webnovel

Mencoba Peruntungan

Denise tahu. Bertarung dengan manusia terkutuk seperti Christ pasti tidak akan mudah. Denise memang pernah bertemu dengan beberapa manusia yang pernah terikat perjanjian darah dengan Iblis, tapi itu sudah lama sekali. Kebanyakan manusia jaman milenial tentu sudah lama sekali meninggalkan hal-hal perjanjiam semacam itu.

Namun untuk pertama kalinya, Denise menjumpai seorang manusia yang melakukan perjanjian darah langsung ke Rajanya Sang Iblis, Devilaro. Itu karena Denise bisa melihat tanda sayap Iblis Devilaro yang terdapat di belakang leher Christ. Dan orang yang terikat dengan perjanjian dengan Iblis, terutama Raja Iblis, dijuluki oleh manusia terkutuk. Itulah yang pernah Denise dengar dari kedua orang tuanya dulu--jauh sebelum mereka meninggal dunia karena wabah mengerikan.

"Haah ... hah ... hah ..."

Napas Denise tersengal. Terdengar terputus-putus. Nyaris saja tangannya terputus karena Christ mencoba mencabik lengan kanannya. Pria itu betul-betul tidak kenal ampun, bahkan dengan wanita sekalipun.

Denise mengalami beberapa luka cakar dan lebam di sekujur tubuhnya. Pun dengan Christ, tapi tidak sebanyak Denise. Bisa dibilang, pertarungan mereka cukup seimbang.

"Apa ini berarti kau masih tetap ingin melindungi gadis itu, hum? Lihatlah, tubuhmu bahkan terluka parah! Sebaiknya kau minggir!"

BRUK!

Denise yang ketahanan tubuhnya lebih lemah itu tentu ambruk. Jatuh terduduk. Dia kesulitan untuk menahan rasa sakitnya. Denise sudah sampai pada batasnya. Tapi dia masih berusaha menghalau Christ dengan tanaman-tanamannya.

"Tidak ..." kata Denise sembari menatap tajam kepada Christ. "Aku ... tidak pernah berniat melindungi perempuan yang kau cari. Aku bahkan tidak tahu siapa yang kau cari. Karena tugasku disini hanyalah menjaga white valley agar tidak tersentuh oleh tangan manusia terkutuk sepertimu. Jadi kalau kau ingin mencari orang carilah tanpa menghancurkan wilayah ini!"

Christ yang mendengar itu malah terkekeh remeh. Lalu seberkas kilatan merah dari iris matanya pun menyala terang, seiring seringaiannya yang kian melebar.

"Jangan salah paham ... Aku memang mencari keberadaan seorang perempuan yang berenergi jiwa besar. Tapi sayangnya ..." Christ lantas mengacungkan pedangnya dan mengarahkannya ke leher Denise, bersiap memotong kepala gadis malang itu. "... sayangnya aku tidak peduli dengan tempat ini."

DEG!

Bola mata Denise refleks membelak. Menatap marah pada Christ.

"Hahaha!" Christ kembali tertawa menggelengar. "Itu karena aku sangat suka dengan kehancuran! Aku tidak peduli kalau seluruh dunia hancur sampai aku menemukan gadis itu! Jadi berhenti menghalangiku untuk memakan makananku!!"

"HENTIKAN!!"

Dari arah matahari terbit, munculah satu seseorang yang berteriak dengan lantang. Yang seketika teriakan itu menghentikan pergerakan pedang Christ. Tinggal satu senti lagi pedang itu nyaris menggorok leher Denise. Syukurlah Liza datang tepat waktu.

Christ yang menyadari kedatangan Liza pun tersenyum menyeringai. Terlihat sangat senang. "Akhirnya kau muncul juga. Hahaha!"

Denise terlihat sangat terkejut dengan kedatangan Liza. Mulutnya sampai menganga, sedangkan bola matanya melebar. "K ... Kau?"

Liza mengepalkan tangannya. Menatap nyalang kepada Christ. "Hentikan semua kegilaanmu, Christ! Aku tidak mau kau terus-terusan menghancurkan tanah kelahiranku!"

"Nona hentikan! Jangan menantang pria terkutuk itu, kumohon! Larilah sekarang juga!" teriak Yui si beruang yang kini tengah berkomunikasi batin dengan Liza.

