Sore, melihat Erik bekerja sambil tidak fokus membuatnya ikut gatal. Sambil melirik sesekali, ia tersandung dan mengeluarkan suara aneh. Anastasia memutuskan untuk membuka laptopnya dan mengerjakan tugas. Hingga beberapa saat, salah seorang teman sekelasnya, Mia, berkonsultasi untuk masalah sosial. Isi pesannya seperti ini:
"hai Anastasia, semoga aku tidak mengganggumu setelah kuliah. Sebenarnya aku ingin menyampaikan suatu hal penting pada seseorang. dia adalah idola di fakultas tetangga, namun aku ingin berhubungan dengannya. Tentu aku sudah beberapa kali berbicara padanya namun entah kenapa, akhir – akhir ini ia terasa menjauh. Kupikir untuk membuatnya nyaman, aku harus segera mengutarakan perasaanku. Maukah kau memberikan feedback agar semuanya berjalan lancar?
Terima kasih."
Teman sekelas Anastasia sebenarnya cukup sering berbicara lewat chat dengannya, hanya saja itu sebatas pertanyaan akademik. Anastasia juga membalasnya dengan bahasa yang efektif, dan tidak bertele – tele. Baru kali ini lah ia menerima pesan seperti ini. Dalam hati, ia tahu ini adalah kesempatan besar untuk membuat dirinya terkenal dan bisa diandalkan layaknya anak muda.
"Oke, kalau begitu kita bisa bicarakan baik – baik besok saat pulang kuliah," balasnya dengan semangat. Selang beberapa detik membalas pesan itu, ia baru mengingat suatu hal krusial yang tidak ia kuasai, kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. dengan segala macam cara yang ia pikirkan, kesimpulannya hanya satu, merekrut bala bantuan. Untuk itu, Anastasia harus mencari seseorang yang sering ia ajak bicara, seseorang yang memiliki pola pikir sama dengannya, seseorang yang cukup pintar dan tidak terlalu banyak bicara. Saat ia membayangkan sosok orang yang dibutuhkan, hanya ada satu yang muncul didalam pikirannya.
_
Malam hari, di taman. Anastasia mendapatkan satu orang yang akan membantunya. Wajahnya berubah, membocorkan semua sifat asli yang telah ia kunci rapat – rapat.
"mulai saat ini, kau adalah milikku!" ujarnya lantang.
"huh? Maaf, aku tidak mau berpacaran dengan wanita menjijikkan sepertimu. Simpan saja perkataan barusan untuk orang lain. Tenang saja, aku tidak akan berkata ke siapapun kalau kau baru saja ku tolak." Erik cepat menjawab dengan sindirian. Namun ia sendiri tahu bahwa Anastasia adalah orang yang selalu menyimpan rahasia, jadi sebisa mungkin Erik ingin tetap menjaga jarak dengannya.
"bukan begitu. Dengarkan aku,..." Anastasia menjelaskan keadaannya dan meminta Erik untuk membantu menyelesaikan permasalahan tadi. Meskipun terlihat wajah mereka berdua seakan tidak ada niatan untuk bekerja sama, mereka masih saling memanfaatkan untuk kepentingan tersendiri. Satu ingin membangkitkan kemampuan sosial dan memperbaiki imejnya agar tidak ada rumor yang tersisa, dan satu lagi hanya ingin melihat hal seru dan mencari kesempatan berbuat onar.
"baiklah, aku setuju," ucap Erik tanpa ekspresi.
Setelah semua tersusun rapi, Anastasia menyiapkan rencananya untuk hari esok. Ia tahu Mia hanya ingin berkonsultasi, namun hatinya tidak akan puas hanya dengan itu. Jadi, Anastasia menyiapkan berbagai macam langkah dan pemikiran dengan hati – hati. Sementara itu, Erik dalam kamarnya hanya memutar lagu dan sedikit menyesali kenapa ia mau membantu Anastasia.
Esoknya, setelah kuliah selesai, mereka bertiga mengunjungi salah satu kafe di area kampus. Tidak mudah membuka percakapan bagi seseorang yang telah mengalami trauma sosial di masa lalu. Namun, Anastasia tetap berusaha membuka obrolan.
"ehm, maaf, kenapa Erik ada disini?" ujar Mia sedikit bingung.
"jangan hiraukan aku, aku hanya disini sebagai tukang bawa barang si sialan ini," balasnya singkat.
"kalau begitu, kau bisa langsung ceritakan apa permasalahanmu. Kami akan mendengarkan dan mungkin akan memberi saran," Sela Anastasia. Dengan kalimat itu, Mia segera membeberkan semua keluh kesahnya pada Anastasia.
Mereka datang ke kafe setelah kuliah sekitar pukul 1 siang, hingga pukul 3, Mia belum selesai mengoceh tentang keluh kesahnya. Erik mulai berpikir seharusnya ia tidak usah datang membantunya karena yang ia sampaikan banyak diselingi dengan gunjingan serta kritik pedas yang kemana – mana. Sementara Anastasia masih menyimak obrolan yang lama dan membosankan itu, Erik hanya memainkan Hpnya dengan menggunakan head set.
