webnovel

Bab 26 Murid yang nakal

Kemudian petugas hotel berhenti di salah satu kamar yang letaknya tidak jauh dari kamarnya yang semula. Dan sudah dapat dipastikan bahwa itu suite room seperti yang ia telah janjikan tadi.

Setelah membukukan pintu kamar, petugas hotel itu mengayunkan tangannya untuk mempersilakan Marisa masuk. "Silakan masuk periksa kamarnya Bu," ucap petugas hotel dengan sopan.

Bola mata Marisa memutar, mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Marisa tak mengatakan sepatah katapun ketika melangkahkan kakinya masuk. Ia masih kesal dengan petugas hotel.

Marisa terus melangkah ke depan menyusuri kamar yang harus ia periksa.

"Biasa aja, nggak ada yang berbeda dari kamar sebelumnya. Apanya yang harus diperiksa sih?" Marisa menggerutu pada petugas hotel yang ia sangka masih mengekor di belakangnya.

Karena sunyi dan tidak ada jawaban dari petugas hotel tadi, Marisa kemudian menoleh ke belakang. Dan ia terkejut tak mendapati petugas hotel tadi.

"Astaga! Ke mana perginya?" tanya Marisa pada dirinya sendiri. Petugas hotel itu hilang seperti hantu saja membuat Marisa berlari panik mendekati pintu keluar.

Mata Marisa membelalak saat tidak bisa membuka pintu kamar. Ia menjadi larut dalam pikirannya sendiri. Sebenarnya apa maksud dari semua ini? Siapa yang melakukan semua ini padanya. Apakah semua ini pekerjaan pihak hotel ataukah orang yang akan berbuat jahat kepadanya?

"Apa-apaan ini? Buka!" Marisa memekik panik. Ia terus berusaha memutar knop pintu, namun tetap saja tidak bisa dibuka.

Marisa yang semakin tertekan kemudian mulai menangis. Ia dilanda rasa ketakutan yang besar.

"Mas yang tadi, buka pintunya!" teriak Marisa.

Dan masih tidak ada yang menolongnya. Ia kemudian berteriak lagi. "Seseorang tolong bukakan pintunya!" Marisa menangis frustrasi. Ia memukul-mukul pintu karena hampir putus asa dan kehilangan harapan.

Marisa terkesiap sampai-sampai mulutnya membentuk huruf O ketika seorang laki-laki muncul dari balik kamar mandi. Rasanya jantungnya mau copot saat itu juga. Padahal sosok itu adalah pria yang ia kenal.

Pria itu keluar dari dalam kamar mandi dengan menggunakan setelan seragam sekolah. Penampilannya sangat aneh. Hal itu terlihat dari rambutnya yang klimis dan mengkilap seperti ditambah minyak goreng di atasnya dan dibelah tengah sehingga menambah kesan norak yang melekat kuat pada dirinya.

Tak lupa kacamata putih besar yang mengesankan bahwa siswa tersebut culun. Marisa yang melihatnya mengerutkan keningnya.

"Kevin? Apa yang kamu lakukan?" tanya Marisa. Ia seakan tak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya.

Kevin berjalan mendekati Marisa. Ia menatap Marisa sambil membenarkan kacamata miliknya.

"Saya kan kemarin sudah membuat kesalahan pada bu guru. Jadi saya sekarang datang siap untuk menerima hukuman," ucap Kevin. Ia membuat ekspresi wajahnya seolah tertekan. Dengan kepala yang menunduk.

Marisa menahan tawa dengan punggung tangannya. Kemudian ia berdehem untuk mengurangi ketegangannya.

"Oh. Oke," ucap Marisa seakan mulai mengikuti permainan Kevin. Marisa berakting sebagai guru yang akan menghukum siswanya.

"Ikut saya!" perintah Marisa. Dengan nada bicara tegas.

Kevin yang menenteng buku tepat di depan dadanya kemudian mengekor di belakang Marisa.

Marisa merebut buku yang Kevin bawa dengan kasar. Ia kemudian menyuruh Kevin berdiri di samping ranjang. "Ke sini kamu!" tunjuk Marisa menggunakan jari telunjuknya.

"Balik badan!" ucap Marisa memberi instruksi. Dan lagi-lagi Kevin menurut.

Badan Kevin kini berdiri membelakangi marisa. Dan setelah itu Marisa mendorong tubuh Kevin hingga jatuh tertelungkup di atas kasur. Untung saja empuk.

Marisa melirik ke arah buku yang lumayan tebal yang ia pegang. Dan dengan posisi bokong yang menungging Marisa kemudian mulai memukulkan buku tersebut ke bokong Kevin.

"Kau memang murid yang sangat nakal!" geram Marisa.

