webnovel

Lima

Pukul 07.00

Marisa tetap tak beranjak, bahkan untuk terlelap sekalipun, ia tidak tidur semalaman, ia bahkan tidak merasa lapar atau apapun.

Marisa masih didalam, duduk disamping Julyan menangis lagi dan lagi, merasa tidak tega.. Benar benar merasa hancur.

Hilang semua seleranya, bahkan ia tak berniat sedikitpun untuk beranjak ditempat itu, Marisa masih setia duduk menemani sang suami yang masih terlelap dan tak tau kapan akan bangun.

"Kak aku harus pulang dulu, mau mencuci baju Julyan... Aku akan kesini lagi," ujar Bryan yang masih terdengar oleh Julyan.

Saat ini 7 saudara Julyan berada diruang tunggu ICU, sementara Hendra tengah bersekolah karna ada ujian begitupun adiknya.

Julyan beranjak keluar mengejar Bryan yang akan pulang kerumah.

"Bryan!" panggilnya agak keras, Bryan menoleh lalu menghentikan langkahnya.

"Marisa?"

"Biar aku saja yang cuci bajunya," pinta Julyan.

"Tapi.."

"Tidak apa! Aku istrinya udah kewajiban aku sebagai istri."

"Kamu mau pulang?"

"Aku mau ambil baju dan beberapa barang."

"Aku antar kamu pulang."

"Gak perlu! Aku naik taksi..."

"Tapikan-"

"Tidak apa, kemari kan!"

Bryan menyerahkan totebag berisi pakaian Julyan pada Marisa.

"Aku pulang dulu, titip Mas Julyan.." ujarnya pelan tersenyum simpul lalu beranjak menjauh.

Setelahnya Bryan kembali keruang ICU.

"Kenapa balik?" tanya Donny.

"Marisa tadi lari dan dia bilang dia aja yang nyuci," jawab Bryan.

"Kenapa tidak antar dia pulang?" tanya lagi Donny.

"Dia menolak, aku sudah memaksanya."

"Julyan bahkan gak tidur semalaman," sela Tyo.

"Bryan kamu ikuti Marisa... Mungkin dia butuh jemputan untuk menjemputnya kesini," titah Johnny.

"Tapi aku harus ke kampus kak bentar lagi."

"Biar aku aja," sahut Tyan.

.

Marisa sudah berada di kamarnya saat ini ia duduk di kasurnya dan membuka totebag berisi baju Julyan.

Lagi.. Untuk kesekian kalinya ia menangis, setelah melihat baju sang suami yang berlumur darah, ia memeluknya dengan erat sembari teriak keras.

"Maafin aku Mas..." lirihnya.

Demi tuhan, Marisa tidak bisa menahan air matanya, berkali kali ia mencoba kuat pun ia tetap menangis, bagaimana bisa ia melihat suami yang ia cintai terbaring lemah tak berdaya dan bahkan lebih sakit lagi harus melihatnya separah itu. Sakit sekali hatinya, rasanya ingin bertukar posisi saat ini juga, Marisa menyesal, ia benar benar menyesal.

Kenapa ia marah padahal seharusnya Julyan yang marah, kenapa ia meminta cerai padahal seharusnya ia hadapi bersama Julyan, dan kenapa ia harus melihat Julyan seperti ini, kenapa?

Marisa berjalan ke meja kecil dekat jendela kamarnya, ia meraih surat cerai lalu merobeknya.

"Aku gak minta cerai Mas, aku gak minta cerai..."

"Aku gak marah, aku masih cinta sama kamu..."

"Aku minta maaf..."

"Karna aku kamu jadi seperti ini Mas... Maaf..."

Marisa mengusap air matanya setelah melihat layar ponselnya 'Putri', adiknya menelponnya.

"Kak Marisa!"

"Mm.." sahut Marisa.

"Sudah makan?"

"Kakak tidak lapar."

"Sudah kuduga, aku akan kesana setelah pulang sekolah.. Kakak harus makan, aku tidak mau Kakak sakit!"

"Mm.. Kamu tidak perlu kemari, Kakak akan ke toko sebentar lagi, setelah itu baru kerumah sakit."

"Kenapa harus ke toko? Tidak perlu... Biar aku saja, Kakak harus dirumah sakit!"

"Kakak gak bisa egois Putri... Tidak apa."

"Begini saja, Aku pulang ke toko setelah itu Kakak harus kerumah sakit, ya?"

"Put.."

"Tidak ada penolakan!"

Putri menutup teleponnya sepihak, Marisa menghela pelan, lalu meraih tas dan menaruh beberapa baju dan beberapa barang untuk ia bawa kerumah sakit. Mungkin Marisa akan sibuk ke toko, lalu kerumah setelah itu kerumah sakit.

Marisa tidak boleh terus terusan bersedih, karna ia tau Kakak dan adik Julyan pasti sedih juga, sebab itu ia harus bersikap seolah ia baik baik saja, ia harus kuat.

.

Marisa berada di mobil bersama Tyan sekarang.

"Marisa.. Kenapa tidak mencuci baju Julyan?" tanya Tyan.

"Biarkan saja... Tunggu sampai Mas bangun baru aku akan mencucinya," jawabnya pelan.

"Mm.." Tyan mengangguk paham.

"Kak Tyan! Aku harus ke toko, aku titip barang barang ku."

"Kenapa gak kerumah sakit?"

"Aku harus mengurus toko, setelah Putri pulang aku akan kerumah sakit lagi."

"Baiklah... Telpon aku kalau mau kerumah sakit, atau Donny saja.. Atau semua adikku juga hubungi saja mereka."

"Hmm.. Baiklah."

Setelah sampai Marisa beranjak dari mobil, "Kak Tyan tunggu sebentar!" ujar Marisa, membuat Tyan tidak jadi melaju.

Marisa memasuki toko, sembari menyapa beberapa karyawan yang bekerja, ia memasuki ruangannya menaruh tas dan ponselnya lalu kembali berjalan mengambil 8 Sandwich dan roti isi lainnya, ia menaruhnya pada paper bag lalu bergegas keluar mendekati mobil Tyan yang masih terparkir.

"Kak! Ini sandwich untuk kalian, maafkan aku tidak bisa memasak untuk kalian."

Marisa tetap ramah seperti biasa meskipun masalah menimpanya.

"Kenapa sebanyak ini?"

"Tidak apa... Aku titip suamiku, beritahu aku jika ada kabar."

"Baiklah, kamu jangan lupa makan, jangan sampai sakit."

Marisa mengangguk tersenyum tipis, bahkan hampir tak seperti orang senyum, setelahnya mobil Tyan melaju menjauh darinya.

Marisa ingin kerumah sakit, tapi ia tidak boleh meninggalkan pekerjaannya, ia harus bersikap profesional, meskipun hatinya berasa campur aduk.

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!

Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Rika_Rokiahcreators' thoughts