Apabila dalam Kalam Hikmah yang lalu Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary telah menggambarkan bah wa kembali kepada Allah s.w.t. pada permulaan, adalah pertanda menang dan sukses pada penghabisan dan akhir segala sesuatu, maka dalam Kalam Hikmah yang ke-27 ini beliau akan menggambarkan pula bagaimanakah jalan yang terang bagi kita untuk sampai kepada tujuan penghabisan yang kita kehendaki dengan seyakin-yakinnya tanpa ragu dan bimbang. Untuk ini maka beliau telah merumuskan dalam
Kalam Hikmahnya sebagai berikut:
"Barangsiapa yang cemerlang permulaannya, maka cemerlang (pula) penghabisannya."
Pengertian Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:
*1. Apabila sebelum kita mengerjakan amal ibadat, hati kita kembali kepada Allah, yakni kita beribadat itu atau kita beramal itu karena Allah s.w.t., bukan karena lainnya, maka lnsya Allah pada akhirnya kita akan sampai kepada Allah, yakni ibadat dan amal kita itu diterima Allah s.w.t.
Apabila pada permulaannya kita tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah (agamaNya), maka Insya Allah kita akan mencapai hasilnya dengan baik. Apabila pada permulaannya kita tidak berkisar dari jalan yang telah dilalui oleh hamba-hamba Allah yang saleh sebelum kita, maka akan teranglah jalan yang kita tuju di mana Allah s.w.t. akan membukakan hakikat sesuatu yang kita tuju itu.
Apabila pada permulaannya kita tenggelamkan diri kita dalam kebesaran Allah yang mempunyai sifat-sifat yang Maha Sempurna, maka yakinlah bahwa Allah s.w.t. akan menjadikan kita sebagai KhalifahNya, dalam arti diridhai olehNya.
Dan apabila dalam permulaannya segala keinginan kita yang ada hubungannya dengan alam mayapada ini kita jadikan sebagai hal-hal yang tidak harus difikirkan karena demi mendahulukan hak Allah atas kita, maka lnsya Allah akan terbukalah kemenangan terakhir atau kebahagiaan, tuntunan dan petunjuk Allah secara langsung dan tanpa ada antara. Demikian pengertian Kalam Hikmah di atas menurut 'Arif-billah Syeikh Zarruq dalam syarahnya atas Hikam Ibnu Athaillah, halaman: 102-103.
*2. Syaikhul Islam Abdullah Syarqawy menerangkan rumusan Kalam Hikmah tersebut, di mana maksudnya menurut beliau, ialah barangsiapa cemerlang pada permulaan sesuatu yang ia kerjakan, yakni segala waktunya tidak terbuang, tetapi dipenuhinya dengan ibadat dan taat, serta semua perhatiannya diarahkan untuk itu, maka hasil daripadanya ia akan mendapat cemerlang pula pada penghabisannya.
Ia akan mendapat limpahan Nur, ilmu ladunni (ilmu langsung) dari Allah s.w.t. Segala sesuatu yang menghambat antara dia dengan Allah akan hilang sehingga timbullah hubungan yang suci, yang penuh dengan rasa cinta dan asyik' antara dia selaku hamba Allah dengan Tuhannya. Allah s.w.t. yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tetapi apabila ia melaksanakan amal ibadatnya dengan tidak serius, di mana seluruh perhatiannya tidak tertumpah pada apa yang dikerjakannya, maka tujuan terakhir seperti tersebut di atas tidak akan diperolehnya, bahkan pula jauh dari apa yang dicita-citakan. Walaupun berhasil juga, maka hasilnya tidak akan sempurna.
Dengan kata lain, tidak mendapat "laba", tetapi untungnya hanya sekedar pulang pokok. Demikian Syeikh Syarqawy dalam mengungkapkan Kalam Hikmah tersebut di atas.
*3. Karena itu pada hakikatnya makhluk manusia terbagi kepada empat bagian:
1. Makhluk manusia yang dijadikan Allah s.w.t. untuk berkhidmat kepada Allah dan untuk ahli syurga. Mereka itu ialah para Nabi, para Waliyullah, orang-orang yang beriman dan orang-orang yang saleh.
2. Makhluk manusia yang dijadikan Allah s.w.t. bukan untuk berkhidmat kepadaNya, tetapi adalah untuk mengisi SyurgaNya. Mereka itu ialah segala orang kafir yang pada akhir hayatnya mati dalam beriman kepada Allah s.w.t. A tau orang Islam yang beriman kepada Allah dalam masa hidupnya mengerjakan maksiat atau durhaka terhadap agama, tetapi pada akhirnya mereka taubat kepada Allah dan mendapat Husnul Khatimah, mati dalam aqidah tauhid serta taubatnya diterima oleh Allah s.w.t. Orang-orang ini meskipun dalam hidupnya hampir semua waktunya mengerjakan dosa dan maksiat, tetapi pada akhir hayatnya mati dalam taubat dan selamat, atau Husnul Khatimah.
