webnovel

Bab 6 - Kali Kedua

Memekik batas di dalam senja tak bernama seringkali menciptakan kepungan atas berbagai kisah yang kembali menyentuh batas kehidupan. Pukulan tanpa nama pada beberapa tumpuk benda tidak berdosa juga tidak pernah menjadi solusi yang benar atas ketuntasan dalam sebuah amarah.

Dua minggu telah berlalu tanpa redam. Masih penuh berisi berita panas akan kasus Jina yang juga belum redam dimakan waktu. Siang itu, usai memekik berbagai jenis amarah yang berkecamuk dalam satu muara, ada getar yang tidak bisa ditinggalkan hanya dengan melangkahkan kaki menuju pertemuan.

Lucunya di dalam dua minggu usai Jina mengatakan pemutusan kontrak, beragam jenis berita kembali diperbesar. Fakta-fakta atas bagaimana nyatanya video yang menunjukkan tubuh telanjang Jina, sebuah cerita atas bagaimana pertemuan dan bagaimana permulaan kisah di antara Jina dan pengusaha itu, hingga bagaimana akhir dari cinta segitiga di antara mereka.

Padahal sudah jelas bahwa tidak ada bukti kebenaran atas semua itu. Tapi seakan buta, semua orang percaya bahwa Jina memang seorang jalang yang video pribadinya tersebar untuk dikonsumsi muka umum.

Pembatalan kontrak terus terjadi dimana-mana. Mulai dari iklan, drama dan film, hingga interview dan foto majalah, semuanya berbondong untuk membatalkan kontrak kerja dengan Jina. Padahal belum habis dua minggu waktu berlalu.

Tidak ada pinalti yang Jina komplain dari semua merek dan rumah produksi yang menuntut. Dengan tanpa basa-basi Jina meminta Cathrin dan Shan mengirim jumlah yang sudah disepakati. Rupanya semua biaya pinalti tidak cukup menghabiskan setengah kekayaan yang Jina miliki dan yang sudah dikumpulkan oleh perempuan itu sejak masa remaja.

Tidak ada kerumitan apapun selama masa pembayaran pinalti Jina. Hanya saja istilah rumah akan selalu menahan tetaplah menjadi tembok terjang yang harus didaki perempuan itu dengan cukup tinggi.

"Baiklah, mari kita bawa saja masalah ini ke pengadilan," ucap Jina memutuskan. Sontak semua kepala yang berada di dalam ruangan mewah itu membolakan mata penuh keterkejutan.

"Jadi maksudmu kau ingin membawa masalah ini ke pengadilan, Nona?" tanya Edward, selaku sang bos tempat agensi Jina bernaung.

"Semula aku tidak menginginkannya. Tapi melihat kalian yang tengah mencoba membodohiku maka lebih baik kita naik ke pengadilan saja," jawab Jina. Sikutan pada lengan Jina tampak terasa kencang jatuh ditinggalkan oleh Cathrin yang duduk tepat di sebelah perempuan itu.

"Tidak ada untungnya untukmu membawa masalah ini ke pengadilan," seru Edward. "Kau akan lebih banyak kehilangan."

"Lalu aku harus diam saja ketika kau jelas sekali sedang mencoba memerasku?" tanya Jina.

"Kami tidak mencoba memerasmu," elak Edward. Seutas tawa renyah terbit pada bibir pria paruh baya itu.

"Oh ayolah! Kau pikir aku sebodoh apa?" balas Jina merasa jengah. "Kau tidak membayar sepersen-pun biaya pinalti dari kontrak-kontrakku dengan perusahaan lain tapi aku harus membayar biaya itu kepadamu sebagai syarat yang kau beri? Lucu sekali!" Tawa miring Jina menyeruap dengan bebas.

"Kau bahkan memanipulasi data kerugian yang kuberikan padamu karena skandal ini," tambah Jina. "Keuntungan bersih yang kuhasilkan setengah tahun ini bahkan dua kali lebih besar dari kerugianmu."

