Semenjak kejadian dua hari yang lalu, dimana saat para pria bertopeng mengejarnya. Romi tak lagi mau keluar dari dalam kamarnya, dia benar-benar masih merasa trauma dan ketakutan. Jangankan untuk pergi ke sekolah, bahkan untuk sekedar menatap luar ruangan dari balik jendela pun dia enggan melakukannya.
Dia takut kalau tiba-tiba para pria bertopeng itu muncul kembali.
Tok! Tok! Tok!
"Romi! Ayo keluar, Sayang! Kamu ada masalah apa sih, Sayang? Ayo cerita sama Mama!" ujar sang ibu dari luar pintu kamarnya.
Romi masih berada di dalam kamarnya dan sangat ketakutan. Tapi dia enggan bercerita dengan sang ibu. Dia tidak mau ibunya juga turut ketakutan seperti dirinya, apa lagi kondisi sang ibu memang tidak baik, beliau menderita gangguan jantung, semenjak kepergian sang suami satu tahun yang lalu.
Saat ini Romi memang sudah tidak memiliki ayah angkat lagi, oleh karna itu, Romi sangat menyayangi, menjaga dan menuruti ucapan sang ibu.
Termasuk saat sang ibu menyuruhnya agar menjalani pola hidup sehat supaya Romi bisa selalu menemaninya.
Romi tidak mau ibunya jatuh sakit karna mendengar peristiwa yang menimpanya dua hari yang lalu.
Namun kalau dia terus berdiam di kamar seperti ini tentu saja sang ibu akan merasa khawatir.
Dan oleh karna itu Romi segera bangkit dari tempat tidurnya untuk menemui sang ibu.
Ceklek!
Romi membuka pintu kamarnya.
"Nah, begitu dong, Sayang, pintunya di buka, ayo kita ngobrol," ujar sang ibu.
Wanita paruh baya itu memang sangat mengkhawatirkan putra angkatnya.
Namanya Rosita Suseto, istri dari Dion Suseto, orang tua angkat dari Romi.
Rosita memang sangat posesif kepada Romi, bukan tanpa sebab, tapi karna memang Rosita sangat menyayangi putra angkatnya itu dan tidak ingin terjadi hal buruk apa pun. Dia masih trauma ketika dia di tinggal mati oleh suaminya, saat ini hanya Romi yang dia miliki. Oleh karna itu dia sangat menyayanginya.
"Ayo cerita, Sayang, jangan buat Mama, khawatir!" paksa Rosita.
Romi tampak terdiam sesaat, untuk mencari cara, bagaimana agar sang ibu tidak lagi khawatir kepadanya.
"Begini, Ma. Sebenarnya kemarin kepalaku, sedikit pusing, dan karna hal itu aku tidak mau ke luar kamar," ucap Romi yang beralibi.
"Pusing? Apa kamu sakit?" Rosita memegang kening Romi. "Tapi kepala mu tidak panas," ucap Rosita lagi.
"Iya, sudah tidak panas, Romi sudah sembuh, mungkin besok Romi akan kembali sekolah," ucap Romi.
"Tapi kalau kemarin kamu sakit, kenapa kamu tidak bilang sama, Mama? Mama, 'kan bisa membawamu berobat ke rumah sakit,"
"Hanya pusing biasa Bu, minum obat dan istirahat cukup saja sudah sembuh," ucap Romi seraya tersenyum tipis.
Rosita pun turut tersenyum, "Yasudah, kalau begitu Romi istirahat lagi ya, Mama, mau ke kantor, ada meeting. Tapi kalau Romi, ingin Mama, libur biar Mama, cancel meeting-nya,"
"Enggak, Ma. Gak usah, Romi udah baik-baik aja kok," jawab Romi.
"Baik, kalau begitu, Mama berangkat dulu ya, take Care," Rosita mengecup kening putranya.
Romi merasa sedikit lega, meski belum hilang rasa traumanya, tapi setidaknya dia sudah berhasil menenangkan hati sang ibu.
Lalu anak lelaki berkaca mata tebal itu meraih ponselnya.
Yang sudah dua hari ini tidak ia sentuh.
Perlahan dia menekan tombol on, namun ponselnya tidak hidup, sepertinya batari dalam ponsel itu sudah habis.
Sambil memasukkan kebagian lubang charger, Romi mencoba menghidupkan kembali ponselnya.