Beberapa waktu lalu saat Yui si beruang hendak berencana membawa Liza pergi ke white valley, Liza tiba-tiba meminta Yui untuk putar balik. Itu karena perasaan Liza mendadak tidak enak. Apalagi setelah mendengar suara kicauan burung-burung gagak yang memekakkan telinga dan berteriak : 'Dia akan mati! Dia akan mati!'

Dari situ Liza sudah berpikir buruk kalau perempuan yang menghalau Christ itu sedang dalam bahaya. Jadi Liza memohon kepada Yui si beruang untuk putar balik.

Dan benar saja firasat Liza. Kepala si gadis malang yang bernama Denise itu nyaris terpenggal oleh pedang Christ, kalau saja Liza tidak datang tepat waktu.

"Jadi kau memutuskan untuk ikut denganku?" tanya Christ angkuh kepada Liza. Pertanyaan bosa-basi sebetulnya. Kalau Liza tidak mau atau berusaha melawan pun, sudah pasti Christ akan memaksa.

Christ mendekati Liza dengan pelan, sembari menyarungkan kembali pedangnya. Bola matanya berbinar senang sekali. Beberapa kali terlihat Christ menjilati bibirnya sendiri, seolah dia melihat Liza sebagai santapan yang sangat lezat.

"Ah ... perutku makin keroncongan saja melihatmu, Sayang ..." desah Christ. "Aku benar-benar ingin segera menyantapmu!"

Liza menelan ludahnya. Melawan segala kegentaran dalam hatinya lalu berkata dengan tegas, "Kau boleh mengambil energi jiwaku. Tapi sebelum itu, aku punya syarat dan kau harua menepatinya!"

Christ menyeringai remeh. Sebenarnya kalau Liza mengajukan syarat atau tidak, Christ tidak begitu peduli. Karena dengan atau tanpa syarat, Christ sejak awal memang berniat untuk menyerap energi jiwa Liza secara paksa. Tapi meski begitu, Christ sedikit penasaran dengan syarat itu.

"Apa syaratnya?"

Menghela napas sejenak, Liza lantas mengacungkan telunjuknya tepat di depan wajah tampan Christ.

"Setelah kau membawaku, aku minta kau berhenti membuat keributan di tempat ini ..." kata Liza. "Berjanjilah untuk berhenti membuat keributan di seluruh negeri ini! Aku tidak mau semua penduduk di negeri ini mati sia-sia hanya karena kegilaanmu yang terus mencariku!"

Yui yang mendengar itu menjadi sangat terenyuh. Bahkan tanpa sadar ada setitik ait mata mengintip di ekor matanya. "Nona ... Tolong jangan lakukan itu ..." Dan beruang itu berusaha menarik Liza menjauh dari Christ, tapi ditepis oleh Liza.

Liza menoleh kepada Yui. Tersenyum lembut sembari mengusap pipi berbulu Yui. "Lebih baik kehilangan satu nyawa dari pada banyak nyawa, bukan? Tidak apa, biar aku ikut pria ini ..."

"Tapi--"

Liza memeluk Yui erat-erat. Seperti mengatakan kalau dia pasti akan baik-baik saja.

Tapi tidak terduga, ketika Liza hendak berbalik badan untuk mengikuti Christ, mendadak sebuah kabut hijau pekat menyelimuti sekitarnya. Yang mana kabut itu membuat tubuh Christ gatal-gatal.

"Aaahh apa ini?! Kabut sialan! Kenapa gatal sekali?!" geram Christ sembari menggaruk sekujur tubuhnya.

Christ tidak punya pilihan lain selain pergi dari desa itu, karena tidak tahan dengan rasa gatal di sekujur tubuhnya karena kabut hijau itu. Apalagi, kabut itu ternyata hampir menyebar ke seluruh desa, jadi Christ memutuskan untuk pergi sejenak.

Baik Christ maupun Liza tidak tahu, kalau kabut itu berasal dari satu tanaman yang keluar setelah Denise mengeluarkan sihirnya untuk menumbuhkan tanaman itu. Tanaman yang mirip dengan kantong semar raksasa, dan dari mulutnya keluar kabut itu. Beruntung semua penduduk sudah mengungsi ke lahan perbatasan desa dan mendirikan tenda barak disana. Jadi mereka aman.

