webnovel

Hati Yang Terluka

" Jangan di tahan, sayang!" kata Revan terus memacu hingga Wina mendapatkan pelepasannya. Lalu Revan membalik tubuh Wina agar membelakanginya dan di hujamkannya kembali miliknya lewat belakang. Wina merasakan kenikmatan yang lebih dengan gaya seperti ini, dadanya bergoyang-goyang dan diremas-remas oleh Revan secara bergantian, kembali Wina mendapatkan pelepasannya. Lalu Revan melepaskan miliknya dan membiarkan Wina istirahat sejenak akibat lemas setelah pelepasannya. Revan melihat miliknya masih tegak menantang, dia merasa senang dan heran, ternyata hanya Wina yang bisa membuatnya bereaksi. Wina menatap pria yang terbaring polos di sampingnya, dilihatnya junior Revan masih tegak sempurna dibawah sana.

" Dance, baby!" kata Revan pada Wina. Entah kenapa malam itu Wina seperti gadis nakal, dia masih terus menginginkan pelepasan lagi, dengan cepat dia bangun dan duduk di atas junior Revan.

" Yes, baby! Dance!" kata Revan. Wina menggoyangkan tubuhnya naik turun sedangkan Revan melumat dada Wina.

" Ohhhh, Yes!" desah Revan di sela lumatannya.

" Ahhh, Revan! Aku mau..." Wina semakin mennjapit milik Revan dan menggesek-gesekkan pantatnya.

" Ahhh! Nikmat, sayang!" ucap Revan dengan tubuh bergetar.

" Akhhhh!" teriak Wina yang mengalami pelepasan kembali. Mereka melakukan itu hingga berkali-kali sampai menjelang subuh.

Ting Tong! Ting Tong! Suara bel apartement Wian berbunyi. Tubuh Wina rasanya remuk redam, tulangnya terasa sakit semua. Dia membuka matanya dan tersenyum mengingat kejadian semalam yang menurutnya sangat liar. Rasa kantuk masih melanda kedua matanya, karena jam 3 subuh mereka baru selesai aktivitas malam.

Ting Tong! Terdengar kembali bel apartementnya. Itu pasti Leo! Aduh, bagaimana ini? Bisa dihukum lagi aku oleh singa satu ini! batin Wina. Dilihatnya sebuah tangan melingkar di perutnya. Wina tersenyum, biasanya Revan meninggalkannya sendiri setelah menikmati tubuhnya. Wina tersenyum kembali saat Revan semalam memanggilnya sayang. Tapi dia tidak mau terlalu percaya diri, karena Revan adalah playboy kelas kakap. Nggak Paus sekalian, thor...xixixi

" Revan! Bangun! Kamu nggak kuliah?!" kata Wina mengusap lembut tangan Revan tanpa membalikkan tubuhnya.

" Ehmmm! Aku masih ngantuk, sayang!" jawab Revan dengan suara khas orang tidur.

Ting Tong! Ting Tong! Revan menegakkan kepalanya.

" Siapa pagi-pagi datang kesini?" tanya Revan dengan mata masih terpejam.

" Mungkin tukang susu!" jawab Wina sekenanya.

" Aku mau melihatnya dulu!" kata Wina.

" Ehm!" jawab Revan.

" Lepaskan tanganmu!" kata Wina, Revan melepaskan tangannya dan tidur terlentang. Wina terbelalak saat melihat tubuh polos Revan dan juniornya yang tegak menantang di bawah sana. Glekk! Wina menelan salivanya, lalu ditutupnya tubuh Revan dan dia beranjak dari ranjangnya.

" Akhhhh! Sshhhh!" rintih Wina menggigit bibir bawahnya. Revan membuka matanya saat mendengar rintihan Wina.

" Apa sakit?" tanya Revan yang telah turun dan mendekati Wina.

" Sedikit!" jawab Wina.

" Kamu mau kemana?" tanya Revan.

Ting Tong! Sekali lagi bel itu berbunyi.

" Biar aku yang lihat!" kata Revan.

" Nggak usah!" jawab Wina cepat. Revan terkejut melihat tingkah aneh Wina.

" Siapa memangnya yang memencet bel? Kenapa kamu gugup?" tanya Revan, dia memakai boxernya dan berjalan mendekati pintu, Wina hanya pasrah sambil menahan rasa perihnya.

" Mencari siapa?" tanya Revan setelah membuka pintu apartement Wina.

" Ini apartement Wina?" tanya orang itu yang terkejut melihat Revan yang berdiri hanya dengan memakai boxer saja.

" Iya! Lo siapa?" tanya Revan tidak suka.

" Saya teman Wina, Leo!" kata Leo mengulurkan tangannya.

