Oeeeeeeee!! Oeeeeee!! Oeeeee!!"

"Oeeeeeeee!! Oeeeeee!! Oeeeee!!"

Belum lagi saat baru 5 menit mimpi, suara jejeritan bersahutan itu kadang terdengar lagi. Ya, tentu ada babysitter yang membantu Apo. Namun, menangani ketiganya kadang tidak bisa dengan pelukan orang lain. Harus Apo yang menepuki bokong mereka. Harus Apo yang membalurkan minyak ke perut mereka. Harus Apo juga yang mendekap hingga semua bisa tertidur ....

Puncaknya adalah setelah seminggu Minggu itu berjalan. Apo sendiri mulai sakit begitu ketiga baby-nya sembuh, sementara Mile masih dua hari lagi pulang. Sang suami lagi-lagi sibuk dinas di luar negeri, dan urusan itu benar-benar tak bisa ditinggal. Dia bahkan tidak sempat hanya untuk mengirimkan pesan, sementara Apo hanya terbaring sendirian sambil memandangi lukisan besar di dinding kamar mereka.

"Mile ...." lirih Apo, persis seperti saat dirinya hamil besar dahulu. Bedanya, kini ada yang bisa dilihat untuk menemani sepi.

Di sana ada Mile, dirinya, juga ketiga baby secara lengkap. Saat itu, mereka berdua tersenyum karena jepretan terdengar, tapi Apo paling tahu dia samasekali tidak sedang sangat bahagia.

"Mile, cepat pulang ...."

Misal Apo tega memaksakan ego, hari itu dia sungguh ingin marah juga. Tapi melihat Mile menggenggam tangannya sambil menyetir, Apo tahu sang suami juga tengah memperjuangkan apa yang dia yakini.

"Aku benar-benar minta maaf soal tadi, oke? Harusnya tidak sampai sekasar itu," pinta Mile sambil mengecup punggung tangannya. "Aku benar-benar tidak bermaksud, Apo ...." katanya, dengan mata masih fokus ke jalan raya setiap waktu. Apo pun berakhir mengalah, lalu mempercepat apapun yang harus dia lakukan.

Apo bahkan berjalan melewati para karyawan dengan langkah-langkah urgen, padahal wajah mereka dipenuhi senyum yang harusnya dia balas seperti dulu.

"Selamat datang, Tuan Natta ...."

"Selamat datang, Tuan Natta ...."

"Selamat datang, Tuan Natta ...."

Sayup-sayup, Apo bahkan sempat mendengar jerit kesenangan dari lorong yang teramat jauh.

"Wah ... Tuan Natta sepertinya kembali masuk! Beliau datang, ayo sambut kalian semua!"

"Serius? Apa sudah bisa bergabung bersama kita? Astaga ... ayo-ayo!"

Sayang, semua gerombolan itu langsung diam karena langkah Apo diikuti oleh suaminya langsung. Mereka yang ingin mendekat, batal. Sementara yang terlanjur lambai tangan langsung menunduk hormat.

Oh, ternyata Mile sangat berbeda jika di kantor rupanya. Dia ditakuti nyaris semua karyawan, kecuali yang dekat seperti Manajer Yuze. Padahal lelaki Alpha itu tidak sedang mengenakan setelan jas seperti Apo. Dia hanya berkemeja putih, celana hitam. Dan di tangannya ada kamera, dan bukan dokumen. Tapi mereka langsung tertib bisu hingga keduanya lewat tanpa hambatan.

"Kau sekarang punya waktu dua puluh menit lagi, kesorean," tegas Mile dengan menilik arloji. "Tapi aku yakin tidak lama karena sudah kupastikan kinerjamu terkendali di tempat ini."

Apo memilih samasekali tidak menjawab. Lelaki Omega itu masuk lift dengan muka datarnya. Dan mereka masih perang dingin hingga semua urusan selesai.

Suatu hari, Jeff mengirimkan beberapa info lain yang harusnya segera Apo periksa. Namun, saat pelayan membawakan isi paketannya datang, Apo kesal! Dia tidak sadar berteriak kepada wanita itu, lalu membanting pintu kamar begitu saja.

Brakkhhhhhhhh!!!

"MINGGIR! PERGI! ENYAH KALIAN SEMUA, BANGSAT!" kata Apo lalu merosot di balik pintu. Dia menjambak rambut sangat frustasi, lalu menangis tanpa suara.

Rasanya sakit sekali memendam kebingungan seperti ini. Panas Apo sampai naik lagi, padahal seharian sudah dinyatakan turun ke titik normal. Dia begitu lelah dan sulit berpikir. Lalu mendekap lututnya sendiri.

"Mile ... kau itu tak pernah mau kutinggal, tapi juga tidak pernah ada ...." kata Apo dengan suara sepelan bisikan. Jemarinya meremas celana piama, sementara air matanya tak bisa berhenti. "Aku benar-benar sangat membencimu ...."

Hilang akal, Apo pun keluar rumah pada pukul 1 dini hari. Dia terbangun dari tidur yang meletihkan jiwa dan raganya itu. Lalu meninggalkan lantai dingin untuk cari kesenangan.