3. Makhluk manusia yang dijadikan Allah s.w.t. bukan untuk berkhidmat kepadaNya dan bukan pula menjadi ahli syurgaNya. Mereka adalah orang-orang Kafir yang hidup matinya kufur dan tidak menganut agama Islam. Di dunia mereka tidak mengecap nikmat Iman-Islam dan di akhirat mereka mendapat azab dan siksa Allah.
4. Makhluk manusia yang dijadikan Allah s.w.t. untuk berkhidmat kepadaNya, tetapi tidak mendapat syurgaNya. Dalam masa hidupnya mereka mengerjakan amal saleh, tetapi akhir hayat mereka tidak mendapat Husnul Khatimah, sebab mereka tidak mengakhiri hayatnya dengan tauhid dan iman yang kokoh pada Allah s.w.t. Mati yang begini adalah mati yang sangat ditakuti oleh hamba-hamba Allah yang saleh.
Seorang alim besar bernama Sufyan Tsaury, beliau hampir selalu menangis dan selalu dalam keadaan gundah dan susah.
Orang bertanya kepada beliau:
"Hai Abu Abdillah! Seharusnyalah tuan mengharap dan memohon keampunan Allah yang Maha Agung, karena keampunan adalah lebih besar dari dosa-dosa."
Beliau menjawab:
"Apakah kamu kira aku menangis ini karena dosa-dosaku? Ketahuilah kalau aku mengetahui bahwasanya aku akan pasti mati dalam bertauhid pada Allah, maka tidak jadi persoalan bagiku, apakah dosa-dosaku sebesar bukit dan gunung."
Jawaban Sufyan Tsaury bertepatan pula dengan perkataan seorang Ulama Tasawuf Sahl bin Abdullah sebagai berikut:
"Yang ditakutkan oleh hamba-hamba Allah yang baik-baik ialah takut tidak baik pada kesudahan hidup ketika setiap gurisan hati dan setiap gerakan dan tindak-tanduk (fisik)."
*4. Sebagai bukti pada apa yang telah disebutkan tadi kita melihat sejarah pada hamba Allah yang saleh bernama Barsiso (Barshisha). Ia mempunyai 60.000 murid dan semua murid-muridnya itu jadi ulama dan aulia Allah, sehingga mereka dapat terbang di udara dengan berkat ajaran gurunya.
Syeikh Barsiso ibadatnya kepada Allah s.w.t. sampai mengagumkan Malaikat-malaikat Tuhan, sehingga bertanya Allah pada Malaikat: "Mengapa kamu kagum pada Barshisha?"
Padahal Aku lebih tahu?"
Allah menambahkan:
"Dalam ilmuKu Barshisha itu akan kafir dan akan masuk Neraka Jahanam selama-lamanya." kata Tuhan itu didengar oleh Iblis, dan Iblis yakin bahwa Barshisha pasti akan binasa dalam perangkapnya. Iblis datang ke tempat ibadat Barshisha menyeludup sebagai hamba Allah yang saleh dan taat. Ia minta bertemu dengan Barshisha. Kemudian Barshisha memperkenalkan diri dan bertanya pada tamu yang datang:
"Engkau ini siapa dan apa maksudmu?"
Iblis menjawab:
"Aku ini hamba Allah yang beribadat kepadaNya dan aku ingin pula membantu tuan dalam hal-hal yang sifatnya ibadat." Kemudian Barshisha berkata kepadanya:
"Barangsiapa bermaksud beribadat kepada Allah maka sesungguhnya Allah akan mencukupinya sebagai teman yang baik."
Keuletan Iblis la'anahullah melakukan amal ibadat yang kontinu selama tiga hari tiga malam tanpa tidur, tanpa makan dan tanpa minum. Barshisha berkata kepadanya:
"Aku ini pernah tidur dan aku ini makan serta minum, sedangkan engkau tidak makan (tidak sama sekali), padahal aku telah beribadat kepada Allah selama 220 tahun di mana aku tidak sanggup meninggalkan makan dan minum. Oleh karena itu apakah dayaku sehingga aku ini boleh jadi seperti engkau."
Iblis menjawab:
"Pergilah engkau dari tempat ini, maka kerjakanlah larangan Allah, kemudian setelah itu taubatlah engkau kepadaNya, karena Allah adalah Maha Pengasih, dengan demikian pasti engkau akan mendapat manisnya taubat kepadaN ya."
