webnovel

Fakta Tak Terduga Christ

Dua hari setelah insiden besar menimpa wilayah Bernsbergh. Para penduduk perlahan mulai membenahi rumah yang rusak akibat pertarungan hebat antara Denise dengan Christ.

Kerusakan bangunan dan rumah penduduk terbilang cukup parah. Bahkan ada beberapa yang sudah berubah jadi puing-puing. Pemandangan yang mengerikan. Tapi untunglah para penduduk saling bergotong-royong dan tanggap memperbaiki wilayah tempat tinggal mereka.

"Aku bersyukur pria gila itu sudah pergi. Tapi aku khawatir kalau dia bakal kembali lagi. Dia pasti tidak akan jera sampai mendapatkan aku," ucap Liza dengan nada sedih kepada Denise yang saat ini berjalan di depannya. Saat ini mereka sedang mengamati perbaikan desa, sambil memastikan kalau Christ si pria gila itu tidak ada di wilayah Bernsbergh.

Denise terkekeh. Lalu berbalik dan melemparkan senyum kepada Liza. "Aku sudah menanamkan tanaman gatal dan tanaman lainnya di sekitar wilayah ini. Dan dia juga perlu memulihkan diri untuk mengatasi gatal-gatal di tubuhnya dulu. Jadi mungkin untuk beberapa hari kedepan, kita bisa tenang dari gangguannya."

Liza mengangguk kikuk. Ada perasaan senang dan lega karena untuk sementara waktu dia tidak terganggu oleh Christ. Tapi di lain hatinya entah mengapa ada sebersit rasa khawatir. Yang mengherakan sekali, Liza malah khawatir dengan keadaan Christ.

'Ini tidak benar. Kenapa aku malah khawatir padanya? Seharusnya kau bersyukur, Liza!'

Liza menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Berusaha mengenyahkan pikirannya tentang Christ.

"Tidak perlu cemas. Aku diam-diam telah mengambil kalung liontion kristal ungu ini dari Christ saat bertarung dengannya kemarin."

Liza yang melihat untaian kalung itu di genggaman Denise itu pun hanya mengukir senyum tipis. Lalu mengambil kalung itu dan memakainya. "Terimakasih ..."

Denise balas tersenyum. Tapi dia merasa kalau Liza terlihat kurang bersemangat setelah mendapat kalung itu. Membuat Denise lantas penasaran.

"Ada apa? Harusnya kau senang dong kalung penyamar aura penyihir itu kembali kepadamu? Kenapa kau malah gelisah?"

Denise mendekatkan wajahnya. Sembari melempar seringaian remeh.

"Apa jangan-jangan kau ... mengkhawatirkan pria gila itu?"

Liza mengerjap kikuk. "Ti-tidak mungkin! A-aku senang kok! Aku juga tidak khawatir--"

"Hahaha!" Denise tertawa remeh. "Harusnya kau tahu, kalau membohongiku akan percuma saja! Keturunan penyihir bermata hijau bisa mendeteksi ada kebohongan di hati manusia hanya dengan membaca gerakan aneh di cakra jantung mereka!"

"Eh? Gerakan energi cakra jantung?" Liza tiba-tiba jadi teringat sesuatu. "Apa itu sama dengan pola kristal cahaya yang biasa kulihat di cakra jantung manusia?"

Denise terhenyak. "K-kau? Bisa membaca pola itu? Pola jodoh manusia? Yang benar??" ucapnya mendadak antusias.

Liza menggaruk belakang kepalanya. "Aku ... tidak begitu yakin ..." katanya. "... tapi aku melihat ada pola-pola aneh di cakra jantung tiap-tiap manusia."

"Itu mengejutkan!" kata Denise yang terlihat tidak habis pikir. "Tidak semua penyihir bermata ungu bisa dianugrahi kemampuan itu! Itu kemampuan yang langka!"

Dahi Liza lantas menyerngit. "Aku cukup senang mendengar kemampuanku ini dibilang langka. Tapi ... untuk apa kemampuan itu? Aku sungguh tidak mengerti ..."