Dengan waktu yang terus berjalan, akhirnya Anastasia memotong pembicaraan Mia dan mengambil kesimpulan dari semua yang baru saja ia bahas.
"jadi sebenarnya, kau ingin menyatakan perasaanmu pada orang paling populer di fakultas Kedokteran? Dengan alasan kau sudah dekat dengannya dan sering pergi kencan, namun akhir – akhir ini ia sering menghiraukanmu. Akhirnya kau memutuskan untuk berpacaran agar ia tidak bisa lari dan menghindar darimu?" Anastasia mengucapkan kalimat yang luar biasa panjang namun efektif dari sekian lama mereka berbincang.
"yap, aku ingin mendengar nasihatmu. Sebagai orang yang dinilai sempurna di mata para mahasiswa," balas mia.
Mendengar kata – kata itu, Erik segera melepas head setnya dan bertanya, "kau yakin ia suka padamu?"
"kita berdua sering mengobrol lewat chat, bahkan hingga larut malam. Jadi, aku yakin ia suka padaku."
"baiklah, kalau begitu siapa namanya?"
"Reiga. Reiga Rahmansyah."
"oke, menurutku kau hanya perlu mencoba mengajaknya untuk kencan sekali lagi dan ceritakan pada kami bagaimana respondnya. Kusarankan kau pakai baju warna cerah agar ia terkesima dengan gayamu."
Mendengar betapa lancarnya Erik berbicara tentang masalah ini, Anastasia sedikit merasa iri. Ia yang mengajaknya untuk membantu, namun justru Erik yang memberi nasihat. Sedangkan Anastasia masih memikirkan kata – kata yang baik untuk memberi masukan pada Mia.
"M – menurutku juga begitu, aku setuju dengan apa yang Erik katakan," sahutnya seolah ia tidak ingin ketinggalan. Dengan begitu, Mia meninggalkan Erik dan Anastasia di dalam kafe.
"kau tahu dimana tempat tinggal Mia kan?" tanya Erik.
"huh? Tentu, dia adalah mahasiswi paling populer di fakultas kita, semua orang tahu tentangnya."
"benarkah? Aku tidak tahu dimana ia tinggal."
"memang ada apa?"
"kita akan ikuti mereka berkencan."
Mendengar hal gila itu, Anastasia segera mengernyitkan dahinya.
"kau... kenapa kau serius sekali menanggapi hal ini?" ujar Anastasia. Tanpa jawaban, Erik langsung beranjak dari tempat duduknya dan menuju keluar kafe. "Hei, kau mau kemana!?" lanjutnya. Erik hanya melambaikan tangannya yang membentuk sebuah telefon. "paling tidak, antarkan aku pulang," bisiknya pelan.
Malamnya, ia mendapat telfon dari Erik agar segera bersiap – siap. Mereka benar – benar akan mengikuti Mia berkencan tanpa ketahuan.
"oke, aku yang meminta ini. Tenang..." ucapnya berulang kali.
"kau mau kemana Anya?" sahut Rumei.
"oh tidak, aku hanya akan pergi sebentar,"
"dengan lelaki?"
"iya, dengan lelaki,"
Mendengar itu, Rumei segera bangkit dari kesibukannya dan memastikan apa yang Anastasia pakai terlihat cocok. Ia bahkan tidak bisa berhenti mengoceh tentang pakaian dan warna yang pas.
"Hei, sudahlah aku hanya akan mengunjungi beberapa tempat sambil menonton sesuatu saja," ucap Anastasia. Namun, mendengar hal itu Rumei justru semakin menggebu – nggebu dan tidak bisa berhenti memilihkan pakaian.
Beberapa saat, HP Anastasia berbunyi. Erik menelfonnya dan memberitahu bahwa dia akan tiba di asrama wanita dalam 5 menit. Setelah dibantu Rumei dengan hasil make up serta dandanan yang dikenakan, Anastasia segera turun dan menuju ke gerbang asrama untuk menunggu Erik. Pikirannya dipenuhi kegugupan dan rasa cemas. Di saat rasa cemasnya semakin menjadi – jadi, Erik berhenti di depannya. Ia terlihat seperti anak muda jaman 2000 yang akan pergi menonton konser dengan dresscode berwarna biru tua, dan membawa motor Ninja 250 cc berwarna abu.
"mukamu tambah jelek jika ekspresimu begitu," ucap Erik tiba – tiba. Candaan buruk yang keluar dari mulutnya itu entah kenapa membuat suasana hati Anastasia sedikit lebih baik.
"mau kupatahkan spion motormu?" jawab Anastasia sambil terkikik.
"naik. Operasi Intai Kencan, akan dimulai!"