webnovel

Bab 23 Nostalgia

Tiba-tiba telinga Kevin mendengar sebuah suara dengan ritme teratur mengalun di luar kamar.

Kevin membuka tirai jendela. Ternyata suara tadi berasal dari halaman belakang rumah. Debi dan Marisa sedang senam aerobik di sana rupanya.

Kevin yang melihatnya tanpa sadar tertawa. Walau tak bisa didengar oleh Marisa dan Debi. Karena terhalang jendela kaca juga kencangnya suara musik senam yang diputar.

Namun Kevin bersyukur. Kekhawatirannya tentang kesehatan ibunya akhirnya hilang, karena ibunya sudah bisa senam pagi ini. Berarti ibunya sudah sembuh.

Padahal yang sebenarnya terjadi. Debi yang pagi itu sudah melihat Marisa berkutat di dapur. Lalu mengajaknya senam pagi.

"Kan sudah ada bibi yang masak. Kamu ngapain di dapur Marisa?" tanya Debi.

Marisa tersenyum. "Ini juga yang masak dan ngerjain bibi kok bu. Marisa cuma ngarahin untuk masak menu kesukaan Kevin," jawab Marisa.

Asisten rumah tangga Debi memang terhitung masih baru bekerja di rumah Debi. Ia belum paham betul apa yang menjadi kesukaan Kevin. Marisa juga memberi arahan agar bibi membuat masakan yang aman untuk dikonsumsi penderita tekanan darah tinggi seperti Debi.

Marisa baru sadar, ada yang berbeda dari penampilan ibu mertuanya pagi ini. Tidak seperti biasanya yang menggunakan daster, namun kali ini Debi menggunakan baju setelan olahraga.

"Ibu sudah sehat? Mau olahraga?" tanya Marisa.

"Iya, bersama kamu," jawab Debi.

"Lalu masakannya?" tanya Marisa.

Debi mengibaskan tangannya. Memberi kode agar Marisa tak terlalu memikirkan soal dapur. "Serahkan saja pada bibi. Lebih baik kamu temani ibu senam di halaman belakang. Sudah lama ibu tidak olahraga, pasti segar rasanya senam pada jam-jam segini," ajak Debi.

Marisa setuju. Karena memang tidak ada alasan untuknya menolak, ia juga suka berolahraga dan banyak gerak. "Ayo bu," sahut Marisa. "Tapi Marisa ganti baju dulu ya?" tanya Marisa.

Debi mengangguk. "Iya. Ibu akan menunggumu di halaman belakang," jawab Debi.

***

Edi yang sudah mendapatkan nomor Carissa lalu memintanya untuk bertemu kembali. Awalnya Carissa mengajak Carissa makan siang di sebuah cafe. Namun anehnya Carissa menolak kali ini, dan tidak mau mengatakan alasannya.

Carissa malah mengajak Edi makan malam di sebuah restoran. Dan itupun di ruangan yang sepi dan tertutup, sehingga tidak banyak pengunjung yang tahu.

Agak aneh memang, tetapi Edi tetap menurutinya.

"Ris? Kamu belum menikah kan?" tanya Edi saat sedang menggulung spaghetti dengan garpu yang ia pegang.

Carissa mengangguk. "Iya," jawabnya. Kemudian ia menyuapkan spaghetti yang telah ia gulung tadi ke dalam mulutnya.

Edi mengangguk, pertanda lega. Karena ia tak ingin mendapatkan masalah saja. Jika ternyata Carissa sudah mempunyai suami dan dirinya harus berakhir dihajar oleh suami Carissa. Kalau Marisa berbeda, ia tetap bisa mengganggu Marisa dengan dalih sebuah urusan pekerjaan.

Carissa tertawa kecil. "Kenapa? Memangnya kamu mau menikah denganku?" tanya Carissa.

Mata Edi membelalak. Ia kaget mendengar pertanyaan dari Carissa. Ia tidak tahu kenapa Carissa berbicara senekat ini di pertemuan kedua setelah sekian lama mereka tidak bertemu lagi. Apakah ini sebuah candaan?

"Emangnya kamu mau dinikahi duda beranak dua?" Edi bertanya balik.

Namun Carissa tidak menjawabnya. Ia tersenyum penuh arti, yang sulit dijelaskan maksudnya.

Carissa kemudian mengubah topik pembicaraan. "Kalau aku lihat di sosial media kamu kemarin, kamu sekarang jadi bos wedding organizer ya?" tanya Carissa.

"Iya," jawab Edi singkat. "Kalau kamu lagi sibuk apa sekarang?" tanya Edi.

Setelah menghabiskan makanannya. Carissa menaruh garpu dan sendoknya di atas piring kemudian menghela napas. "Aku cuma seorang karyawan kantor, nggak ada yang spesial," jawab Carissa.

