webnovel

Ai No Koe (Suara Cinta)

Ai No Koe "Voice of Love" Okino Kaito, remaja yang kehilangan seseorang yang sangat berharga baginya. Ame (hujan) gadis yang ia temui di musim panas hari itu lenyap dari dunia ini. Walau hanya satu bulan mereka bersama, tapi cinta bisa tumbuh kapan saja. Sampai saat Ame meninggalkan dunia ini. Kaito seakan kehilangan hujan semangat nya. Dua tahun kemudian ia bertemu dengan gadis misterius yang tak mau berbicara sama sekali. Entah kenapa takdir membuat Kaito tertarik pada gadis itu. Hari demi hari Kaito lalui, mimpi mimpi aneh mulai menghantui nya. Potongan potongan mimpi itu memberi sebuah petunjuk pada Kaito. Kenapa Kaito selalu bermimpi aneh?

OkinoKazura · วัยรุ่น
เรตติ้งไม่พอ
114 Chs

Chapter 25

Kaito

"Heee!!??, beneran pak gak boleh lewat sini?", tanyaku pada polisi lalu lintas yang menutup jalan menuju tempat festival tahunan diadakan.

"Iya nak, kami hanya menjalankan tugas, maaf kalian harus ambil jalan memutar", ucap polisi lalu lintas itu.

"Ya udah terima kasih pak", ucapku pasrah.

Haduh ... mau gimana lagi, polisi ini cuma jalanin perintah. Kalo ambil jalan muter bukanya jauh banget ya.

"Ai ... gimana nih?", tanyaku menoleh pada nya.

Setelah terdiam sejenak, Ai menunjuk ke arah taksi yang berhenti di pinggir jalan.

"Benar juga, ya udah ayo", ucapku seraya menggandeng nya menuju arah taksi itu.

Kami pun segera masuk dan duduk di kursi penumpang.

"Wah ... ada sepasang kekasih mau ke festival nih", ucap supir taksi muda dengan wajah ramah nya.

He?!

Seketika aku dan Ai saling bertatapan. Karena aku tak terbiasa duduk terlalu dekat dengan nya aku pun merasa gugup. Perasaan ku makin kacau saat melihat rona merah yang mulai ke luar dari pipi nya.

Tanpa sadar kami saling memalingkan wajah kami serentak.

"Woi, mau kemana?, malah pacaran", sindir supir taksi itu.

"Oh-eh ... ke tempat festival", jawab ku sedikit gugup.

"Mungkin kalian akan terlambat, jalan nya macet banget ... tapi untuk pasangan seperti kalian aku akan sedikit ngebut", kata supir taksi itu seraya mulai menginjak pedal gas dan melajukan taksi ke tempat tujuan.

Saat perjalanan kami hanya dapat melihat mobil mobil yang berbaris rapi memenuhi jalanan. Dan kami hanya bergerak perlahan tapi pasti.

Sempet gak ya?, udah jam lima lagi.

Awal nya aku memang tak terlalu peduli jika terlambat. Lagi pula ini kan terjadi karena ulah Ruui senpai. Tapi saat aku menoleh dan melihat raut wajah Ai yang khawatir itu, entah mengapa aku malah ikut merasa khawatir.

Tenang lah payah! kenapa jantungku berdebar debar gini sih?!

Saat langit mulai ditelan kegelapan, kondisi jalan pun semakin ramai. Kami bahkan nyaris tak bergerak sama sekali.

"Wah, gak gerak sama sekali ... ini sudah jam enam, acara puncak festival jam delapan. Kalian yakin?", tanya supir taksi itu.

Hmm ... aku sih gak yakin,

Tiba tiba Ai menggenggam tangan ku dengan erat dan menatap ku dengan mata yang berkaca kaca seolah memohon padaku.

Eh?!, apa apaan tatapan nya ini?!

"Yakin aja pak", jawab ku agar tak menyakiti perasaan Ai.

"Woah, kau memang laki laki yang baik", ucap supir taksi itu.

Yah kalo dipikir pikir ... memang gak akan sempat sampai ke sana jam delapan, aku yakin supir taksi itu juga tau aku hanya ingin menjaga perasaan Ai.

Satu menit berlalu, Ai tetap tak mau melepaskan genggaman tangan nya dari ku. Aku pun mengetik kan pesan padanya lewat smartphone yang ku genggam dengan tangan kanan ku.

"Apa kau tetap mau lanjut?", tulis ku dalam pesan yang kukirim pada nya.

Saat mendengar smartphone nya berdering Ai segera membacanya tanpa melepaskan genggaman tangan nya dari ku. Dia hanya menoleh ke arah ku dengan wajah yang khawatir.

Kemana senyuman mu yang biasanya itu?, kenapa kau terlihat khawatir?, kemana wajah bahagia mu?

Hanya pertanyaan itu yang terngiang di kepalaku. Beberapa saat berlalu. Kami masih terjebak di kemacetan kota yang menyebalkan.

Dah jam tujuh ... masih agak jauh lagi tempat nya.

Aku kembali menoleh ke arah Ai, dia sedang memandang ke luar jendela. Aku masih bisa melihat wajah khawatir nya yang terpantulkan dari jendela. Entah mengapa ia tak mau melepaskan genggaman tangan nya dari ku.

Setengah jam pun berlalu. Dan kami masih terjebak di kemacetan ini.

"Ternyata emang gak sempat ya? ... maaf aku hanya bisa berusaha sejauh ini", ucap supir taksi itu dengan wajah menyesal.

Kalo aku sih gak masalah ... tapi ... gadis yang dari tadi menggenggam tangan ku ini gimana?

Saat aku menoleh ke arah nya, Ai sudah menatap ku dengan wajah sedih nya.

Cih, kau tak memberiku pilihan!

"Pak ... kira kira jarak nya berapa meter lagi ya?", tanya ku dengan wajah serius.

"Sekitar 600-700 meter lagi, jangan bilang kalian ...",

"Mau gimana lagi ... Ai apa kau kuat berlari?", tanyaku.

Setelah membayarkan ongkos taksi, kami pun bergegas berlari menuju tempat festival.

Ayo lah ... pasti sempat!