webnovel

I am a Killer 1

[ KISAH INI TERDAPAT UNSUR KEKERASAN DAN PEMBUNUHAN. DILARANG KERAS UNTUK DITIRU ]

Hari minggu telah tiba, aku menyandarkan kepalaku di sandaran ranjang. Pagi ini aku sangat malas untuk keluar kamar apalagi aku baru bangun tidur. Aku menyalakan televisi, ternyata kejadian beberapa jam yang lalu membuat geger kota Los Angeles. Ditayangkan sebuah berita tentang seorang anak lelaki yang telah tewas dibunuh secara sadis dan hanya ditinggalkan sebuah kepala saja. Orang itu bernama Alvin, anak pemilik sekolahan yang kini menjadi tempat mencari ilmuku.

Yes! I am a killer. Aku membunuh anak itu dengan alasan balas dendam. Dia sudah seenaknya memperlakukan aku seperti seorang budak, dimintai uang dengan jumlah yang tidak sedikit dan mengata-ngatai orang tuaku. Padahal aku sama sekali tak pernah berbuat salah apapun, bahkan awalnya aku tak mengenal siapa lelaki itu.

Aku sudah membunuh 50 orang lebih. Entah mengapa rasanya membahagiakan saat mendengar korbanku diberitakan di televisi. Sama seperti beberapa hari yang lalu di mana seorang lelaki tua mati membusuk, itu adalah ulahku. Oh ya, ayah, bunda dan Ray tidak tahu masalah ini. Aku takut mereka akan menjebloskanku ke penjara kalau mereka tahu aku ini seorang pembunuh.

Aku menghela nafas lalu bangkit dari tidurku, aku berjalan menuju meja belajar. Ku buka laci meja dan mengeluarkan benda-benda terlarang yang seharusnya tak boleh digunakan anak seusiaku. Apalagi jika bukan pisau, pistol, gunting dan masih banyak senjata membunuhku.

Kau tahu? Aku membunuh sudah lebih dari 2 tahun. Aku membunuh hanya untuk membalaskan dendamku kepada orang-orang yang mengganggu keluargaku. Aku tidak sembarang membunuh, tidak menutup kemungkinan juga kalau aku akan membunuh sembarangan kalau aku sedang emosi. Kini para polisi sedang mengincarku, tapi aku tahu bagaimana caranya menghindar dari kejaran mereka. Aku jadi ingat saat kejadian di bulan lalu. Di mana aku sempat dipergoki ketika sedang membunuh. Katanya, polisi itu bernama Leo, dia adalah polisi terhebat di Beverly Hills. Leo mengetahui aksiku sekilas dan sialnya saat itu dia menembak kakiku. Untung dengan sigap aku langsung berlari menjauhinya. Hingga sekarang mereka masih mencari keberadaanku. Aku dengar, saat ini ada seorang pembunuh baru di sekitar Los Angeles, lebih tepatnya Beverly Hills. Aku merasa sedikit lega karena polisi tidak terlalu mengincarku.

Aku kembali memasukkan senjata membunuhku itu ke laci meja. Kejadian semalam membuat keinginanku untuk membunuh semakin besar. Apalagi sekarang ada pembunuh baru yang membuatku ingin menemui siapa pembunuh tersebut. Siapa tahu dia bisa membantuku atau bekerja sama dalam hal bunuh membunuh. Kalau kami bekerja sama, akan mempersulit para polisi kan?

Aku pun keluar kamar dan pergi menuju ke dapur. Aku membuka lemari es dan mengambil minuman kaleng lalu ku teguk hingga habis, setelah itu kembali ke kamar. Saat hendak masuk ke kamar, aku melihat pintu kamar adikku, Ray, terbuka sedikit. Tumben sekali dia tidak menutup pintu dengan rapat, membuatku penasaran, apa yang dilakukannya di dalam kamar?

Aku terkejut melihat Ray sedang memainkan sebuah pisau dapur di atas kasurnya. Hal yang membuatku lebih terkejut lagi adalah pisau itu berlumuran darah dan dia tengah menjilati pisau tersebut. Ke-kenapa adikku memegang pisau berdarah itu lalu menjilatinya? Apa dia sudah gila?

