webnovel

Apa ini Jatuh Cinta?

Tiba-tiba dua orang bertopeng keluar dari sisi kiri dan kanan gang sepi tersebut. Tampak tangan keduanya memegang sebuah tongkat bisbol.

Tanpa berbicara panjang lebar, seketika keduanya menyerang bersama, berlari menuju Andra dengan kecepatan tinggi. Kedua orang itu langsung mengayunkan tongkat bisbol mengarah tepat ke bagian kepala. Seketika, Andra yang terdiam sejak tadi menatap buram kepada dua orang bertopeng yang akan menyerangnya. Melihat arah serangan kedua orang itu, jelas untuk mencelakainya. Lalu bagaimana mungkin Andra tidak naik pitam ketika mendengus niat buruk yang begitu keji mengarah padanya?

"Wuss" Andra menghindar dengan cepat, tubuhnya ditekuk ke belakang seperti posisi berkayang. Seketika tongkat bisbol yang diayunkan dua orang bertopeng itu hanya menghantam udara.

<Lumayan, bocah ini cukup cepat> gumam seorang bertopeng yang tidak menyangka serangannya dapat dihindari dengan mudah. Kemudian kedua orang bertopeng tersebut memandang satu sama lain lalu saling mengangguk, isyarat untuk menyerang bersama. Seketika mereka mengambil langkah cepat bersama dengan tongkat bisbol masih mengayun ditangan.

Melihat pergerakan yang cepat dari kedua orang itu, Andra telah bersiap siaga menanti keduanya mendekat. Kali ini, ia tak ingin berlama-lama menjadi pusat serangan dan hendak melakukan serangan balik tanpa ampun.

"Wuss" Kedua orang bertopeng itu mengayun tongkat bisbol ke arah Andra. Pria bertopeng bagian kanan menyerang ke arah kepala, lalu yang satunya mengarah di bagian perut.

Seketika Andra bergerak cepat, menghindari serangan yang mengarah ke bagian kepala. Bergeser satu langkah ke samping kiri, menyongsong serangan yang mengarah ke bagian perutnya.

Tiba-tiba "Krakk". Pukulan Andra mengarah tepat pada lengan pria bertopeng yang satunya. Pukulan Andra yang keras, serta dibalas dengan ayunan tangan pria bertopeng yang penuh energi menghasilkan suara benturan yang mengerikan. Yah sudah dapat ditebak, sangat besar kemungkinan lengan pria itu telah patah atau setidak-tidaknya terkilir parah.

"Ah" Sosok dibalik topeng itu tak dapat menahan rasa sakit yang mendera. Suara teriakannya memecah keheningan lorong sepi tersebut. Sontak pria bertopeng yang satunya lagi bergegas menghampiri temannya yang tengah kesakitan. Kemudian menjauhkan diri dari pria muda yang diserangnya beberapa saat lalu. Dipapahnya temannya itu lalu melarikan diri.

Andra hanya terdiam menatap kepergian dua orang bertopeng yang baru saja menyerangnya. Ia tidak berniat mengejar dua pria itu. Karena salah satunya telah terluka parah, maka itu sudah cukup untuk membuat keduanya berpikir panjang untuk membuat masalah dengannya lagi. Namun ada sesuatu yang mengganjal pikirannya yakni, suara seorang yang dipukulinya tadi terdengar familiar. Walau Andra tidak tahu betul siapa pemilik suara itu, tetap saja ia merasa pernah mendengar suara orang dibalik topeng tersebut.

" Ah, sudahlah. Mungkin kebetulan saja". Andra terhenyak dari pikirannya. Samar-samar suara itu mengingatkannya pada seseorang namun ia tak mau mencurigai seseorang tanpa bukti akurat.