TEP!

Denise lantas menepuk satu bahu Liza. Lalu tak terduga, dia pun tersenyum begitu manis.

Sungguh, melihat senyum Denise bisa dikatakan cukup langka, mengingat perempuan itu biasanya bersikap cuek dan selalu memandang orang lain dengan tatapan remeh. Dan kalau Denise tersenyum seperti ini, dia terlihat lebih cantik.

"Baiklah. Aku sudah memutuskan!" kata Denise tegas. "Aku setuju menjadi gurumu!"

**

"Tolong jangan pergi, Nona! Kita tidak tahu kalau Denise bisa saja punya maksud tertentu!"

Liza tetap tidak peduli walau Yui berusaha menahannya pergi. Tenaga beruang besar itu mungkin lebih besar dari Liza, tapi semangat Liza lebih besar lagi. Jadi Yui agak kewalahan menahan Liza.

"Tidak. Aku harus ikut Denise mencari tanaman turi itu. Dan tanaman itu hanya ada di danau beku Green Head!" tegas Liza yang tanpa lelah berusaha melepaskan tangan Yui dari lengannya.

Syarat untuk menjadi murid Denise untungnya cukup mudah. Cukup dengan mengikuti Denise berpetualang ke tempat dimana tanaman turi tumbuh.

Tanaman turi yang hendak dicari oleh Denise sebetulnya adalah tanaman yang rencananya akan digunakan untuk penyembuhan Aisha.

Denise merasa sangat terkejut tatkala mendengar berita Aisha bisa jatuh sakit tanpa sebab yang pasti. Walaupun Denise itu tipe jahat dan terlihat cuek, tapi nyatanya dia masih peduli kepada adik semata wayangnya itu.

Dan Denise sebenarnya memang tidak bilang kalau tanaman turi itu untuk Aisha, tapi Liza bisa melihat wajah kekhawatiran Denise saat Liza menceritakan tentang kabar Aisha. Karena aneh saja, tiba-tiba Denise langsung mengajukan syarat itu ketika Liza menceritakan tentang Aisha.

Akhirnya setelah negosiasi yang cukup lama, mereka pun menemukan kata sepakat. Demi keamanan Liza, Yui pun ikut serta dalam perjalanan Denise dan Liza. Yui tentu tidak bisa membiarkan keturunan legendaris penyihir bermata ungu alias cucu dari kakek Mangatta itu terancam. Mau ditaruh dimana muka Yui nanti kalau dia tidak bisa menjaga cucu dari seorang yang pernah ia abdikan itu?

"Kenapa beruang aneh itu ikut juga?" tanya Denise dengan nada sinis berwajah menyebalkan.

"I-tu ..." Liza menoleh sekilas kepada Yui.

"Katakan padanya kalau aku yang akan menjadi tumpangan kalian. Aku akan membantu dan tidak bermaksud menghalangi. Tenang saja," ucap Yui melalui kontak batinnya kepada Liza.

Liza kemudian mengatakan persis dengan yang dikatakan Yui kepada Denise.

Denise terlihat menyerngitkan kening, dan menatap sinis Yui. Seolah memberitahu tanpa suara kalau dia kurang suka dengan kehadiran Yui. Dan Yui menanggapi tatapan sinis Denise dengan menjulurkan lidahnya mengejek.

Melihat mereka yang masih saja saling ejek dan melempar kekesalan itu, Liza menghela napasnya. "Sudah, jangan bertengkar. Malah akan sangat terbantu jika Yui ikut, kan? Jadi kita tidak perlu berjalan--"

"Jalan saja. Kita tidak perlu tumpangan dia. Kalau dia memang ikut bersama kita, dia bisa jalan beriringan dengan kita."

Liza melotot. "Apa?? Tapi bukankah tempatnya jauh--"

"Kau ingin aku melatihmu, kan?" tanya Denise dengan tegas. "Kalau kau tidak suka caraku, kau boleh cari orang lain. Lagipula kau sendiri yang memaksaku untuk mengajarimu sihir dan bela diri."