Brakh!

Kackrak! Kacrak!

Sreeeeeekhh!!

Apo bahkan tidak bawa mantel saat memasukkan kontak mobil, lalu keluar dari garasi untuk melesat pergi begitu saja.

Itu adalah pertama kalinya. Apo mengikuti kata hatinya yang penuh beban, lalu pergi tanpa arah agar bisa membuat jiwanya bebas.

"AAAAAAAAAAAAAARRRGGGGH!" teriak Apo sepanjang jalan tol yang sepi. Dia memuaskan hasrat untuk untuk melepaskan sesak, bahkan masuk bar yang penuh aroma whiskey.

Ting! Ting! Ting!

"Cheeeeerrssss!"

"Ha ha ha ha ha ha!"

"HA HA HA HA HA HA HA!"

Mungkin karena tidak terbiasa, Apo pun refleks menutup hidung saat menghirup aroma tempat hiburan itu. Dia sebenarnya sempat mual saat ada Omega berparfum lewat, tapi tetap menerobos orang-orang yang bergerombol sambil menari.

Dintara gelas-gelas yang berdenting.

Diantara gelak tawa yang begitu nyaring. Juga DJ yang menghentak-hentak telinga hingga rasanya pusing.

"Ugh, busuk ...." keluh Apo. Meskipun begitu, dia tetap duduk dan mencekeram kepala saat ditawari seorang bartender.

"Woaaah, lagi stress, Tuan?" tanya si bartender dengan kekehan. Dia yang terbiasa menghadapi pelanggan langsung menyebutkan jenis-jenis miras, sementara Apo justru menenggak gelas milik orang di sebelahnya.

"Hei, Brengsek! Itu kan milikku yang tadi baru dipesan--"

Gulp. Gulp. Gulp. Gulp. Gulp. Gulp.

Terlambat. Apo sudah menghabiskan semuanya dalam sekali tenggak, sementara orang-orang di sekitar langsung bertepuk untuk menyemangatinya.

"WOAHAHAAH! BUNG! KAU INI KEREN SEKALI!" kata seorang lelaki Alpha yang menggebuk Apo senang. "PADAHAL GELASNYA BESAR SEKALI! HA HA HA HA. AKU SANGAT BANGGA PADAMU ...."

"Ya, ya ...." jawab Apo dengan melemparkan dompet. "Sekarang beri aku satu botol lagi. Yang begini. Ambil saja berapapun dari dalamnya," katanya sambil mengusap bibir.

Sadar-sadar, ada banyak orang yang berkerumun di sekitar Apo untuk ikutan minum. Mereka tertawa sambil bertepuk tangan, bahkan ada juga yang menantangnya untuk tanding minum juga.

BRAKHHH!!

"DUA BOTOL UNTUK RASA YANG SAMA! KELUARKAN!" teriaknya dengan senyum yang lebar. Entah Alpha, Beta, atau Omega ... Apo sudah tidak mengenali lagi karena matanya mulai memburam.  "AYO, BRO! SEPERTINYA KAU MASIH KUAT UNTUK BEBERAPA BOTOL LAGI! HIAAHH!"

Sangkir beratnya kepala Apo, dia pun ikut-ikut saja saat beradu kepal dengan lelaki itu. Mereka lantas minum-minum hingga dunia berputar, sementara Apo mulai kehilangan daya pikir setelah menghabiskan beberapa botol.

BRUGHHHH!!

"WOAAA! WOAAA! WOAAAA! HEI! SUDAH AMBRUK!" teriak seseorang di sisi kanannya Apo. Dia melepaskan gelas agar Apo tidak tersungkur, sementara di sisi kiri ada lagi yang menjadi benteng.

"Astaga, sial ... kupikir dia bisa betah lagi lebih lama. Gila! Aku sudah kehilangan kesenanganku," kata si penantang sebelum meletakkan uang untuk membayar. Dia pergi begitu saja dengan decihan, sementara Apo mulai ditepuki oleh bartender yang baik hati.

"Hei, Bung. Bung? Hei ... bangun."

Sayang, Apo tidak bisa mengangkat tubuhnya lagi, sampai suara seorang pria sayup-sayup menghentikan lelaki itu. "Oi, oi ... sudah, biar aku saja yang bawa dia," katanya. "Dia itu kenalanku. Mana dompetnya. Biar kuantarkan pulang ke rumah."

Meski sempat menaruh curiga, sang bartender tetap memberikan dompet Apo juga. "Iya, ini," katanya. "Jangan lupa kunci mobilnya. Hmm."

"Oke, kemarikan." Lelaki itu lantas memapah Apo segera. "Astaga ... dasar ... kau ini cukup berat juga rupanya." Oh, harum tubuhnya tak bisa Apo kenali. Namun, dia sempat tenang karena benar-benar dimasukkan ke mobilnya sendiri.

BRUGH!

Tiit! Tiit! Tiiit! Tiiit! Tiit! Tiiit! Titt!

Dari suara alarm khas yang terdengar, mereka sepertinya ada di tempat parkir saat ini. Namun, bukannya menyetir agar keluar dari sana. Apo mendadak didorong rebah setelah pintunya ditutup keras.