Lagi pun jika ada seseorang yang membencinya, tidak mungkin begitu keterlaluan mencoba mencelakainya dengan cara terencana seperti tadi. Seingat Andra, dirinya tidak memiliki banyak musuh di kota Madara ini terkecuali Sardi dan Arga. Namun apa mungkin kejadian sepele yang terjadi sewaktu MOS kala itu adalah alasan keduanya merencanakan sesuatu sekeji itu? Tidak mungkin, itu bukan alasan yang kuat untuk menyerangnya. Lalu, siapa lagi yang memiliki dendam kepada Andra selain kedua Sardi dan rekannya itu? Apa mungkin Andra hanya target para pencopet atau gangster? Ah, ini sungguh sebuah misteri yang belum terpecahkan. Tetapi untuk membuktikan bahwa pria bertopeng tadi bukanlah Sardi dan Arga cukup mudah. Ya, jika salah satu dari keduanya tidak hadir ke sekolah esok hari, maka sudah dapat dipastikan dua sekawan itu adalah pelakunya.

<Kos-kosan>

Setelah melakukan perjalanan pintas melalui lorong-lorong kota, kini Andra telah sampai di pintu rumah Kosnya. Seusai membuka pintu yang terkunci, Andra bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Peluh akibat pertarungan tadi membuat badannya terasa lengket dan mengeluarkan aroma tidak sedap.

"Ah.. segar" Andra telah usai mandi. Aroma tak sedap beberapa saat lalu telah pergi entah ke mana.

Sebagai seorang perantau yang hidup di kota besar, dirinya tidak ingin terlihat sebagai pemuda kolot. Ia sangat telaten menjaga penampilannya, setiap inci tubuhnya selalu ia perhatikan agar tetap terlihat elegan. Tak pelak karena ketelatenannya itu, banyak mata tidak mengira ia adalah seorang pemuda kampung biasa.

Bagi Andra, hidup di kota besar Seperti kota Madara tidak hanya butuh ketampanan dan keterampilannya dalam dunia silat saja, namun terdapat hal lain yang tidak kalah penting yakni Fashion. Di kota besar, gaya pakaian sangat mempengaruhi pandangan seseorang terhadap pemakainya. Walau hal demikian terkesan mendistorsi makna dan manfaat berpakaian, tetap saja itu adalah suatu yang telah terbentuk dalam pemikiran masyarakat modern dan Andra tidak ingin menjadi terpojok hanya karena suatu yang sepele seperti itu. Lagi pula untuk dapat menyatu dengan lingkungan, maka haruslah menyesuaikan diri. Seperti kata pepatah ' Masuk kandang harimau maka harus bertingkah seperti harimau dan jika memasuki kandang ayam maka bertingkahlah seperti ayam' sebab, ketika tidak mampu menyesuaikan diri maka akan sulit menyatu dengan peradaban.

*****

Hari telah senja, sejak usai mandi siang tadi Andra menyempatkan diri membaca beberapa buku yang tersusun di rak kecil bagian pojok kamarnya. Ia cukup gemar membaca buku, hingga banyak waktu dihabiskan dengan membaca dan menganalisa suatu fenomena. Walau ada beberapa buku yang sulit ia pahami sebab keterbatasan pemahamannya, ia tetap bersikeras membacanya sampai selesai. Demikianlah Andra, walau sekilas terlihat nakal, ia adalah pribadi yang sulit dipahami oleh pemuda seusianya.

Setelah usai membaca beberapa lembar Novel Karya HAMKA, Andra bergegas keluar dari pintu rumah sewanya untuk membuang sedikit sumpek akibat terlalu lama berdiam dalam kamar. Belum sampai beberapa jauh dari kos, Andra melihat seorang yang ia kenali tengah melangkah dari arah berlawanan. Seorang wanita dengan kulit putih yang menawan, rambut hitam panjangnya terurai anggun kala tersapu angin sepoi. Terlihat wanita itu tengah bercengkerama bersama wanita sebelahnya, sambil sesekali menyunggingkan senyum yang begitu memanjakan mata setiap yang melihat.

Sebagai seorang pemuda yang telah puber, jelas Andra tak dapat mengelak betapa menawannya gadis muda itu. Pandangannya begitu lekat, hingga sekujur tubuh tak dapat berlalu dari pesona menawan yang terpancar dari gadis muda yang ia lihat. Ada yang berbeda ketika matanya melihat gadis ini dengan sewaktu Andra menatap Nandini. Suatu perasaan yang tidak seperti ketika melihat gadis bertubuh molek waktu upacara pagi tadi.