Edward menajam dalam titik yang jelas. Menatap Jina dengan gurat tak menduga akan mendengar jawaban seperti itu yang bercampur dalam rasa canggung yang mumpun.

"Tapi kau akan kehilangan lebih banyak daripada semua itu jika membawanya naik ke pengadilan, Jina," ucap Edward.

"Atau mungkin aku malah yang akan mendapat lebih besar daripada dugaanmu." Keyakinan tampak memenuhi diri Jina. Kaki yang bertumpu satu sama lain dan tangan yang dilipat pada dada tampak menjadi pusat pertahanan dirinya. "Kau tidak menghitung berapa jumlah uangku yang sudah kau gelapkan setiap tahun, 'kan?"

Edward dan beberapa orang di dalam ruangan itu tampak membeku. Tidak ada gurat keterkejutan di dalam diri Cathrin atau Shan mendengar itu. Tapi beberapa orang inti dari perusahaan agensi ini tampak gugup begitu mendengarnya.

"Atau haruskah aku membeberkan rahasia artis-artismu? Ganja, gay, hamil, tabrak lari, sponsor, prostitusi dan pajak yang tidak pernah kau bayar," imbuh Jina.

"Kau sedang mengancamku?" balas Edward memincingan matanya.

"Bukankah seperti itu adalah rencanamu untukku?"

"Apa maumu sebenarnya?"

"Aku akan membayar pinalti karena aku memang harus," ucap Jina. Tangannya masih mengudara dalam dekapan tubuhnya. "Kau juga tidak akan mengalami kerugian jadi berhentilah bertingkah dan mari putuskan kontrak dengan baik tanpa membuat drama apapun!" lanjutnya masih begitu tajam menghujam pandangan pada sosok pria bertubuh besar dalam balutan setelan jas di depannya.

"Kau sungguh ingin mengakhiri kontrak dengan kami?" tanya Edward sekali lagi mencoba memastikan. Pria paruh baya itu tampak serius seolah tidak menyetujui apa yang Jina pinta.

"Tidak ada yang bisa kuharapkan lagi darimu," jawab Jina.

"Sayang sekali!" ucap Edward merasa kecewa. "Padahal kau tidak perlu repot-repot sampai harus membayar pinalti."

"Aku merasa tidak kerepotan."

Edward menghela napas kemudian menegakkan punggungnya. "Baiklah kalau begitu. Karena sudah tidak ada jalan tengah di antara kita jadi lebih baik kita batalkan kontrak dengan cara baik-baik."

"Tapi Jina," lanjut Edward yang semakin lekat menatap Jina penuh dengan rasa penasaran. "Apa kau sungguh memiliki hubungan spesial dengan Tuan Metthew itu?"

Ada tawa meremehkan yang tergambar jelas dari wajah Edward begitu mengatakan pertanyaan yang berwujud dari rasa penasaran di dalam dirinya. Membuat Jina sejenak memuncakkan batas kesabarannya.

"Aku harap aku memang simpanan konglomerat dan orang berkuasa seperti itu. Dengan begitu aku bisa melenyapkan orang sepertimu dengan mudah," jawab Jina dengan begitu tenang.

***

"Kita akan kemana?" tanya Jina begitu mobil yang dikendarai Shan berbelok pada pelataran luar yang tidak pernah dikunjungi oleh perempuan itu.

"Menurut saja. Kami sudah banyak mengalah dan diam padamu," jawab Cathrin dari kursi depan membuat Jina hanya bisa mendengus sebal.

Mobil berhenti tepat di depan sebuah hotel megah dengan pelataran yang sangat luas itu. Kemudian intruksi untuk turun ditegaskan oleh Cathrin untuk Jina lakukan lalu diikuti oleh tubuh yang satu per satu turun dari dalam mobil.

Tidak ada langkah bantahan atau tolakan yang diserukan Jina. Perempuan itu menurut, meskipun gurat ekspresi dan tangan yang disilangkan ke depan menjadi tanda penolakan.

