webnovel

Start 3

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

"Ada kendala tadi," jawab Rio seadanya. Seketika saja lelaki ini teringat akan suatu hal penting. Ada sesuatu yang harus dia lakukan malam ini. Dengan cepat, Rio meminta izin kepada Ray untuk pergi duluan. Dia juga memberikan sejumlah uang kepada adiknya untuk membayar makanan dan ongkos pulang. Setelah mendapatkan izin, Rio meninggalkan restoran.

Lelaki muda ini melajukan mobil miliknya ke sebuah tempat yang lumayan jauh dari rumah. Entah ke mana dia akan pergi, tampaknya dia memiliki sebuah rencana. Sesampainya di sebuah rumah besar, dia pun memarkirkan mobil di pinggir jalan lalu turun dan menghampiri rumah tersebut. Tanpa ragu, dia menekan bel di rumah itu.

Tak lama, anak pemilik rumah itu datang menghampiri Rio. Dia sedikit terkejut saat melihat orang yang sering dia risak memiliki keberanian untuk datang ke rumahnya. Anak itu langsung memasang ekspresi sombong.

"Berani juga lu dateng ke rumah gua. Punya nyali lu? Sini lu!" tanyanya sambil merangkul Rio dan mencengkeram lehernya dengan lengan. Rio tampak ketakutan dan tersenyum dengan terpaksa kepada si anak pemilik rumah.

"Karena tadi lu berani macem-macem sama gua, gua gak segan-segan matahin nih leher. Minta maaf gak!" ancamnya membuat Rio menganggukkan kepalanya.

"Ke-kedatangan gua ke sini kan mau minta maaf. Gua nyesel udah ngehajar lu. Maaf gua emosi dan gak bisa nahan diri," ucap Rio.

Si lelaki ini tampak mendesis pelan, meremehkan ucapan lelaki itu. "Gua gak sudi maafin lu kalau lu gak ngasih gua uang atau sujud di kaki gua," katanya. Rio membelalakkan mata.

"Da-daripada ngelakuin hal itu, mending kita tanding basket. Siapa yang kalah, boleh nurutin si pemenang," usul Rio. Lelaki itu terdiam. Sepertinya dia mencoba memikirkan usulan Rio.

"Oke. Siapa takut! Tapi, kalau gua menang, loe jadi babu gua selama sekolah sampai lulus, jangan nentang dan harus nurut!"

Rio membulatkan mata. Bagaimana bisa dirinya menjadi pesuruh lelaki itu di sekolah? Bahkan dia meminta sampai lulus sekolah dirinya harus menuruti perintahnya. Rio mendengkus kesal. Dia pun membalas, "Oke. Kalau lu kalah, jangan ganggu gua lagi selamanya, bilang juga sama temen-temen lu! Dan jangan lagi ngebully siapapun di sekolahan."

"Cih! Berani juga lu. Ya udah kalau gitu lu tunggu gua di lapangan basket sekitar sini, gue mau ambil bola dulu setelah itu nyusul lu," suruhnya. Rio mengangguk lalu berjalan duluan menuju ke sebuah lapangan basket, tak jauh dari lokasi rumah lelaki itu berada. Dia pun bersiap-siap untuk bertanding dengannya. Kalau dia bisa memenangkan pertandingan ini, maka hidupnya akan terbebaskan. Namun jika Rio kalah, mau tak mau hidupnya harus berurusan dengan lelaki itu sampai lulus sekolah. Demi mendapatkan kebebasan, dia harus menang pertandingan ini bagaimanapun caranya.

Setelah kedatangan anak itu, mereka langsung bermain basket. Kedua anak ini saling tabrak menabrak dan saling rebut merebut bola agar masuk ke dalam ring lawan. Walaupun bermain tidak sesuai peraturan dalam tanding basket, mereka tetap melakukannya agar menang.

Skor terakhir sudah di depan mata, kini skor antara mereka sama-sama seri. Rio terus memandangi anak itu. Mencoba mencari kelemahannya.

BUG!

"ARGH!" teriak lelaki bermata sipit itu kesakitan saat Rio berhasil membuatnya terjatuh.

