webnovel

Bab 17 Malam yang panas

Namun sepertinya Marisa gagal. Meskipun sudah berusaha meronta. Kekuatannya sebagai wanita kalah dengan suaminya yang berbadan atletis.

"Sakit Vin! Lepasin!" rintih Marisa.

Kevin akhirnya melepaskan cengkraman tangannya. Setelah pergelangan tangan Marisa yang putih menjadi memerah. Juga karena Marisa menangis kesakitan.

Dengan secepat kilat Kevin mengunci pintu kamar. Agar Marisa tak bisa keluar. Dan tetap tinggal di dalam kamar malam ini.

"Kamu jangan ke mana-mana ya?!" pinta Kevin.

Mata Marisa membelalak. Ketika melihat Kevin mengambil kunci kamarnya. Lalu mengantonginya di dalam saku celananya.

Marisa tak menyerah begitu saja. Ia berusaha meminta kunci tersebut. Namun Kevin menolaknya.

"Berikan kuncinya sama aku!" desak Marisa.

Kevin tetap tidak mau memberikannya. Dengan pandangan yang nakal ia menaikan satu alisnya menatap Marisa. Menyuruh Marisa mengambilnya sendiri pada saku celananya.

Kevin malah sengaja menunjuk saku celana jeans-nya yang ketat dengan matanya. "Kamu bisa ambil sendiri," sahut Kevin.

Melihat reaksi Marisa yang menatapnya tajam. Kevin terus melangkah maju mendekati Marisa. Sementara Marisa berjalan mundur, untuk menghindari Kevin.

Melihat Marisa yang terus menghindar darinya. Kevin merasa kesal dan marah. Lalu ditariknya kuat-kuat kedua lengan Marisa. Kemudian Kevin melemparkan tubuh Marisa di atas ranjang.

Saat Marisa berusaha bangkit dari tempat tidur. Kevin segera menindih tubuh Marisa.

"Kevin lepasin aku. Aku nggak mau!" Marisa terus meronta. Kali ini ia tidak mau lemah. Dan terperdaya oleh Kevin.

Penolakan dari Marisa tak membuat Kevin mundur. Ia malah semakin bernafsu untuk melucuti semua pakaian Marisa.

Kevin bahkan tak segan merobek baju atasan Marisa yang terdapat resleting pada bagian depannya. Dan setelah terlihat tubuh polos tanpa sehelai benangpun menempel pada tubuh Marisa. Kevin lalu mendekapnya kuat-kuat.

Marisa berulang kali minta dilepaskan. Dan pada akhirnya Kevin membungkam mulut Marisa dengan melumat kasar bibirnya, dan berlangsung cukup lama.

Hati Marisa memang kesal pada Kevin. Namun karena dari dalam lubuk hatinya masih mencintai Kevin. Jadi ia tidak berusaha melawan lagi.

Semakin lama, Marisa semakin tak berdaya. Marisa lalu pasrah. Kini ia malah menginginkan lebih dari Kevin.

Tak puas melumat bibir Marisa. Kini Kevin beralih menyapu turun leher Marisa. Dan semakin lama Kevin mulai menjelajahi setiap jengkal tubuh istrinya itu.

Marisa hanya bisa diam dan memejamkan matanya. Suasana semakin panas, ketika Kevin memainkannya gundukan yang ada di dada Marisa.

Marisa mendesah, ketika Kevin mulai memasukkan miliknya ke dalam bagian intim Marisa. Kevin yang mendengarnya menjadi semakin liar dan hilang kendali.

Meskipun Marisa bersama Kevin setiap hari. Ketika melihat wajah tampan Kevin, ditambah keringat yang keluar dari tubuh kekarnya. Membuat Marisa semakin membara. Ia lalu menyambar bibir Kevin. Kemudian melumatnya dengan kasar.

Ritme gerakan Kevin mulai dipercepat, ketika merasakan sesuatu akan keluar. Dan Marisa memejamkan matanya, menikmati sensasi nikmat. Saat cairan hangat terasa menyembur di dalam tubuhnya.

Keduanya lalu terengah-engah. Karena merasakan kelegaan. Kemudian terkulai lemas. Saat Marisa dan Kevin saling menatap, mereka lalu saling tersenyum dengan wajah merah seperti tomat.

Marisa seolah lupa jika tadi sedang kesal dengan Kevin. Ia kini dapat tertidur dengan pulas. Saling berbagi kehangatan satu sama lain dengan Kevin.

***

Pagi harinya, seperti biasa. Marisa bangun lebih dulu dari Kevin. Ia memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Kevin. Senyumnya tiba-tiba muncul, mengingat kejadian semalam.

Marisa tetap membiarkan Kevin terlelap. Sementara Marisa bangkit dari tempat tidurnya. Menyiapkan baju untuk Kevin kerja. Menyuruh Siti mempersiapkan makanan untuk Kevin sarapan. Barulah setelah itu Marisa mandi dan bersiap untuk ke floristnya.

