webnovel

Kedua Belas

Aura kini telah sampai di sekolahnya. Ia memarkirkan motor di depan potocopy yang terletak di samping sekolahnya. "Bang, numpang parkir ya?" ucap Aura kepada pemilik potocopy.

"Siap Neng," jawab si Abang dengan mengacungkan jempolnya.

"Eh ... Bang, tolong potocopy ini dong," pinta Aura. Si Abang langsung mengambilnya dan mem-potocopy buku yang dipinta Aura.

"Baru datang ya Neng?" tanya si Abang. Aura mengangguk sambil membaca pesan dari Jena. "Terus gimana masuknya? Manjat pagar ya?" tanyanya lagi.

Aura memasukkan ponselnya ke dalam saku. Lalu mengambil uang berwarna abu-abu. "Manjat? Mainstream banget Bang," cengir Aura. "Berapa Bang?"

"Dua ribu Neng."

"Nih Bang kembaliannya buat Abang aja," canda Aura.

Si Abang terkekeh. "Makasih loh Neng kembaliannya," sindirnya.

"Dah dulu ya Bang. Tolong jagain tuh Motor yak?" pintanya.

"Sip atuh Neng."

Aura berjalan mendekat ke arah dinding pagar. Ia melepaskan tasnya lalu di lemparnya tinggi-tinggi hingga masuk ke dalam sekolah. Setelah merasa tasnya berbunyi akibat mendarat ke tanah. Aura pun berjalan menuju gerbang sekolah dengan santai sambil menenteng lembaran isi buku yang tadi dipotocopynya.

"Bapak, buka pagarnya dong." Aura memanggil satpam yang berjaga di dalam posnya. Sang satpam menghampiri Aura dengan membawa setumpuk kunci.

"Kamu dari mana?" tanya pak satpam.

"Potocopy," jawab Aura santai sambil memperlihatkan potocopy yang di bawanya. "Cepeten dong Pak panas nih." Aura mengibas-ngibaskan tangannya ke arah wajahnya.

Pak satpam menatap Aura lama lalu berkata, "lain kali kalo potocopy jangan lama-lama ya?" Pak satpam membukakan pagar untuk Aura.

Aura langsung menyengir. "Siap Pak!" ucapnya sambil hormat kepada pak satpam. Setelah itu ia berjalan dengan santai. Tak lama Jena datang menghampiri Aura.

"Gila! Gimana caranya lo bisa masuk?" tanya Jena dengan takjub.

Aura menunjuk kepalanya. "Inilah keunggulan kekuatan otak dari pada otot!" bangganya. "Yuk ah ke kelas," ajaknya. "Eh ... tas gue udah lo ambilkan?"

"Udah tas lo udah aman di kelas." Keduanya pun berjalan bergandengan menuju kelas mereka. Sepanjang mereka berjalan seperti biasa murid-murid yang berpapasan dengan mereka menyapa keduanya. Bisa di bilang kedua sahabat ini cukup terkenal di sekolah.

"Aura? Lo dari mana aja?" tanya seorang gadis berambut pendek.

"Kenapa? Lo kangen gue ya?" cengir Aura yang telah duduk di bangkunya.

"Iya, kangen gue minta duit lo." Aura pun mencebikkan bibirnya sedangkan Jena yang duduk di samping Aura terkekeh. "Uang kas lo belum bayar empat minggu."

"Berapa?" tanya Aura curi-curi pandang ke arah buku kas.

"Dua puluh ribu," gadis itu menengadahkan tangannya ke arah Aura.

"Alaaahhh ... dua puluh ribu mah kecil," ucapnya dengan nada sombong. Ia langsung mencari uang yang berada di sakunya. Namun, tiba-tiba Aura menjadi panik. "Uang gue kemana ya?" tanyanya dengan raut bingung.

"Alah! Alibi lo! Pura-pura!" cibir gadis itu.

"Beneran Via uang gue hilang." Aura berkata dengan serius. Jena yang berada di samping Aura mengerutkan dahi. "Gue tadi masukin uang lima puluh dua ribu ke kantong gue. Tapi sekarang kok gak ada?"

"Ya mana gue tau, lo yang masukin," ketus gadis yang bernama Via itu. "Dahlah untuk lo, gue kasih dispensasi. Tapi besok! Inget! Lo harus bayar ya! Kalo gak? Gue aduin lo ke Ibu Leni." Setelah itu Via berjalan meninggalkan Aura dan Jena.

"Gimana nihh?" ucap Aura ke Jena.

"Lo seriusan?"

"Menurut lo?" ketus Aura. "Gue kalo ada uang pasti gue bayar tuh uang kas."