Jika melihat Nandini hasrat masa mudanya meronta-ronta, justru gadis ini sebaliknya. Andra merasa jantungnya berdegup kencang, perasaannya damai ketika pandangannya jatuh pada gadis itu.

<Apakah ini jatuh cinta? Ah, aku tak yakin! Sungguh suatu yang mustahil bila gadis yang jelas menaruh benci padaku dapat membuatku jatuh cinta> Andra masih tak dapat percaya dengan apa yang terjadi padanya. Pikirnya, perasaan ini pasti salah.

Dari arah berlawanan, seorang gadis yang sejak tadi berbincang dengan rekan sebelahnya mulai menyadari bahwa dirinya tengah diperhatikan. Seketika ia melihat ke arah berlawanan, disana seorang pemuda sedang memandanginya begitu lekat.

Tak pelak hal demikian membuat wajah gadis muda itu memerah, menahan malu yang melanda. Ia sangat mengenal pria yang memandanginya itu, tak lain adalah pemuda yang membuatnya malu sewaktu hari pertama MOS. Tentang alasan pria muda itu memandanginya begitu lekat, ia masih belum tahu pasti.

"Selia, apa wajahku ada yang aneh?" Mikaila memperlihatkan wajahnya pada Seila. Pikirnya, tatapan pria muda di seberang sana pasti dikarenakan hal aneh di wajahnya.

"Gak ada kok, hanya sedikit memerah saja. Mungkin kosmetikmu gak cocok kali?". Seila menatap wajah Mikaila dengan sedikit khawatir. Ia tak tahu pasti penyebab memerahnya wajah temannya itu.

"Enggak mungkin, kan aku tidak pakai kosmetik.. mungkin karena kepanasan saja. He he". Mikaila tak dapat untuk tidak berbohong, setelah mengetahui temannya melihat jelas rona merah di wajahnya. Padahal rona memerah itu dikarenakan pandangan pria muda di seberang sana.

"iya mungkin, tapi sebaiknya kamu periksa ke dokter kulit saja sih. Biar tahu penyebabnya". Sekali lagi Seila menatap khawatir pada wajah Mikaila. Ia takut wajah teman baiknya ini terserang penyakit kulit.

"Tenang saja, ini gak apa-apa kok. Palingan sebentar lagi akan baik-baik saja". Mikaila coba menenangkan rasa khawatir temannya ini walaupun ketakutan itu sama sekali tidaklah tepat dengan kenyataan yang sebenarnya.

" Baiklah kalau gitu, tapi kalau tambah parah buruan ke dokter kulit yah!". Seila berkata perlahan, siluet kecemasan masih terlihat.

"iya deh temanku yang cantik. Tenang saja". Mikaila menanggapi dengan candaan. Agar kecemasan di wajah Seila cepat berlalu.

" hem. Kamu mah bisa saja". Seila menyungging senyum ketika mendengar pujian Mikaila. Walau itu sekedar candaan, tetap saja ia terpengaruh dengan pujian itu.

*****

"hei sadar Andra" Andra membuyarkan diri dari keterpakuannya pada Mikaila. Di geleng-gelengkannya kepala agar cepat menguasai diri sepenuhnya lalu melangkah maju dengan mantap.

Kali ini, Andra hendak membicarakan sesuatu padi gadis yang membuatnya terpanah itu. Ada suatu hal yang akan ia tanyakan pada gadis cantik ini. Ia tak mungkin, terus menyimpan sesuatu yang menjanggal hatinya dalam waktu yang lama. Karena gadis muda ini kebetulan berpapasan dengannya, jadi tidak ada salahnya.

"Dug dag dug dag". Detak jantung Andra kian cepat ketika mendekati gadis dengan perawakan bak seorang putri kayangan ini. Makin dekat makin menggebu, namun tidak ia hiraukan.

"Mikaila, ada suatu hal yang ingin aku bicarakan". Andra langsung menyampaikan hajatnya, ketika berpapasan muka dengan Mikaila. Kalimatnya tenang, sungguh suatu pancaran kedewasaan yang melampaui usianya.