Juwita tampak sangat syok sekali melihat tanah bercampur dengan bunga kamboja keluar dari dalam tasnya.
Seketika lantai kelas itu menjadi sangat kotor. Semua pasang mata melihat kearahnya, tak terkecuali dengan Mesya dan juga Romi, kedua remaja itu tampak keheranan.
"Ini pasti kamu! Ayo ngaku! Pasti kamu pelakunya ya?" teriak Juwita seraya menunjuk-nunjuk ke arah Mesya.
Tentu saja hal itu membuat Mesya tak terima, karna memang ini benar-benar bukan kesalahannya.
"Kamu itu jangan asal tuduh ya!" bentak Mesya.
"Aku tidak asal tuduh, karna memang yang sedang bermasalah denganku itu kamu!" sahut Juwita.
"Hey! Meski begitu aku tidak sejahat itu! Bahkan kamu juga melihat, 'kan, kalau sejak tadi aku di hukum membersihkan toilet sampai jam masuk?!" tanya balik Mesya.
Dan Juwita pun terdiam sesaat, dia percaya dengan ucapan Mesya, bahkan dia juga melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Mesya membersihkan toilet tadi bersama Romi.
'Lalu siapa pelakunya?'
Dalam hati Juwita terus bertanya-tanya, bahkan dia juga mengira kalau ini kelakuan Arthur, tapi dia juga masih tak yakin, karna Mesya juga tak mengadu dengan Arthur.
Tanpa berkata apa pun lagi Mesya mengabaikan Juwita dan duduk di bangkunya.
Dan Juwita pun juga tak bertanya atau mengocehi Mesya lagi, dia memilih untuk diam lalu duduk di bangkunya juga.
Tak berselang lama, sang kepala sekolah pun lewat di depan kelas mereka dan dia tak sengaja melihat lantai di kelas itu yang sangat kotor.
Wanita paruh baya dan bertubuh tambun itu pun segera menghentikan langkahnya untuk memeriksa kelas.
"Aih! Kotor sekali!" cerca Lula si kepala sekolah.
"Apa yang sudah terjadi?!" tanya Lula.
Dan seluruh murid pun terdiam.
"Lagi-lagi kelas ini membuat masalah! Sebenarnya apa yang sudah terjadi?!" tanya Lula lagi.
"Maafkan saya, Bu! Tapi ada yang menaruh bunga dan tanah-tanah itu di dalam tas saya!" ucap Juwita.
"Hah! Yang benar saja! Siapa pelakunya?!" tanya Lula namun mereka semua hanya terdiam.
Lalu Juwita kembali mendapatkan ide, ini adalah salah satu momen yang tepat untuk semakin menjatuhkan Mesya.
"Bu, sepertinya ada seseorang yang dendam kepadaku," tukas Juwita dengan pelan.
"Hah?! Siapa dia?"
"Ah, saya tidak mau menyebut namanya tapi bisa jadi seseorang yang bermasalah denganku dan dia memiliki dendam," jelas Juwita lagi.
"Hah?! Apa kamu punya bukti?!" tanya Lula kepada Juwita.
Lalu Juwita menggelengkan kepalanya.
"Saya memang tidak memiliki bukti tapi saya sangat yakin, karna gadis itu sangat kotor Bu, hatinya busuk, hanya wajahnya saja yang terlihat cantik," bisik Juwita di telinga sang kepala sekolah.
Tentu melihat hal itu membuat Mesya dan Romi menjadi sangat bimbang, mereka yakin, Juwita sedang merencanakan sesuatu terhadap Mesya.
Lula melirik ke arah Mesya dengan sangat sinis, tapi dia tidak bisa melakukan apa pun, atau memberikan sebuah hukuman, karna Lula tak memiliki bukti apa pun.
Dan meskipun dia mempercayai ucapan dari Juwita, tapi semua itu tidak bisa menjadi sebuah bukti.
Lula ingin memberi pelajaran kepada Mesya tanpa harus menuduhnya.
"Kalau begitu, kamu Mesya, berhubung tadi sudah mendapatkan hukuman membersihkan toilet, jadi sekalian saja kamu juga yang harus membuang sampah ini ya!" perintah Lula kepada Mesya.
"Tapi, Bu. Saya bukan pelakunya?" protes Mesya.
"Ini bukan masalah kamu pelakunya atau bukan, tapi ini memang tanggung jawab kamu!" tegas Lula.
Entah apa yang ada di benak Lula yang seorang kepala sekolah sekaligus, teladan para murid di sini, tapi dia malah terlihat sekali, sedang memberikan perlakuan yang berbeda terhadap Mesya, dan mempercayai ucapan Juwita yang jelas-jelas tidak ada buktinya.