Marisa melayangkan kecupan di kening Kevin, sebelum ia turun dan sarapan. Kemudian ia berangkat ke florist miliknya dengan diantar oleh Joni.

Lima belas menit kemudian Marisa sampai di florist miliknya. Setelah Joni membukakan pintu mobil. Marisa turun dan mulai deretan bunga cantik di tempat usahanya tersebut.

Beberapa karyawannya menyapa Marisa pagi itu. Dan dengan hati yang masih diliputi kebahagiaan Marisa menyapa balik dengan ramah.

Marisa lalu membuka pintu ruang kerjanya. Duduk di kursi kesayangannya. Dan membuka lembaran file data-data kliennya.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar seorang mengetuk pintu ruangannya. Marisa yang mengetahui itu adalah karyawannya lalu menyuruhnya untuk masuk. "Masuk aja."

"Ada apa Jo?" tanya Marisa.

"Ada yang mencari bu Marisa di luar, katanya mau bertemu ibu," jawab Tarjo.

"Suruh masuk.aja Jo," ucap Marisa.

Tarjo mengangguk. "Baik bu," sahut Tarjo. Setelah itu ia pamit, membuka pintu. Dan keluar dari ruangan Marisa.

"Kata bu Marisa bapak disuruh masuk aja," ucap Tarjo kepada tamu Marisa yang sudah menunggu di depan ruangan kerja Marisa.

Tamu Marisa tersebut bernama Edi. Seorang duda kaya raya, yang sudah punya dua anak. Ia juga pemilik wedding organizer yang besar. Dan telah menjadi rekanan Marisa selama beberapa bulan terakhir.

Marisa tak terkejut ketika Edi memasuki ruangannya. "Pagi-pagi udah ke sini aja Di. Nggak ada kerjaan kamu?" tanya Marisa berbasa-basi.

"Kesibukan aku kan juga ada keterkaitannya dengan kamu juga Sa," jawab Edi. Ia duduk meski Marisa tak mempersilakannya. Edi merasa sudah terlalu akrab dengan Marisa. Padahal tidak demikian dengan Marisa.

Dunia begitu sempit. Edi yang dulu adalah mantan kekasih Marisa, harus dipertemukan kembali sebagai rekan bisnis. Marisa tak begitu menyukai hal ini. Namun demi keprofesionalan terpaksa ia harus jalani.

"Aku dengar-dengar kemarin kamu sakit. Dan harus dirawat di rumah sakit. Apa itu benar?" tanya Edi.

"Hmmm," jawab Marisa dengan malas.

"Kok cuma Hmmm doang?" tanya Edi. Yang tak puas dengan jawaban Marisa.

"Lalu kamu minta aku berekspektasi apa? Harus jawab apa?" Jika bukan rekan bisnis. Marisa enggan sebenarnya bertemu dengan Edi.

Edi tak protes diperlakukan Marisa seperti itu. Ia justru tertawa mendengar pertanyaan yang seperti omelan dari Marisa tersebut. Entah mengapa ia gemas ketika Marisa bersikap seolah acuh seperti itu padanya. Bahkan diam-diam Edi masih menyukai Marisa.

"Aku suka lihat kamu ngomel-ngomel gitu," ucap Edi.

Marisa menatap tajam edi. Serta memasang wajah tak suka. Ia mulai tak nyaman dengan keberadaan Edi di ruangannya.

Marisa memanjangkan lehernya. Melihat ke arah pintu ruangannya yang dalam keadaan terbuka. Ia sedang mencari sahabatnya, Rina.

"Mana sih Rina. Jam segini belum juga datang," gerutu Marisa dalam hati.

Kalau ada Rina situasinya akan sedikit lebih baik pikir Marisa. Edi akan lebih menjaga sikapnya. Bukan seperti ini.

Edi menoleh ke belakang. Kemudian bertanya kepada Marisa, "Cari siapa Sa?"

"Cari Rina," jawab Marisa singkat.

"Mau ngapain?" tanya Edi.

Marisa mengerutkan keningnya. Entah mengapa ia bertambah kesal saja dengan Edi. "Ya mau bahas kerjaanlah. Masak ngomongin tetangga," jawab Marisa asal.

Edi mengembuskan napas. Marisa yang ia kenal dulu tidak seperti ini. Dulu ia adalah wanita yang hangat dan bersikap sangat lembut kepadanya.

Semuanya berubah ketika Marisa mengetahui bahwa Edi memacarinya hanya untuk memanfaatkannya. Karena sudah tahu Marisa tidak bisa hamil. Jadi Edi hanya menjadikan Marisa pemuas nafsunya saja. Tak lebih dari itu.

Namun kini Edi menyesal telah melakukan hal itu pada Marisa. Ia baru menyadari bahwa Marisa adalah orang yang benar-benar ia cintai selama ini. Dan tak ada yang bisa menggantikannya.