Liza masih menekuk wajahnya. Tapi apa boleh buat, dia sendiri yang meminta Denise melatihnya. Tapi kalau disuruh berjalan jauh ...

"Baiklah." Walau berat, Liza akhirnya menyetujuinya.

Denise mendenguskan senyum. "Bagus. Anggap jalan jarak jauh ini adalah saja ini adalah latihan fisik awal. Karena aku tidak akan segan padamu!"

Liza mengangguk dan tersenyum. "Baik!"

**

Untuk sampai di danau beku Green Head, mereka harus menempuh perjalanan belasan kilometer. Belum lagi harus melalui hutan musim dingin yang sangat luas, juga tebing pegunungan yang terjal. Liza seperti secara tidak langsung digembleng fisiknya.

"Untuk menghasilkan sihir yang stabil dan kuat, kau perlu meningkatkan stamina. Jadi jangan merengek jika kau ingin menjadi kuat dan bisa melindungi dirimu sendiri!" tegas Denise.

Liza memanyunkan bibirnya sebal. "Menyebalkan! Tapi paling tidak biarkan kita istirahat sebentar! Aku sudah lelah--eh!"

Mendadak tubuhnya juga ditarik cepat oleh Denise. Yui yang panik juga ikut menyembunyikan diri di balik salah satu batuan dekat sungai.

"Ada apa ini? Kenapa--"

"Ssstt!" Denise menyuruh Liza untuk diam. Ia tempelkan telunjuknya ke bibir Liza. "Tiba-tiba aku merasakan aura Jin yang sangat banyak!"

"A-Apa? Dimana?"

Denise memejamkan mata sejenak. Seperti merasakan keberadaan sembari menghitung jumlah mereka. Dan saat tahu kalau jumlah mereka ternyata sangat banyak, Denise terhenyak panik.

Padahal sebentar lagi mereka akan sampai di Danau Beku Green Head. Denise tidak pernah berekspektasi kalau para jin jelmaan ternyata menguasai wilayah Danau tersebut. Padahal Danau itu sangat tersembunyi dan hanya penyihir saja yang mengetahui keberadaannya.

Denise memang pernah mendengar rumor adanya Jin jelmaan. Jin tipe jelmaan itu berbeda dengan jin biasa. Jin jelmaan adalah jin bertubuh fisik, biasanya bertubuh hewan. Jin jelmaan ini asalnya dari jin yang 'masuk' ke tubuh hewan, sehingga mereka punya tubuh fisik yang tentunya bisa dilihat oleh manusia. Jin itu yang kemudian mengendalikan tubuh hewan sebagaimana mereka kehendaki secara penuh. Denise tidak mengira kalau rumor itu betulan ada.

'Ini sangat gawat! Dengan jumlah sebanyak ini, apa mungkin mereka hendak menyerang dunia manusia? Aku harus mencari tahu!' batin Denise kemudian.

Denise lalu menoleh kepada Liza. "Ini benar-benar diluar dugaan. Tempat ini ternyata sudah dikuasai oleh Jin. Tapi tenang saja. Keberadaan kita mungkin tidak akan terdeteksi oleh para Jin itu karena kita sama-sama memiliki liontin penyamar aura."

Menyiapkan pedangnya, Denise pun siap beranjak. "Aku akan pergi kesana mengambil tanaman itu. Kau disini saja. Aku akan segera kembali!"

"Tapi--"

Sebelum Liza menyelesaikan katanya, Denise sudah melompat duluan. Turun ke danau beku yang letaknya ada di cekungan kawah gunung itu.

Dan tidak terduga. Saat Liza hendak nekat turun menyusul, dia malah tersandung sesuatu.

"Rantai?"

Penasaran dengan ujung rantai tunggal yang sangat panjang itu, pandangan Liza pun mengikutinya. Yui yang penasaran pun juga mengekor di belakang Liza.