"Coba lo inget-inget tadi lo ngapain aja sebelum ke sekolah?" Aura pun mencoba berpikir.

"Ntahlah gue lupa. Dah ah gue mau nyari Jeje." Aura langsung beranjak dari tempat duduknya. "Mau ikut gak?" ajak Aura yang langsung digelengi Jena. "Yaudah." Ia pun berjalan keluar kelas.

Aura mengintip Jeje dari jendela kelas. Untunglah ia berbadan tinggi. Jadi sangat mudah untuknya mengintip.

"WOI!" tiba-tiba ia dikejutkan oleh Ibe dari belakang. "Ngapain lo ngintip-ngintip kelas gue? Mau maling ya?" tuduhnya.

"Sembarangan kalo ngomong!"

'Plak'

Aura memukul lengan Ibe dengan gemas. "Jeje masuk gak?" tanya Aura sambil menaik turunkan alisnya.

"Owh Jeje." Ibe mengangguk-anggukan kepalanya. Lalu ia berjalan meninggalkan Aura untuk masuk ke dalam kelas.

"JEJEEEEEE AURA NYARIIN LO TUH!" teriakan Ibe membuat Aura langsung melotot. "RA, NOH JEJE LAGI TIDUR NOH DI POJOK." Murid-murid yang sedang berada di dekat lokasi menatap ke arah Aura penuh ingin tau.

Bukannya malu, Aura malah menyengir dan menghampiri Ibe. "Gue boleh masuk gak?" ucapnya dengan pelan saat di depan pintu kelas Jeje.

"Masuk aja."

"Masuk masuk."

"Boleh kok boleh."

Beberapa anak langsung mengizinkan Aura untuk masuk. Dengan pelan Aura pun melangkahkan kakinya memasuki kelas Jeje.

Jeje yang tiduran di pojok kelas dengan menelungkupkan kepalanya di atas meja tidak sedikit pun merasa terusik. Anak lelaki itu tidur dengan damai. Suara-suara ribut anak kelasnya tak dijadikannya sebagai penganggu.

"Jangan bangunin dia tidur," ucap Ibe memperingatkan. Aura mengangguk paham. Ia pun duduk di samping Jeje. Awalnya Jeje membelakangi Aura tapi ntah kenapa tiba-tiba seakan takdir mengizinkannya Jeje berubah posisi menghadap Aura.

"Uhhh—" Ia langsung membekap mulutnya sendiri saat hampir menjerit histeris ketika melihat wajah Jeje dengan damai.

Beberapa anak melihat ke arah mereka dengan tersenyum geli. Apa lagi dengan tingkah lucu Aura membuat beberapa anak mengabadikan dengan memfoto dan videoin tingkah Aura.

'Ya Tuhan betapa sempurnanya ciptaanmu,' batinnya dalam hati. Ia menggerakkan tangannya seolah mengelus lembut wajah Jeje dari jauh.

'Boleh bawa pulang gak sih ni orang? Dibungkus gitu? Karetnya dua kalo bisa biar gak tumpah,' batinnya lagi.

"Ra bentar lagi masuk," ingat Ibe yang sedari tadi mengawasi Aura.

Aura tak menghiraukan Ibe ia malah ikut meletakkan kepalanya di atas meja untuk menatap Jeje lebih dekat. Tak lama bel masuk pun berbunyi.

"Ra, udah bel tuh. Balik gih," usir Ibe pada Aura namun Aura tetap tak menghiraukan Ibe.

"IBUUU DATANG WOI IBUUU DATANG," teriakan seorang murid lelaki yang bertubuh tambun membuat seisi kelas kelabakan duduk rapi di tempatnya.

"Raaa! Ada ibu," ucap Ibe lagi.

Namun bukannya Aura yang malah pergi. Ucapan Ibe malah membuat Jeje terbangun dari tidurnya. Anak lelaki itu langsung membuka matanya. Ia cukup terkejut saat membuka mata ia langsung beradu pandang dengan mata hitam Aura yang menatapnya. Tapi, seperti biasa Jeje hanya cuek seolah tak terjadi apa-apa memilih untuk tak memperpanjang keterkejutannya. Ia malah menegakkan kepalanya dan menatap ke depan. Aura pun ikut menenggakkan kepalanya, namun berbeda dengan Jeje ia malah menghadap ke arah Jeje tanpa ingin mengalihkan sedikit pun.

"Selamat siang anak-anak," ucap sang guru yang berjalan masuk ke tempat duduknya.

"SELAMAT SIANG BU."

"Baiklah buka buku kalian hal—" sang guru pun langsung berhenti berbicaraa saat matanya menangkap sosok gadis yang dikenalnya bukan berasa dari kelas yang sedang ia ajar.

"Aura?" panggil sang guru itu.