Liza juga merasakan gatal, tapi tak separah Christ. Dan sebelum dia bertanya apa yang terjadi, dia sudah dibawa duluan oleh Yui.

"Tunggu, Yui! Kita harus membawanya juga!" seru Liza sembari menunjuk kearah Denise yang sudah berbaring di tanah--tepat sesaat setelah dia mengeluarkan sihirnya.

"Tapi Nona, dia itu sangat berbahaya--"

"Kita tidak bisa membiarkannya begitu saja disini! Dia terluka parah!" ucap Liza tegas.

Sesaat Yui terdiam. Terlihat sorot matanya sangat ragu dan takut. Tapi ketika Yui melihat kesungguhan di mata Liza, dia pun akhirnya mengangguk setuju.

"Baiklah ..."

Liza tahu mungkin kalau pilihan menolong Denise adalah pilihan yang mungkin bakal disesalinya. Tapi entah mengapa, Liza merasa kalau Denise ini sebenarnya tidak jahat. Karena Liza yakin, orang yang jahat itu bisa saja dulunya adalah orang yang baik. Hanya saja orang baik tersebur pernah mengalami sakit hati atau karena keadaan tertentu.

Pun dengan Christ. Pria pasti punya alasan tersendiri mengapa dia ingin mengambil energi jiwa Liza. Selalu berpikir positif. Itulah kelebihan Liza.

Dan kalau ingat-ingat lagi, baik Denise maupun Christ, keduanya pernah berbuat baik kepada Liza Christ pernah menolong Liza dulu, saat Liza tidak sengaja mencoba mantra untuk membuka gerbang gaib, lalu Christ menyelamatkan gadis itu dari monster jin liar.

Pun dengan Denise. Perempuan bermata hijau itu juga menghalau Christ agar tidak berbuat banyak kerusakan di wilayah Bernsbergh.

Jadi dari sini, Liza bisa menarik kesimpulan kalau bisa saja Christ dan Denise mungkin punya alasan mengapa mereka menjadi jahat.

Karena aneh saja, bagaimana orang-orang jahat seperti mereka pernah melakukan kebaikan?

**

"Kau hanyalah manusia sampah tak berguna! Bisa-bisanya kau meminta pertanggung jawaban denganku? Itu bukan anakku!!"

Dalam bayangan itu, seorang pria tampan yang sedang merangkul kekasihnya yang tanpa busana atasan itu. Kemudian pria itu mendorong kasar tubuh seorang gadis berperut buncit berpakaian lengkap di hadapannya hingga terjatuh duduk. Gadis yang di dorong itu adalah wujud dari Denise sewaktu masih muda.

BRUK!

"Demi Tuhan Penguasa Alam Semesta, aku berani bersumpah kalau dia ini anakmu!" teriak Denise, sembari meringis kesakitan memegangi perutnya yang mendadak jadi sangat sakit.

Dan tak terduga, darah segar pun keluar dari selàngkangan Denise. Mengalir hingga paha dan bermuara hingga ke lantai kamar itu.

"TIDAAAKKK!"

'Tidak hanya kehilangan keluargaku. Tapi kekasihku juga telah mengkhianati diriku. Anak yang kukandung pun juga pergi meninggalkanku.'

'Sakit sekali! Aku bahkan sudah tidak sanggup mengeluarkan air mataku lagi! Ini benar-benar sakit!'

'Ini neraka! Ini benar-benar mengerikan! Aku benci dengan hidupku!'

DEG!

Semua bayangan itu seketika hilang, tepat saat cahaya terang menyoroti pandangan Denise. Dan bersamaan dengan itu pula, kelopak mata Denise membuka cepat. Tubuhnya langsung bangkit dari posisi berbaringnya. Nyaris saja Denise membentur kening Liza yang duduk di hadapannya, kalau dia tidak sigap mundur.

"Syukurlah kau sudah bangun!" ucap Liza sumringah. "Aku sempat khawatir karena kau mengigau terus dan berkeringat!"

Denise mengerjap. Melihat ke sekujur tubuhnya yang sudah basah oleh keringat. Lalu ia menepuk keningnya, masih kepalanya berputar-putar. Tapi dia berusaha bangkit.

Liza yang khawatir pun langsung mencegah. "Sebaiknya kau jangan bangun dulu, Denise--"

"JANGAN SEBUT NAMAKU!" Denise menepis tangan Liza yang hendak menyentuh bahunya. "AKU BENCI AURAMU! PERGI DARIKU!"