" Gue Revan, pacar Wina!" jawab Revan tegas menjabat tangan Leo. Bagai tersambar petir, Leo terkejut dan hatinya merasa hancur mendengar perkataan Revan. Revan melihat perubahan wajah Leo, dia bisa merasakan jika pria di hadapannya itu menyukai wanitanya.

" Siapa, Rev?" tanya Wina berteriak.

" Salam saja pada Wina! Permisi!" kata Leo undur diri.

" Jauhi dia! Atau lo akan tahu siapa gue!" ancam Revan dengan wajah penuh amarah. Revan menutup pintu dengan kesal.

" Siapa?" tanya Wina yang melihat Revan membuka pintu kamarnya.

" Leo!" jawab Wina. Wina tersentak kaget, dia melihat perubahan wajah Revan dan suaranya yang datar.

" Apa nggak ada yang mau kamu ceritakan sama aku?" tanya Revan bersandar di pintu.

" Apa kamu cemburu?" tanya Wina berharap jika pertanyaannya itu benar adanya.

" Cih! Cemburu! Kamu itu milikku! Untuk apa aku cemburu? Kamu nggak akan berani jatuh cinta pada pria lain!" kata Revan dengan sombong, tapi dalam hatinya dia merasa sangat marah pada Leo.

" Jika kamu nggak cemburu, tinggalkan aku! Cari wanita lain untuk memuaskanmu!" kata Wina dengan hati hancur. Apa yang diucapkannya saat ini tidak sejalan dengan apa yang ada di hati kecilnya.

" Kamu..."

" Aku nggak mau jadi budak nafsumu seumur hidupku!" ucap Wina menyibak selimutnya tanpa malu, seakan Wina ingin menunjukkan siapa yang berkuasa disini. Wina sudah kepalang basah dengan semua ini, dia harus bisa memegang kontrol pada pemuda itu. Wina harus memiliki keberanian untuk menundukkan Revan, karena dia yakin Revan sudah mulai menyukainya. Meskipun dia sedikit ragu dengan hal itu, tapi dia harus mencobanya.

Glekkk! Revan menelan salivanya melihat tubuh polos Wina. Revan ingin menerkam gadis itu saat ini juga, tapi dia merasa gengsi. Wina berjalan masuk ke dalam kamar mandi dengan tertatih, dia menggigit bibirnya dengan sengaja dan merapikan selimut masih dalam keadaan polos. Tingkah Wina yang sengaja meggoda Revan membuat pria itu memalingkan pandangannya. Wina tahu jika Revan sangat membutuhkan dirinya, karena dia tidak akan mencarinya dengan susah payah sampai kesini jika hanya untuk menghukumnya. Wina berjalan masuk ke dalam kamar mandi tanpa menutup pintu. Perlahan Revan mendekati kamar mandi dengan dadanya yang terasa berdebar sangat kencang, sial! Apa ini? Kenapa jantung gue? Revan melihat Wina yang mandi di shower dengan dinding kaca yang jelas memperlihatkan keindahan tubuh gadis itu.

Reva menangis di pangkuan Tata, dia sangat menyesal karena telah membuat malu nama besar keluarga mereka.

" Maafin Reva, ma!" kata Reva dengan airmata bercucuran. Tata tersentak saat Reva memberitahu jika dia membatalkan pernikahannya dengan Andra. Belum lagi hilang rasa kagetnya, Reva memberitahu jika saat ini dia telah mengandung anak dari Andra.

" Mama harus bicara dengan Andra!" kata Tata.

" Tidak, ma! Please! Reva nggak mau dia tahu jika Reva hamil anaknya!" kata Reva menahan Tata yang akan beranjak dari duduknya.

" Kalo begitu cerita ke mama apa yang terjadi? Kamu! Aku tahu kamu tahu semuanya! Jika kamu masih ingin tidur di kamar, katakan semuanya saat ini juga!" kata Tata dengan menatap tajam suaminya yang duduk di hadapannya.

" Sayang! Aku..."

" Tidurlah di luar!" kata Tata marah.

" Ayolah, sayang! Aku..."

" Mama mau sendiri sampai kalian berdua mengatakan semuanya pada mama!" kata Tata lalu meninggalkan mereka berdua dengan amarah di dadanya.

" Sayang! Please! Reyn!" panggil Valen memohon. Tata kekeh dengan persyaratannya, dia masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya.

" Papa!" kata Reva lalu berlari ke pelukan papanya.

" Sudahlah! Mamamu hanya marah sebentar saja! Beri mama waktu, Ok! Besok dia pasti akan baik lagi!" kata Valen yakin. Didalam kamar, Tata terlihat gusar karena harus menebak-nebak apa yang terjadi pada putrinya.

" Ben!" kata Tata di telpon. Tata menelpon Ben untuk meminta dia menyelidiki apa yang terjadi.

" Tapi Nyonya..."

" Please, Ben! Aku sangat menyayangi putriku!" kata Tata dengan airmata di pipinya.