Kaito
Cahaya matahari yang masuk dari jendela yang tertutup tirai. Bau masakan ibu yang tak pernah aku lupakan. Buku buku dan alat tulis yang berantakan di atas meja belajar ku.
Aku ... kembali ...
Tanpa banyak berpikir lagi, aku langsung menuju kamar mandi dan membersihkan tubuh ku seperti biasa. Setelah itu aku memakai seragam SMP ku yang tadi digantung di pintu.
Walau ini adalah hari sabtu dan aku harus nya libur. Tapi aku ingin mengenang masa masa ini lagi.
"Kakak!? ngapain sih lama banget", suara teriakan Hanabi yang mengejutkan ku.
"Iya iya ...", jawab ku lalu keluar dari kamar dan menuruni tangga.
"Kaito ... selamat pagi ...", sapa ibu yang sudah duduk di depan meja makan di seberang Hanabi.
"Hmm ... pagi", aku agak gugup karena sudah lama tak merasakan kehangatan keluarga seperti ini.
"Kak? kenapa?", tanya Hanabi yang melihat ku hanya berdiri tanpa melakukan apapun.
"Oh ... gak ada apa apa", jawab ku lalu duduk di kursi yang ada di samping Hanabi.
"Tumben kakak sekolah hari sabtu", ujar Hanabi yang menyadari hal aneh dari diri ku.
"Oh ... enggak ... kakak cuma mau pergi ke rumah sakit", ucap ku.
"He? siapa yang sakit?", tanya ibu terkejut mendengar kata kata ku.
"Ada ... temen ... oh iya, sarapan nya apa bu?", tanya ku mengalihkan topik pembicaraan.
"Mau roti isi atau nasi?", tanya ibu.
"Roti aja biar cepet", jawab ku karena aku memang tak punya banyak waktu lagi.
"Ini ...", ibu meletakan sepotong roti isi di atas piring yang ada di depan ku dan memberikan ku segelas susu.
"Makasih bu ... selamat makan!", ucap ku lalu langsung melahap roti isi itu.
"Woo ... kakak langsung makan semua ... hebat!!!", ujar Hanabi dengan mata nya yang berbinar itu.
"Kakak mu kayak nya lagi buru buru banget", kata ibu dengan sedikit tawa.
Setelah menelan roti yang enak ini aku segera meneguk segelas susu yang ada di depan ku sampai habis tak bersisa.
"Woah ... minum nya juga cepat!!", kata Hanabi terpukau melihat cara makan ku yang berbeda hari ini.
"Hmm ... kakak pergi dulu ya?", ucap ku meletakan gelas itu kembali ke meja dan mengusap kepala Hanabi.
"Makasih makanan nya bu ...", lanjut ku seraya berjalan keluar dari rumah ku.
"Hati hati", suara ibu dari dalam rumah.
"Semoga masih sempat ...", aku mempercepat langkah ku sembari memantau jam di ponsel ku.
Setelah beberapa saat berjalan dengan perasaan cemas ku ini. Akhir nya aku sampai di depan gerbang rumah sakit Zei yang ada di dekat SMA ku di masa depan.
Saat aku hendak melangkah masuk ke gerbang rumah sakit. Langkah ku seakan tertahan dan kaki ku tak mau bergerak.
Ayo!!! ... lawan rasa takut mu itu!!!
Aku mengumpulkan keberanian ku dan mengepalkan kedua tangan ku dengan kuat. Aku pun akhirnya bisa melangkah seperti biasa. Aku berjalan masuk ke gedung rumah sakit dan menghampiri masa lalu ku.
Hari ini adalah saat saat terakhir Ame hidup di dunia ini. Dan juga saat saat penentuan untuk masa depan Ai. Saat nya mengubah takdir dari gadis tak bersuara yang sangat aku sayangi itu.
Ini dia ...
Akhir nya aku sampai di depan pintu ruang rawat Ame yang tertutup rapat. Sekali lagi aku mengumpulkan keberanian ku untuk mengubah takdir yang ada.
Greeek ...
Aku membuka pintu ruangan Ame perlahan.
"Eh?!"
"Senpai? kenapa kesini?"
Aku pun terpaku melihat apa yang ada di depan mata ku saat ini. Ame yang sedang duduk di atas ranjang dan Ai yang duduk di kursi yang ada di samping ranjang Ame. Mereka terlihat sangat mirip, bahkan mereka seperti anak kembar.
Tapi yang membuat ku terpaku adalah air mata yang ada di pipi mereka. Aku pikir aku sudah terlambat. Atau bahkan aku gagal merubah masa depan.
Saat melihat ku, Ai langsung mengusap air mata nya dengan punggung tangan nya dan berlari keluar dari ruangan Ame melewati ku yang sedang berdiri di depan pintu yang terbuka ini.
Aku pun melangkah masuk dan menghampiri Ame yang juga mengusap air mata mata nya.
"Ame?", aku bingung harus berkata atau bertanya apa.
Aku takut mengetahui kenyataan. Kenyataan bahwa Ai sudah mengatakan apa yang seharusnya ia katakan hari ini.
"Kok nangis? ... kakak mu bilang apa sama kamu?", tanya ku seraya memberikan senyuman palsu ku.
"Hmm ... gitu ya ... senpai memang hebat ...", ucapan Ame yang sama sekali tak aku duga.