Liza terhenyak. Bingung dengan maksud ucapan Denise. "A-Apa maksudmu?"

Yui yang berada tak jauh disamping Liza pun hanya bisa menghela napas. Dia sudah tahu kalau Denise bakal merespon begitu.

"Denise ini, memang sangat membenci seorang manusia yang memiliki hati hangat dan penuh kasih seperti Anda, Mha. Dia sudah terlanjur tenggelam dalam sakit hati dan kebencian, Mha. Jadi jangan heran kalau dia menjadi orang yang tak tahu terimakasih, Mha!" jelas Yui melalui kontak batin dengan Liza.

Benar kata Yui. Liza melihat kristal cahaya milik Denise sangat pekat. Warna hijau kehitaman. Pola kristalnya saja nyaris tak terlihat.

Liza jadi ingat dengan pola kristal Christ yang sama sekali tak bisa dibaca. Apa itu berarti pria itu jauh lebih dalam tenggelam dalam kebencian? Bisa jadi.

"Baiklah ..."

Liza akhirnya mengalah. Menjauh beberapa meter. Begitupun Yui. Kali ini jarak antara mereka dan Denise hampir sejauh dua meter.

Saat ini mereka bertiga sedang bersembunyi di gua bawah tanah yang hangat, milik keluarga beruang Yui. Gua itu ada di hutan pohon pinus, timur white valley.

*

Beberapa saat setelah Denise cukup tenang, Liza baru kembali mendekat.

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Mengapa kau bisa bertarung dengan Christ?" Liza mulai dengan pertanyaan pembuka.

Denise yang masih saja memasang wajahnya tak bersahabat itu pun berpaling. Tidak mau bersitatap dengan Liza. Kalau cemberut seperti ini, Denise jadi mirip sekali dengan adiknya Aisha, Nona Tabib Hijau dari Pertisoum itu.

"Aku tidak bisa menjawabnya. Itu rahasia."

Liza menghela napas gusar. Tidak mengira kalau akan sesulit ini berteman dengan Denise. Padahal Denise adalah harapan Liza satu-satunya untuk mencegah Christ tidak memburunya. Liza berharap mungkin Denise bisa diajak kerjasama untuk menghentikan kegilaan Christ.

Berpikir bagaimana meluluhkan hati Denise, Liza kemudian terpikir satu ide.

"Oh iya!" Liza masih tidak menyerah mengajak ngobrol Denise. "Ngomong-ngomong ... Kau itu sangat kuat ya! Kulihat kau bertarung cukup seimbang dengan Christ!" ucap Liza dengan bola mata dibuat sengaja berbinar. Pura-pura takjub berharap Denise merespon baik.

"Hemph!" Denise berdecih, terlihat tersenyum jumawa. Rupanya pujian Liza berhasil membuat Denise sedikit berbangga hati. "Itu masih belum seberapa! Aku masih bisa mengeluarkan kemampuanku lebih dari itu! Karena di dalam darahku ini masih tersisa darah keturunan dari keluarga penyihir hijau!"

Respon Denise ternyata sangat melebihi ekspektasi. Tidak hanya bangga, Denise rupanya sangat senang mendapatkan pujian dari orang lain.

Disamping itu, Liza sudah menduga kalau Denise masih merupakan garis keturunan dari penyihir bermata hijau. Ini bisa jadi peluang yang bagus untuk Liza meminta bantuan pada Denise.

Dan mungkin, Denise tahu soal pola kristal cahaya yang selama ini dibaca oleh Liza, jadi Liza harus lebih mengakrabkan diri dengan Denise. Walaupun mungkin berdekatan dengan Denise bisa menimbulkan resiko, tapi bagaimanapun Denise adalah penyihir, sama seperti dirinya. Liza setidaknya jauh lebih aman jika bersamanya. Apalagi melihat Denise sekuat itu melawan Christ.

Lalu, sedikit menahan tawa Liza tersenyum kecil. "Wah, benarkah? Kalau begitu bagus sekali!"

Dahi Denise mengerut tidak paham.

Liza lantas menggenggam tangan Denise. "Ajari aku bertarung dan menggunakan kemampuan sihir! Biarkan aku menjadi muridmu! Aku ingin belajar melindungi diri sendiri!"

**

To be continued.

Next chapter