Dan dari situ dia mendapati ada banyak sekali pesan masuk serta riwayat panggilan.
"Mesya ...."
Romi merasa jika kejadian ini ada sangkut pautnya dengan Mesya, karna dia melihat David menolongnya.
Bahkan Romi juga menduga bahwa dua pria bertopeng itu adalah ayah angkat Mesya, dan satu lagi adalah kaka dari Mesya yang satunya.
"Lalu, mengapa mereka mengejarku? Dan apa yang mereka inginkan dari ku?" ucap Romi.
Lalu kembali dia meraih ponselnya untuk mengirim pesan kepada Mesya, dia ingin meminta nomor David.
Drrrtt....
Sebuah panggilan telepon dari Mesya.
"Halo!" sapa Romi.
"Halo, Romi! Kenapa kamu tidak membalas pesanku? Kenapa kamu tidak ke sekolah? Apa terjadi sesuatu denganmu?" tanya Mesya secara beruntun.
"Ceritanya ... panjang, Mesya ... nanti biar aku ceritakan semuanya. Aku hanya ingin meminta nomor, kak David, kepadamu," ucap Romi.
"Untuk apa?"
"Aku ada sedikit perlu dengan kak David, nanti juga akan aku ceritakan kepadamu,"
"Tapi, aku takut kak David bakalan marah, karna aku memberikan nomornya sembarangan,"
"Tidak, dia tidak akan marah, percaya. Biar nanti aku yang bilang kepadanya."
"Tapi, Rom ...."
"Please, Mesya, aku mohon berikan nomor, kak David kepadaku,"
Akhirnya Mesya mengirimkan nomor David kepada Romi, meski dengan perasaan was-was karna dia takut David akan marah kepadanya.
Setelah itu Romi segera menghubungi David, namun David tidak mengangkat ponselnya.
Dia masih berada di dalam ruangan Charles bersama yang lainnya.
Nampaknya mereka sedang membahas sesuatu di tempat itu.
"Ayah, biarkan anak lelaki itu hidup, dia itu sahabat Mesya. Apa kalian tega melihat putri kesayangan kalian itu bersedih, karna kehilangan sahabatnya lagi?" ucap David.
"Kenapa, Kak David, membelanya?" tanya Arthur. "Bukankah selama ini, Kakak itu tidak peduli dengan Mesya?" Arthur menatap tajam dengan senyum tipis ke arah David.
"Bukankah kalian ingin dia menjadi adikku?" tanya balik David.
"Iya, Sayang ... tentu saja tapi sudah menjadi tradisi, kalau ada yang mengganggu putri tercinta kami, itu artinya dia sudah siap menjadi permainan kami," ucap Arumi.
"Dia tidak mengganggu, Mesya, Bu. Tapi dia selalu membuat Mesya tersenyum," ujar David lagi.
"Ah, lalu bagaimana kalau dia membahayakan putri kita?" tanya Charles.
"Tidak! Aku berani jamin!" tegas David.
Akhirnya dengan kegigihan David, mereka pun menyetujui keinginan David dan membiarkan Romi tetap hidup.
Meski begitu mereka memberikan persyaratan untuk semua itu.
Apabila Romi berani menyakiti Mesya sedikit saja atau pun berani memakan bekal khusus yang di buatkan oleh sang ibu untuk Mesya. Maka tidak ada ampun lagi bagi Romi. Sudah pasti dia akan mati jika melanggarnya.
Setelah itu mereka semua keluar dari dalam ruangan kerja Charles.
Dan tepat saat itu Mesya berpapasan dengan mereka semua.
"Loh, kalian dari mana?" tanya Mesya.
"Ah, tidak. Kami hanya sedang membersihkan ruangan ayahmu, Sayang," jawab Arumi.
"Kenapa kalian tidak mengajakku?" tanya Mesya.
"Lain kali. Lagi pula kamu itu, Tuan Putri kami, jadi tidak boleh membersihkan apa pun." Ucap Arumi lagi.
Lalu Arumi menggandeng tangan Mesya dan mengajakkannya pergi.
Selalu saja seperti ini, Mesya tidak tahu apa-apa tentang keluarganya.
Dia terlalu lemah karna perlakuan istimewa dari keluarganya itu.
David memandang Mesya dari belakang, pria berwajah tampan dan dingin itu terlihat lega, karna akhirnya masih bisa melihat senyum manis serta tertawaan Mesya lagi setelah ini.
To be continued