Mereka terus mengikuti juntaian rantai itu, hingga sampai di sisi lain dari bibir kawah.

"Astaga!"

Ternyata ujung rantai super panjang itu mengarahkan Liza dan Yui ke sesuatu yang mengerikan.

Seseorang yang begitu familiar bagi Liza belakangan ini. Orang yang selama ini mengejar dan memburu energi jiwanya.

Christone. Pria itu kini tergantung di papan penyiksaan. Dengan tubuhnya yang babak belur dan ruam dimana-mana. Dengan tangan dan kaki yang terikat oleh rantai, dengan juntaiannya yang sangat panjang. Juntaian rantai itulah yang tadinya sempat membuat Liza terjatuh.

"CHRIST!" Liza spontan berlari mendekati pada papan penyiksaan. "Apa yang terjadi? Siapa yang membuat Christ begini?"

"Nona! Menjauh darinya! Dia berbahaya! Tidak ingatkah Anda kalau selama ini dia selalu memburu nyawa Anda?" teriak Yui seraya menahan Liza.

"Tapi dia--"

"Lapar ..." Tiba-tiba terdengar suara lirih Christ. Dan pria itu pun mendongak menatap Liza dengan tatapan nanar.

"Eh?" Liza dan Yui saling melempar pandang bingung. "Lapar?"

"Aku sangat lapar ... Berikan jiwamu sekarang ... Berikan jiwamu sekarang ..." ucap Christ berulang kali. "Aku akan kenyang jika kau makan energi jiwa manusia ..."

Dan tepat saat itu, Yui tiba-tiba menggeram. Merasakan keberadaan Jin jelmaan yang mendekat.

"Ayo kita pergi bersembunyi, Nona! Sepertinya ada sesuatu yang datang mendekat! Abaikan saja pria itu!" ajak Yui panik.

"Kumohon ...." Kali ini Christ terlihat sangat memelas. "Sebenarnya aku juga tidak mau seperti ini ..." Christ mulai merancau tidak karuan sesaat kesadarannya mulai mengabur. "Aku janji akan mengambil energi jiwamu sedikit saja ... Aku tidak mau mati sekarang ... Ada yang harus aku lakukan ... Aku tidak akan membiarkan Raja Jin brengsek itu berbuat seenaknya ... argh ..."

Deru napas Christ semakin payah, hampir kesulitan bernapas. Tapi dia tidak berhenti meracau.

"Dua aja brengsek itu ... Beraninya dia menjadikanku 'alat' untuk ambisinya ..." kata Christ lagi. "... mereka sengaja mengubahku menjadi manusia pemakan energi jiwa, agar mereka bisa mengambil keuntungan dariku! Padahal selama ini aku tersiksa karena itu! Dasar brengsek!!"

'Raja Jin? Dua Raja?'

BRAK! BRAK!

Kali ini Christ bergerak penuh emosi, memaksa untuk melepaskan diri dari rantai. Tapi yang ada dia malah kembali mengerang kesal bercampur kesakitan.

"Brengsek!!"

BRAK!

Liza mengerjap, dengan mulutnya yang menganga. Dia tidak habis pikir dengan semua rancauan Christ yang barusan didengarnya itu.

"A-apa ... Ja-jadi selama ini kau ..."

Meski ucapan Christ terdengar random, tapi Liza bisa menarik kesimpulan. Kemungkinan besar ... Christ dijebak dan diperalat oleh seseorang, dipaksa untuk terus memakan energi jiwa.

Liza masih meragukan itu, tapi bisa jadi kesimpulannya itu benar.

TES!

Dan hal yang tak terduga kemudian, air mata mengalir dari pelupuk Christ. Dia terlihat sangat putus asa. Liza yang melihat itu, hatinya tentu terenyuh. Jantungnya seperti diremas, seperti merasakan kesakitan Christ. Hatinya terlalu lembut saat mendengar permintaan tolong yang begitu tulus itu.

'Bagaimana ini ... Apa aku harus menolongnya?'

**

To be continued.

Next chapter