"Kok cuma? Bagus dong udah punya kerjaan," ucap Edi. "Kalau nggak pengen jadi karyawan kantoran kamu pengen jadi apa?" tanya Edi sambil mengiris steak tenderloin.

'Aku hanya ingin menjadi wanita yang normal dan terhormat' itu adalah kalimat jawaban yang ingin Carissa ucapkan kepada Edi. Namun bibirnya tak mampu mengatakan itu.

Carissa tertawa kecil. "Pengen jadi pengusaha kayak kamu," jawab Carissa berbohong.

Carissa tidak mau Edi tahu tentang aibnya selama ini. Ia tidak siap jika Edi membencinya. Karena dari dulu sampai sekarang Carissa masih memendam rasa pada Edi.

***

Hari rabu yang dinantikan oleh Marisa dan Kevin tiba. Mereka selesai berkemas-kemas dan hanya tinggal berangkat saja.

Jogja adalah kota yang jarak tempuhnya masih bisa dijangkau dengan mobil pribadi. Jadi biasanya Marisa dan Kevin akan pergi berdua dengan mobil mereka, dan menyetir bergantian jika lelah. Namun kali ini berbeda.

Untuk mengenang masa perjuangan mereka kala masih kuliah dan belum memiliki mobil. Kevin memutuskan untuk pergi naik kereta api. Marisa hanya menurut saja. Walau sebenarnya Marisa punya firasat buruk.

"Kamu kok ngelamun gitu? Lagi mikirin apa?" tanya Kevin. Sesaat setelah melihat istrinya memasukkan baju ke dalam koper.

Marisa tersenyum tipis. "Ini kali pertama kita pergi menggunakan kendaraan umum. Jadi aku sedikit khawatir saja," jawab Marisa.

"Memangnya apa yang akan terjadi dengan kita?" tanya Kevin bernada menyepelekan. "Apa yang kamu takutkan? Takut repot?" duga Kevin.

Bukan, bukan Marisa takut repot. Marisa adalah wanita yang siap dalam kondisi apapun.

"Bukan begitu. Hanya saja firasat aku nggak enak aja," jawab Marisa dengan jujur.

Kevin yang mendengarnya malah tertawa. Ia tidak mempercayai firasat istrinya tersebut.

Marisa mengerutkan keningnya, bibirnya juga cemberut karena sebal ditertawakan oleh Kevin. "Lho kok malah ketawain aku sih," protes Marisa.

Dengan sayang Kevin kemudian membelai rambut Marisa. Lalu berusaha menenangkan hati istrinya.

"Tidak akan terjadi sesuatu yang buruk selama kita bersama. Percayalah," ucap Kevin.

Kevin kemudian melihat ke arah jam tangan miliknya. Kemudian berkata, "Ayo kita berangkat ke stasiun. Sebentar lagi kereta kita akan berangkat soalnya."

Marisa mengangguk. Dan bangkit dari duduknya di tepi ranjang. Ia berusaha melupakan firasat buruknya, agar hatinya menjadi lebih tenang.

Dua puluh menit kemudian Marisa dan Kevin sudah sampai di dalam kereta. Mereka lalu memilih duduk di bangku yang dapat diduduki untuk dua orang saja.

Kevin mengenang cerita masa lalunya ketika pertama kali pergi ke Jogja untuk kuliah.

"Dulu pertama kali ke Jogja aku juga berangkat naik kereta kayak gini," kenang Kevin. "Kalau kamu?"

"Aku dulu ke Jogja naik bis," jawab Marisa.

Kevin merangkul Marisa. Kemudian meletakkan kepalanya di bahunya. Lalu berkata, "Dulu aku tidak punya siapa-siapa di Jogja. Sampai aku menemukan kamu. Guru les pribadiku."

Marisa kemudian menegakkan kepalanya dari bahu Kevin, lalu melepaskan pelukan Kevin. Memandangnya sambil berkata, "Guru les yang nggak pernah dibayar juga."

Kevin tergelak. "Aku membayarmu dengan cinta, dan kamu menerimanya. Jadi tidak masalah," ledek Kevin.

Marisa memutar bola matanya dengan jengah. "Enak aja. Aku waktu itu, karena tidak kamu bayar," sahut Marisa bernada serius tapi bercanda.

Lalu beberapa menit kemudian Marisa menguap, ia mulai mengantuk.

Kevin yang mengetahui istrinya lelah bercampur mengantuk lalu menyuruhnya untuk tidur duluan. "Perjalanan masih lama. Kalau sudah mengantuk tidurlah," ucap Kevin.

"Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Marisa. Saat itu ia juga melihat Kevin matanya sudah mulai berat, ia pasti juga mengantuk pikir Marisa.