"Ehem!" dehemku dan berpura-pura tak melihat apa yang dia pegang. Ray menoleh lalu membelalakkan mata kepadaku sambil menyembunyikan pisau di balik tubuhnya.

"Lagi ngapain?" tanyaku. Dia terlihat panik.

"Ehm … gak ngapa-ngapain," jawabnya. Aku menaiki alisku.

"Ohh … udah sarapan?" tanyaku. Dia mengangguk.

"Ada apa di belakang tubuh lu?" tanyaku. Dia langsung menarik tangannya lalu menunjukannya padaku. Kosong, dia tidak memegang pisau itu. Aku tahu pasti pisau itu sengaja ia simpan di belakang tubuhnya.

"Gak ada apa-apa. Ehm ... apa lu butuh sesuatu?" tanyanya. Aku menggeleng.

"Itu darah apa di sudut bibir lu?" tanyaku lagi, ia kembali membelalakkan mata lalu mengambil handphone untuk berkaca di layar. Ia menghapus darah yang ada di sudut bibirnya itu.

"I-ini tadi ... ehm ... oh ya, tadi habis makan roti selai strawberry hehe," cengirnya. Aku menganggukkan kepala.

"Oh," kataku lalu kembali berjalan ke kamarku yang tak jauh dari kamar Ray.

Hm! Pisau itu sangat mencurigakan. Hei, apa jangan-jangan Ray seorang pembunuh juga sama sepertiku? Aku sangat yakin kalau cairan merah itu bukanlah selai atau sirup, melainkan darah. Aku tahu betul bagaimana warna darah. Untuk apa Ray menjilati darah itu? Sangat menjijikan! Bukankah darah berbau anyir? Tapi dia ... ck! Entahlah. Sekarang yang harus ku lakukan adalah menyelidikinya.

Aku pun masuk ke kamar dan menonton televisi. Aku memilih menonton berita, siapa tahu ada berita yang menarik. Benar saja! Ada berita menarik tentang pembunuhan lagi.

"Di salah satu rumah di perumahan Beverly Hills, ditemukan mayat wanita yang tergantung di atas pohon tanpa busana. Wanita ini dibunuh oleh seseorang di rumahnya sendiri. Menurut sanksi yang melihat, seseorang keluar dari rumah wanita ini. Saat warga mencurigainya, orang itu menatap warga dan ternyata pelakunya adalah Raynald Devil. Si anak kecil itu membunuh wanita ini ...."

Hah? Raynald Devil? Namanya seperti nama adikku saja. Apa motif dia membunuh? Mengapa dia harus membunuh di sekitar Beverly Hills? Sebenarnya aku sudah mendengar nama itu berulang kali di televisi. Aku sudah terlalu sering mendengarnya sampai-sampai aku pernah mendengar bahwa si Raynald Devil ini adalah sosok anak kecil yang baru-baru ini menjadi seorang pembunuh. Namanya mulai terkenal saat dia membunuh beberapa orang di dalam sebuah bar. Dari yang ku tahu, pembunuh cilik ini sering sekali berkeliaran di Beverly Hills. Wah, sepertinya aku harus berhati-hati. Banyak pembunuh yang berkeliaran di dekat tempat tinggalku.

Belum lagi ada pembunuh lainnya yang mungkin saja sudah membunuh sejak lama, yang kemungkinan masih beroperasi hingga sekarang. Namun, sepertinya yang paling banyak diberitakan dan mungkin sudah dikenal banyak orang adalah namaku, Raynald Devil dan pembunuh baru yang berkeliaran di kota ini. Kalau saja ada perkumpulan untuk para pembunuh, mungkin aku akan bergabung ahahaha.

***

Malam sudah tiba, kini aku dan Ray sedang menonton televisi sambil menunggu kedua orang tua kami pulang. Aku menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 08.30 P.M. Hm, sudah jam segini ayah dan bunda belum pulang, sebenarnya pekerjaan mereka itu seberat apa sampai-sampai harus pulang setiap tengah malam? Aku pun menghela nafas dan melirik Ray yang sedang memainkan PSPnya. Sejujurnya aku ingin menanyakan tentang pisau itu, tapi ku urungkan saja niatku karena tak ingin berdebat dengannya.

"Em … hari ini lu gak pergi?" tanyaku basa-basi.

Bersambung …

ตอนถัดไป