BRAKHHHHH!!!!

KRAKHHHHH!!

"Oh, Shit! Sudah kukira kalau kau adalah Omega ...." kata orang itu setelah merobek piama atasan Apo. Kain hitamnya pun koyak parah, bahkan puting kiri Apo sudah terlihat sempurna saat ini. "Tapi kenapa kau ini harum sekali  ... hhh .... lebih pekat."  Ada hidung yang menghirup leher Apo seketika itu juga. Dengan pelukan, dengan kecupan, dengan jilatan--ahh ... sementara Apo refleks mencengkeram bahu sosok kekar itu.

"Hmmmhh ...."

"Oh, astaga sangat manis di sini. Shhh ...."

"Khhh--" keluh Apo saat digigit. Dengan kening mengernyit, dia pun gemetar tanpa disadarinya. Alkohol perlahan membuat tubuhnya ringan, sementara euforia kini memancing tawanya keluar. "Mile ... ha ha ha ...."

Hirupan-hirupan itu memang semakin gencar, tapi sayang ... begitu si penyerang mendengarkan nama Alpha lain, dia pun berhenti sejenak.

"Mile, kau pulang ...." keluh Apo dengan sudut mata mengalir. Dia tersenyum begitu manis, bahkan balas memeluk dengan aroma yang makin semerbak--ya, walau tak bisa total seperti saat heat. "Kau pulang, kau pulang ... unnh ... selamat datang di rumah ...."

DEG

"Apa? Jadi kau sudah ada yang punya?" kata si Alpha dengan raut terkejut. Dia pun memeriksa leher belakang Apo, barulah menyadari ada tanda permanen yang terpatri di sana.

"Mile ... hiks ... hiks ... aku sangat merindukanmu ... hiks ... hiks ... hiks ...." isak Apo yang tiba-tiba mulai terdengar kencang. Dia membuat sang Alpha makin berdebar, apalagi sempat mengira Apo masih kuliah--

DEG

"Tunggu, hei, Bung--aku ini sepertinya salah sasaran," kata si lelaki Alpha mulai panik. Dia pun menarik lengan-lengan Apo lepas, tapi sang Omega sepertinya sudah tak peduli itu siapa. ".... hei, seriusan? Kupikir kau masih lajang karena aromamu itu tadi--"

SRAAAAAAAKHHHH!!

BRAKKKHHHHH!!

BUAGHHH!!

"DASAR KAU ITU KEPARAT GILA!"

"FUCK!" maki si Alpha setelah ditarik keluar mendadak. Tubuhnya dilempar kasar oleh seseorang, dihajar, bahkan hidungnya langsung mimisan begitu tinjuan itu diulang lagi.

"BRENGSEK KAU! MATI!"

BUAGH! BUAGH! BUAGH! BUAGH!

"TUNGGU! ARRRHHH! BUNG! UHOKH! INI BENAR-BENAR SALAH PAHAM!"

Ssssaakkkhhhh!

Kini kerahnya ditarik kuat, bahkan wajahnya diteriaki dalam jarak dekat.

"SALAH PAHAM APA KATAMU?! BEDEBAH!! JELAS-JELAS KAU MASUK DAN MENYERANG DIA!"

"TUNGGU--"

BUAGHHH!! BUAGHH!! BUAGGH!!

"AAARRRRGHHHHH!!!"

Teriakan pun melolong di langit malam. Mereka lantas melakukan baku hantam sesama Alpha, dan akhirnya si pelaku pun terkapar di atas tanah. Dia memeluk diri sendiri, memuntahkan darah. Lalu diinjak pada dada sebelum dilewati begitu saja.

"Lain kali cobalah cari korban yang benar, sinting ...." maki si penginjak sebelum memasuki pintu mobil Apo. Dia melepas jas untuk menutupi dada sang Omega, kemudian mendudukkannya perlahan-lahan.

"Hiks ... Mile ...." kata Apo yang masih tersedu-sedu. Dia pun mengusap mata hingga semakin merah, dan bengkaknya sungguh membuat siapa pun prihatin  saat ini.  "Apa yang sebenarnya sudah terjadi ... Mile ... kenapa berisik sekali di luar sana ...."

Mendengar Apo mengeluh seperti itu, Alpha di depannya pun mendesis pelan. "Ya Tuhan, Apo ...." katanya. Lalu menyibak poni sang Omega perlahan-lahan. "Kau ini kenapa sampai seperti ini?"

Bukannya menjawab pertanyaan itu, Apo kini malah terbatuk dan memuntahi siapapun yang di depannya. "Hueeeeekkk!!!"

"HEI, APO!"

Muntahan itu bahkan tidak sedikit.  Apo sampai ambruk ke tubuh lelaki itu, untung segera didekap tegak.

"Hhh ... hhh ... hhh ... sakit ...." keluh Apo dengan suara yang mulai serak. Dia pun menangis semakin keras, sementara sang Alpha kini mendesis pelan.

"Oke, oke. Bertahan," katanya. "Kuantarkan kau pulang sekarang ...."

Bersambung ....