Awalnya Kevin mengaduh layaknya orang yang sedang kesakitan.

"Ah! Sakit Bu," erang Kevin.

Namun untuk memancing gairah seksualitas dari Marisa ia kemudian mulai mendesah. Kini sulit membedakan antara Kevin yang kesakitan atau merasakan nikmat?

Dan apa yang kevin lakukan cukup membuat Marisa terangsang. Suhu ruangan yang sebenarnya dingin karena AC mendadak menjadi panas, sampai-sampai Marisa merasa gerah dan mulai menyibak rambutnya sendiri.

Marisa menggigit bibir bawahnya. Kemudian membuang sembarang buku yang ia pakai untuk memukul Kevin tadi.

Marisa kemudian menarik lengan Kevin sampai membuat tubuh Kevin kembali tegak. Ia lalu mendorong kembali tubuh Kevin hingga jatuh terlentang di atas kasur.

Marisa yang rindu akan belaian Kevin kemudian mulai melepaskan kacamata Kevin. Tak berhenti sampai di situ dengan tatapannya yang nakal ia mulai membuka kancing baju Kevin dengan liar.

Gelora yang membara yang sudah ditunggu-tunggu oleh Kevin tadi tak lantas ia sia-siakan begitu saja. Kevin kemudian menarik lengan Marisa, hingga tubuhnya jatuh menimpa Kevin. Dengan lembut Kevin lalu mulai beraksi memagut bibir Marisa dengan kasar.

Perlahan namun pasti turun menyapukan lidahnya pada leher Marisa, membuat Marisa mulai menggeliat menikmatinya.

Kini Kevin beraksi membuka satu persatu kancing baju milik Marisa dan membuangnya ke sembarang arah. Keduanya kemudian mulai membuka baju mereka masing-masing. Dan mulai meninggalkan peran fantasi antara guru dan murid yang Kevin ciptakan.

**

Tadi malam Kevin terus menerus merasa resah, karena diabaikan oleh Marisa. Kevin tidak ingin keadaan yang seperti ini akan berlangsung lama.

Apa artinya liburan berdua jika tidak bisa menciptakan suasana yang romantis, malah dingin seperti ini.

Kevin lalu berusaha memikirkan cara untuk mengubah situasi yang tidak menyenangkan ini.

Setelah beberapa menit ia lalu mempunyai sebuah ide. Sebuah fantasi seks pasti akan mengembalikan gairah Marisa. Yang ia perlukan saat ini hanyalah kemeja putih, dan kacamata.

Kevin membongkar kopernya saat Marisa masih terlelap. Apalagi kalau bukan mencari kemeja putih yang ia maksud tadi.

Kevin merasa kecewa, karena tidak ada kemeja putih yang ia harapkan di dalam sana. Yang ada kemeja kotak-kotak.

Kevin kemudian merentangkan kemeja tersebut dengan kedua tangannya. "Ini tidak buruk. Aku kan hanya berperan sebagai anak sekolah, bukan mau sekolah betulan," gumamnya terkikik.

Kalau kacamata putih Kevin membawanya. Karena saat ini mata Kevin memang sudah minus 1. Jadi ia tak kesulitan mendapatkannya.

Setelah menemukan yang ia cari Kevin kemudian membereskan kembali koper yang belum sempat Marisa buka dan tata di lemari tadi malam.

Kevin keluar dari kamar. Ia kemudian mencari bantuan lewat petugas hotel untuk melancarkan rencananya.

Seorang petugas pria tak lama melintas. Kevin kemudian melambaikan tangan ke arahnya dan memanggil.

"Mas, mas!! Sini," panggil Kevin setengah berteriak, karena hampir saja petugas hotel itu mau masuk ke dalam lift yang sudah terbuka.

Petugas hotel yang dipanggil menoleh sambil tersenyum ramah, kemudian menghampiri Kevin.

"Bapak memanggil saya?" tanya petugas hotel memastikan. Dan Kevin hanya mengangguk mengiyakan.

"Ada yang bisa saya bantu pak?" tanya petugas hotel lagi.

"Ikut saya sebentar," ajak Kevin, ia sudah berjalan lebih dulu dan petugas hotel mengekor di belakangnya.

Kevin takut Marisa mendengar rencananya. Jadi ia membawa petugas hotel itu menjauh dari kamarnya. Kemudian Kevin mulai menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan oleh petugas itu tadi.

Tadinya petugas hotel itu menolaknya, dengan alasan bisa berimbas pada hotel tempatnya bekerja juga pada pekerjaannya.

"Maaf pak, tapi saya tidak bisa melakukan apa yang bapak suruh tadi," tolak petugas hotel dengan halus.