Barshisha bertanya kepada lblis:
"Bagaimana aku akan mendurhakai Allah setelah aku menyembah Tuhan sekian lama?"
Iblis menjawab:
"Manusia apabila berdosa memerlukan keampunan atas segala dosa-dosanya."
Barshisha bertanya:
"Dosa apakah yang baik saya kerjakan?"
Iblis menjawab:
"Zina."
Barshisha berkata:
"Kalau begitu saya pasti tidak akan mengerjakannya."
Iblis menjawab:
"Engkau bunuh seorang hamba Allah yang mukmin."
Barshisha berkata:
"Aku tidak mau mcngerjakannya."
Iblis berkata lagi:
"Kalau begitu minum sajalah minuman yang memabukkan, ini adalah lebih gampang dan ini adalah tidak ada hubungannya dengan orang lain selain dengan diri sendiri."
Bershisha bertanya:
"Di manakah saya akan mendapatkan minuman itu?"
Iblis menjawab:
"Engkau pergilah ke kampung anu dan kedai anu."
Dengan serta-merta Barshisha pun pergi ke tempat yang ditunjukkan Iblis itu. Demi setelah ke tempat itu Barshisha pun menemui seorang wanita cantik lagi cakap yang pekerjaannya menjual minuman-minuman keras. Barshisha membeli dari perempuan itu sebotol khamar, kemudian meminumnya dan akhirnya ia pun mabuk. Dengan mabuknya itu ia lantas menzinai perempuan itu. Kemudian dengan tiba-tiba datang suami perempuan itu dan lantas dibunuh pula oleh Barshisha.
Setelah kejadian itu Iblis kembali menyamar sebagai manusia biasa.
Lantas Iblis membawa Barshisha kepada penguasa di zaman itu. Penguasa menjatuhkan hukuman bahwa Barshisha harus dijilid (dipukul) sebanyak 80 kali, karena minum khamar; maka harus pula ditambah dengan 100 kali karena mengerjakan zina. Hukum terakhir menurut penguasa, bahwa Barshisha mesti disalib karena dosa membunuh. Tatkala Barshisha dinaikkan ke tiang gantungan salib, Iblis datang ke tempat Barshisha menyamar sebagai manusia yang baik hati. Iblis bertanya kepada Barshisha: "Bagaimanakah pendapatmu tentang hal keadaanmu sekarang?"
Barshisha menjawab:
"Malang bagi orang yang percaya kepada teman yang jahat, tentulah orangnya akan binasa."
Iblis menjawab:
"Aku telah beribadat bersamamu dalam sekian tahun lamanya, aku yang menyebabkan engkau disalib. Jika engkau menghendaki turun dari tiang salib, maka aku akan menurunkan engkau."
Barshisha menjawab:
"Itulah yang aku maksudkan. Turunkanlah aku dan aku akan memberikan padamu apa yang engkau pinta."
Berkatalah Iblis:
"Nah bersujudlah kepadaku."
Menjawab Barshisha:
"Bagaimana aku bersujud, padahal aku terikat pada kayu ini?"
Iblis menjawab:
"Sujudlah dengan menganggukkan kepalamu."
Maka Barshisha pun mengisyaratkan kepalanya dengan maksud sujud kepada Iblis. Dengan sujudnya Barshisha, maka kafirlah ia kepada Allah dan pada agamanya. Pada akhirnya Iblis berkata:
"Aku melepas diri dari engkau (Barshisha), aku takut kepada Allah, Tuhan yang Maha Besar serta sekalian alam." (Al-Hasyr: 16)
Kesimpulan:
1. Jangan lupa kepada Allah pada apa saja yang kita kerjakan dan kita perbuat mulai dari permulaan hingga seterusnya. Dengan demikian, maka Allah akan memberkahi pekerjaan mereka itu di samping Allah akan mendekatkan kita pula kepada rahmatNya dan kasih sayangNya.
2. Hadapkanlah amal ibadat atau amal-amal kebajikan lainnya dengan serius dan sepenuh hati. Dengan demikian maka kita akan mendapatkan pahala yang sempurna dari Allah s.w.t. dan selalu kita berada dalam pimpinanNya.
3. Jangan lupa berdoa kepada Allah, dalam setiap kali berdoa, agar Allah memberikan Husnul Khatimah (baik kesudahan) kembali kepadaNya dengan membawa tauhid dan iman yang sempurna.
Ketahuilah bahwa Husnul Khatimah adalah nikmat Allah yang utama yang tidak sanggup dinilai dengan nilai apa pun jua. Ya Allah kurniakanlah nikmat yang besar ini kepada kami dan bahagiakanlah kami.
Amin, ya Rabbal-'alamin ...!