"Selamat datang, Nona dan Tuan sekalian," sapaan ramah dari sosok yang tidak begitu tinggi begitu pintu lift dari lantai paling tinggi gedung itu terbuka. "Mari saya antar! Bos sudah menunggu di dalam," lanjutnya masih dipenuhi dengan raut ramah penuh senyuman.

Tanpa menjeda, ketiga orang yang baru datang itu segera berjalan mengikuti langkah yang ditunjukkan oleh pria itu. Membawa langkah masuk ke dalam ruangan paling ujung sekaligus satu-satunya ruangan yang ada di dalam lantai ke duapuluh tiga itu.

Sosok tinggi dengan wajah begitu sempurna dalam balutan jas navy limited edition keluaran dari desainer terkenal berdiri menyapa dengan wajah ruang begitu pintu megah itu dibuka.

"Selamat datang di Anoush Group, Nona dan Tuan sekalian," seru pria itu. "Perkenalkan saya Hew. Senang bertemu dengan kalian semua," lanjutnya sambil menjabat tangan satu per satu ketiga orang di sana mulai dari Cathrin, Shan dan berakhir pada Jina yang hanya menatap mengabaikan dengan tatapan yang tajam dari balik kacamata hitamnya.

"Najina!" bentak Cathrin, atas tindakan kekanak-kanakan yang dilakukan Jina.

Dengan enggan, perempuan yang masih melipat kedua tangan ke dalam dadanya itu membalas jabatan tangan Hew. Kedua mata yang bertaut bersama dengan tangan yang saling menjabat tampak jelas sedalam apa tatapan penuh ketajaman yang diserbakan.

"Silahkan duduk!" pinta Hew kepada ketiga orang di sana. Wajahnya kembali tersenyum ramah tanpa celah.

"Maafkan sifatnya barusan, Pak. Dia memang sudah tidak waras," ucap Cathrin mencemooh Jina tanpa sungkan.

"Tidak apa. Sudah seharusnya perempuan cantik bertingkah seperti itu," jawab Hew sembari melirik sejenak ke arah Jina.

Tidak ada ekspresi yang ditampilkan Jina. Hanya tangan yang masih melipat dengan tatapan tajam mengunci pria itu dari balik kacamata hitamnya.

"Kau benar-benar sangat tampan," puji Cathrin kepada Hew tanpa rasa sungkan. Dari matanya memang tergambar jelas raut binar penuh terpukau begitu melihat wajah sempurna Hew.

Siapapun patut melakukan hal yang sama. Wajah Hew memang terlampau sempurna untuk dilihat dari sudut manapun. Rahang tegasnya tampak gagah, hidungnya yang sangat tajam dan begitu pas karena tidak terlalu panjang, serta matanya yang begitu atraktif seolah mengeluarkan sihir kepada mangsanya.

Tubuhnya pun sempurna. Tinggi dan gagah. Otot-otot kencang terlihat jelas dari berbagai bagian tubuhnya. Bahkan tonjolan kebiruan yang menjalar bak rayap tampak mengeras di otot jari hingga lengannya.

Bahkan ketika pria itu tersenyum lebar menanggapi pujian Cathrin—seolah pujian seperti itu adalah hal yang biasa didengar—membuat aroma kehangatan langsung merambat ke semua sisi hanya dengan suara renyah dari tawa itu.

"Baiklah, mari kita membahas kontrak." Hew memberi intruksi kepada bawahannya yang bernama Alex.

Dengan cepat Alex; pria yang menyambut kedatangan di depan lift, berjalan mendekat ke arah kursi lalu membagikan beberapa lembaran kertas yang berisi persyaratan kontrak.

Mata Jina membulat dengan lebar. Menatap ke arah Cathrin dengan tajam meminta penjelasan. "Kontrak apa, Nona Cathrin?"

"Tentu saja pekerjaan." Cathrin menjawab tanpa gurat ramah dan tanpa menatap ke arah Jina sama sekali.

"Bukankah sudah kukatakan jika aku tidak mau bekerja lagi?" ucap Jina dengan intonasi suara yang sengaja ditinggikan.