Karna Mesya tak mau lagi memperpanjang masalah ini, akhirnya dia terpaksa menuruti ucapan Lula.
Lula tampak terus memandangi wajah Mesya yang terlihat kesal sambil melipat kedua tangan di perut.
Sedangkan Juwita tampak bahagia seraya menutup mulutnya menahan tawa.
Kelakuan mereka terhadap Mesya, telah di lihat oleh Arthur dari balik kaca jendela kelas itu.
Anak lelaki itu menatap begitu tajam, tampak kemarahan yang membara dari dalam jiwanya.
Nafas Arthur juga tersengal-sengal, seperti ingin melepaskan serangan saat ini juga.
Tapi anehnya beberapa detik berlalu, Arthur menarik kedua ujung bibirnya dan dia tersenyum aneh. Seperti sedang melihat sesuatu yang sangat menarik, dan membuatnya ingin segera mendapatkannya.
"Wah, nanti malam kami akan berpesta daging," gumam Arthur.
Lalu dia pergi meninggalkan kelas itu.
***
Tak terasa bel istirahat pun mulai tersengar dan seluruh murid-murid di sekolah itu mulai keluar dari gerbang sekolah, tak terkecuali dengan Juwita.
Dia berjalan bersama-sama dengan para teman-temannya, lalu setelah itu mereka berpisah dan dia memasuki mobil.
"Sampai ketemu besok! Bye!" teriak Juwita seraya melambaikan tangan kepada para teman-temannya.
Lalu mobil yang ia tumpangi berlalu pergi.
Sesampainya di rumah, Juwita memasuki kamarnya, dan tiba-tiba dia mendapatkan pesan singkat dari dalam ponselnya.
Pesan dari salah satu kaka kelas yang sangat ia kagumi, bukan Arthur atau pun David, melain pria bernama Yosi.
'Aku ingin bertemu denganmu, di taman dekat rumahmu,' bunyi dalam pesan singkat itu.
Juwita tampak sangat bahagia, dan dia segera berganti pakaian lalu berdandan sangat cantik.
Remaja yang masih duduk di bangku kelas satu SMP itu memang sudah lama menyukai anak lelaki bernama Yosi itu.
Dan hari ini tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja, Yosi mengajaknya bertemu.
Setelah selesai berdandan dia pun keluar dari dalam kamar dengan senyuman yang merekah di bibirnya.
Sesampai di taman yang di janjikan oleh Yosi, Juwita duduk menunggu kedatangannya.
Dia mengotak-atik ponselnya, sambil menunggumu kabar dari Yosi.
"Kak Yosi, kenapa belum datang ya?" gumam Juwita.
Drttt....
"Ah, dia meneleponku!" ucap Juwita antusias.
Dan dengan segera dia mengangkatnya.
"Halo, Kak Yosi! Kaka, ada di mana?" tanya Juwita.
"Aku sedang berjalan menghampirimu, Juwita," jawab pria yang meneleponnya itu.
Tapi anehnya suara pria itu sangat berbeda dari suara Yosi.
Juwita paham betul bagaimana suara dari Yosi.
"Kak Yosi, lagi sakit tenggorokan ya?" tanya Juwita.
"Enggak tuh," jawab pria itu lagi.
Juwita semakin bingung, meski sangat jarang, tapi Juwita sudah sekitar dua kali menelpon Yosi, dan suaranya masih tersimpan jelas dalam benaknya, dan Juwita sangat yakin kalau suara ini bukan suara Yosi.
"Aku sudah tepat di belakang mu, ayo menengok ke belakang," ucap pria itu.
Dan Juwita pun menuruti arahan pria itu, dia menengok ke belakang, dan ternyata seseorang yang meneleponnya benar-benar bukan Yosi.
"Kak Arthur?!" ucap Juwita yang kaget.
"Hallo, Juwita," sapa Arthur dengan ramah.
Juwita sangat ketakutan, sekarang Juwita sangat yakin, bahwa yang mengirimkan bunga kamboja dan tanah kuburan itu adalah Arthur.
"Mau apa, Kak Arthur, kemari?" tanya Juwita.
"Kami ingin bermain-main dengan mu," jawab Arthur sambil selengean.
"Kami? Apa maksudnya?" tanya Juwita.
"Iya, maksudku 'kami' satu keluarga," jawab Arthur.
Lalu dari balik semak tanaman yang ada di taman itu muncul David, Charles, dan juga Arumi.
To be continued