Dengan cepat Rio mendekatinya dan berkata, "SORRY! SENGAJA." Lelaki bermata sipit itu langsung menoleh dan menatapnya tajam. Dia berkata seperti itu seakan-akan tengah membalaskan dendam. Lelaki ini masih ingat di mana saat dirinya pernah menabrak Rio dan mengatakan hal yang sama. Apakah Rio sangat dendam padaku? Pikirnya.

"Sialan!" Lelaki itu pun langsung bangkit dan menyerang Rio. Tanpa diduga ternyata Rio malah melawan, dia menghindari tinjuannya dan malah menendang alat kelaminnya. Si lelaki langsung meringis kesakitan. Dia memaki-maki Rio dengan kata-kata kasar.

BUG!

Tak butuh waktu lama, Rio berhasil membuat anak itu pingsan dengan cara memukul tengkuknya. Walaupun sempat memberontak, tapi dia berhasil juga. Rio langsung menyeret lelaki ini sampai ke mobilnya yang terparkir tak jauh dari lapangan basket. Dengan susah payah, dia memasukkannya ke dalam mobil. Lalu melajukan mobil ke suatu tempat.

Rio pun memarkirkan mobil tersebut di depan sebuah rumah tak terpakai. Lagi-lagi Rio menyeret lelaki itu dan memasukkannya ke dalam rumah. Dia mengikatnya di sebuah kursi dengan tali dan terikat sangat erat. Tak mungkin si lelaki akan melarikan diri dengan ikatan sekuat itu. Rio berjalan mencari-cari sesuatu yang bisa membangunkan orang yang dia culik. Anak ini mendapatkan sebuah ember berisi air hujan yang ada di belakang rumah. Dia pun membawa ember tersebut lalu menumpahkan ke tubuh lelaki itu. Tak lama, si lelaki terbangun dan langsung meronta-ronta.

"BANGSAT! LEPASIN GUA!" teriaknya. Alih-alih melepaskan, Rio malah menyeringai.

"Apa?" tanyanya pura-pura tak mendengar. Anak itu terus mengerang dan memberontak.

"SETAN! LEPASIN!"

BUG!

Dengan sekali tinjuan, lelaki bermata sipit ini mengeluarkan darah di sudut bibirnya. Rio tampak memegangi tangan karena kesakitan setelah menghajar wajah lelaki itu dengan keras.

"BAJINGAN LU! LEPASIN GUA GAK? GUA PASTIIN HIDUP LU BAKALAN ANCUR, BRENGSEK!" ancam lelaki yang ada di atas kursi. Tanpa merespon, Rio berjalan ke belakang lelaki itu lalu memegangi kepalanya. Dengan sekali gerakan, Rio berhasil mematahkan kepala tersebut hingga memutar ke belakang dengan mata yang membelalak. Alih-alih membiarkannya seperti itu, Rio malah kembali memutarkan kepalanya hingga terlepas. Tentu saja darah langsung mengucur dengan deras membanjiri lantai yang dipijak Rio.

Setelah terlepas, Rio menaruh kepala itu di lantai. Dia menatap tubuh si pemilik kepala lalu melepaskan ikatan yang melilit tubuh tersebut. Dia membawa tubuh tanpa kepala ini ke belakang rumah, menggali tanah hingga beberapa meter setelah itu menguburnya di sana. Rio tak meninggalkan jejak tumpukan tanah, malahan dia meratakan tanah tersebut hingga sama seperti sebelumnya. Ditambah, dia memindahkan kursi panjang tak terpakai yang ada di sekitar belakang rumah tepat di atas kuburan itu. Dengan begitu, tak akan ada yang tahu bahwa di bawah sana ada mayat tanpa kepala.

Rio kembali masuk ke dalam. Kali ini dia membersihkan dirinya dari darah dan meninggalkan jejak sebisa mungkin. Jangan sampai ada sidik jari, helai rambut atau petunjuk apapun yang mengarah kepada dirinya. Dia harus menghilangkan semua itu demi menjauhkannya dari tuduhan. Rio juga membersihkan beberapa alat yang dia gunakan untuk menculik lelaki ini dan membersihkannya agar sidik jarinya tak menempel di sana. Bahkan sampai bola basket milik lelaki itu dia hancurkan dan menyembunyikannya di suatu tempat. Setelah puas, Rio meninggalkan rumah itu dan membiarkan kepala mayat yang ada di sana membusuk.

Bersambung …

ตอนถัดไป