Suasana di dalam ruangan tampak memanas dalam balutan beku atas kedinginan yang sengaja Jina terbangkan melalui raut dan ucapannya.

Cathrin memutar wajahnya menatap ke arah Jina yang masih setia bersandar dengan tangan dilipat dengan tajam. "Kau tidak bisa membuang kesempatan bagus yang datang padamu!" tegasnya.

Tidak ada jawaban yang Jina keluhkan untuk membalas. Mengingat tatapan tajam seolah ingin membunuh yang Cathrin berikan kepadanya. Apalagi ketika alihan kertas berisi kontrak itu diberikan kepada Jina.

Perlu beberapa waktu untuk Cathrin dan Shan membaca setiap detil kontrak yang memang selalu dilakukan oleh kedua orang itu dengan sangat teliti. Sementara Jina, dia hanya perlu membaca pendahuluan lalu melepas kertas itu usai memahami jenis pekerjaan apa yang diminta.

Sisanya, Jina hanya menautkan pandangannya kembali dengan tajam ke arah sosok yang juga lekat memandangnya tanpa berkedip dalam sudut yang terbuka.

"Kontraknya bagus. Kami setuju dengan semuanya," ucap Cathrin yang masih berkutat pada kertas kontrak. "Tapi bagaimana jika nanti malah ada rumor jika kita menandatangani kontrak?" tambah Cathrin menatap ke arah Hew.

"Maksud saya, citra perusahaan Bapak terlalu bagus untuk orang yang penuh skandal seperti Jina," imbuh Cathrin mengoreksi. "Saya khawatir hal ini malah akan merusak nama baik Anoush Group dan menambah skandal Jina."

"Hal itu tidak akan terjadi," jawab Hew penuh keyakinan. "Lagipula jika hal itu akan terjadi, saya merasa sangat terhormat bisa mendapat rumor dengan seorang seperti Nona Najina," lanjutnya sembari menerbangkan pandangannya kembali ke arah Jina.

Jina sontak memalingkah wajahnya untuk menyeringai mentertawakan begitu mendengar pengakuan yang dikatakan oleh Hew. Begitu merasa puas dengan tawa sejenak lalu kembali menatap ke arah pria itu, bisa Jina lihat perubahan mata yang sebelumnya tajam kemudian ramah tersenyum seketika menjadi seringai menantang seakan membalas.

"Aku jadi penasaran," ucap Jina kemudian. Masih dengan penuh gerak keangkuhan mempertahankan diri. "Apa yang membuat perusahaan sebesar Anoush Group ingin mempekerjakanku."

"Sederhana saja, kami merasa perlu merubah image hotel ini agar terlihat lebih segar. Kau mungkin tidak tahu, tapi di antara semua anak perusahaan ku hanya hotel ini saja yang mengalami kemunduran. Jadi aku ingin melakulan gebrakan," terang Hew.

"Maksudmu dengan menaruh citra perusahaanmu di atas tombak?!" ucap Jina menyimpulkan. "Memanfaatkan berita panas yang tidak redup milikku dengan dalih akan membantu pemasaran hotel dan resortmu. Dengan menggunakanku, hotel ini akan tetap dibicarakan dan secara baik atau buruk pada akhirnya akan tetap memberi untung kepadamu."

"Marketingmu sangat berani sekali," lanjut Jina mencibir.

"Sudah kuduga, Nona Jina memang sangat cerdas dalam membaca situasi," balas Hew.

"Sayang sekali aku tidak tertarik untuk bekerja denganmu dalam bentuk apapun."

"Najina! Manner!" pekik Cathrin dengan tajam.

"Dengan alasan apa?" tanya Hew mencoba bersabar. "Apakah ada kontrak yang tidak kau setujui?"

"Kau bukan manusia, 'kan?" Semua orang sontak membeku apalagi Hew dan Alex yang sangat terkejut mendengar pertanyaan Jina. "Aku melihatmu malam itu, di Moffot."

***