webnovel

Bab 6 - Makhluk misterius

『Sistem: Apa kau ingin membangun Perkebunan level 1?

Konsumsi: 5 kayu (Y/N)』

Setelah mengonfirmasinya, sebuah peta hologram muncul di depan Walther memperlihatkan denah tempat perlindungan.

『Sistem: Pilih area untuk membangun Perkebunan level 1』

Lalu dia memilih area di samping sungai, agar perkebunan tersebut memiliki sistem irigasi yang baik. Selain itu, di dalam permainan Royal Refuge jika membangun perkebunan di samping sungai maka perkebunan tersebut mendapat bonus kecepatan tumbuh sebanyak 50%.

Berbeda dengan permainan lainnya, setelah memilih lokasi bangunan, bangunan tersebut tidak dapat dipindahkan lagi jadi pemilihan lokasi awal merupakan hal yang sangat penting.

『Sistem: Selamat! Pemilik telah membangun Perkebunan level 1

Hadiah: Biji Apel ×1 dan Biji Gandum ×5 』

Melihat notifikasi itu membuat Walther merasa puas.

'Memang persis seperti RR yang asli, bahkan hadiah - hadiahnya.'

Di RR, perkebunan tidak semata - mata hanya sebuah lahan pertanian kosong, tetapi ada pondok kecil di samping lahan untuk menyimpan beberapa hal kecil.

Karena Walther saat ini belum memiliki gudang sendiri maka biji - bijian itu masih tersimpan di dalam pondok tersebut.

Walther membuka layar status dan mengetuk pilihan Perkebunan.

『Perkebunan,

Benda yang tersimpan: 1. Biji Apel ×1

2. Biji Gandum ×5』

Dia mengetuk kedua jenis biji lalu sebuah notifikasi sistem muncul di depannya lagi.

『Sistem: Apa kau ingin menanam Biji Apel × 1 dan Biji Gandum ×5? (Y/N)』

Walther menekan tombol Y di layar, dengan cepat semua layar hologram yang melayang di depannya menghilang. Walther menghela napas lega.

Menurut ingatannya, waktu yang dibutuhkan untuk menanam sebuah biji apel adalah 5 menit, sedangkan biji gandum hanya membutuhkan waktu 1 menit. Berhubung dia tidak bisa memakan gandum mentah, maka dia akan menunggu pohon apel membesar dan berbuah.

Tanpa sepengetahuan Walther, dari tadi dia telah diperhatikan oleh Linda. Bukan karena Linda menyukai Walther, tapi karena gerak - gerik Walther yang aneh. Bayangkan saja ketika ada orang di sampingmu menggerak - gerakkan tangannya di udara tanpa alasan yang jelas. Hal itu pasti membuatmu menjadi penasaran.

Pada akhirnya Linda tidak bisa menahan rasa penasarannya, dia bertanya dengan suara lirih,

"Umm, Walther."

Walther menoleh padanya, penasaran.

"Ada apa?" tanya Walther bingung.

"Apa yang barusan kaulakukan?" tanyanya langsung sambil menatap mata Walther.

Walther semakin bingung, memang apa yang barusan dia lakukan?

"Yang kulakukan? Aku tidak mengerti maksudmu, bisakah kau memperjelas lagi pertanyaanmu, Linda?"

"B-barusan kau melayang - layangkan tanganmu di depanmu, untuk apa kau melakukan itu?"

Sontak saja itu membuat Walther sedikit terkejut, walaupun Linda tidak bisa melihat layar sistem tapi dia masih bisa melihat tangan Walther mengotak - atik sistem. Sayangnya Walther tidak menyadari hal tersebut lebih awal, dia mencoba melirik ke sana kemari mencoba mencari jawaban,

"Ah itu .. Sebenarnya .. Aku sedang menghitung sesuatu."

Kaca mata Linda tiba - tiba berkilauan saat mendengar kata 'menghitung' keluar dari mulut Walther.

"Menghitung? Menghitung apa?"

"Eh, menghitung .. Emas, ya emas," jawab Walther asal.

Mendengar kata 'emas' entah kenapa membuat wajah Linda menunjukan sedikit kekecewaan,

"Bukankah emas saat ini sudah tidak berharga lagi?" katanya lirih.

Walaupun pelan, tapi tetap saja Walther mendengarnya dengan baik.

"Apa katamu? Emas tidak berguna?" tanya Walther mencoba mengonfirmasinya.

Sebelum Linda menjawab, Marco yang ada di depannya menjawab,

"Yo, emas saat ini memang sudah seperti batu, tidak berharga. Di pangkalan, kami menggunakannya sebagai penahan pintu, jika kau memilikinya lebih baik kau buang saja agar tidak menjadi beban."

"Iya, i-itu benar," tambah Linda.

'A-apa!?'

Walther terkejut bukan main, bahkan di kehidupannya yang dulu, emas sangat berharga. Di Bumi, kekayaan seseorang pasti dihitung dari banyaknya emas yang yang dia miliki dan sekarang?

'Seperti batu? Penahan pintu?'

Jika itu memang benar maka Walther tidak perlu susah - susah mencari uang untuk melunasi hutangnya pada sistem.

"Kalau begitu apa kalian membawa sepotong emas bersama kalian?" tanya Walther penuh harap.

"Sudah kubilang emas adalah benda tidak berguna, buat apa kita membawanya? Itu hanya akan menjadi beban," jawab Marco lagi.

Walther menghela napas kecewa, lalu dia berkata dalam hati,

'Jika saja mereka membawanya, maka aku tidak akan repot - repot mengurusi sistem lagi.'

Karena tidak ada hal yang perlu mereka bahas, mereka pun melanjutkan perjalanan dalam diam, Walther yang masih kelaparan mencoba melihat ke jendela mobil untuk mengalihkan perhatiannya dari perutnya.

Saat ini, gurun yang mereka lihat tadi sudah mulai menghilang digantikan dengan rerumputan kuning dan beberapa pohon.

Sambil menunggu apel matang dia melihat gundukan aneh di tanah, kira - kira 25 meter dari mobil. Setelah dilihat lebih teliti, ternyata itu hanya gundukan pasir biasa, dia akhirnya mengabaikannya.

Walther mencoba bertanya pada semua anggota kelompok,

"Kira - kira berapa lama lagi kita sampai ke benteng?"

Tepat sebelum Anne menjawabnya, Ryan yang duduk di kursi depan, menyahutinya secara sarkas,

"Kau cukup diam aja, tidak perlu bertanya apapun. Jika saja kita tidak memungutmu, kau pasti telah menjadi makanan para zombie."

Walther mengerutkan alisnya kesal, dari awal dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bersabar. Namun saat ini dia benar - benar ingin menghajar orang ini, persetan menjadi orang baik.

"Keparat, sebenarnya apa kau punya masalah denganku? Jika ada, ayo kita turun dan segera menyelesaikan masalah ini," tantang Walther pada Ryan.

Anne dan lainnya terkejut saat mendengar hal itu, bahkan Ryan juga tidak menyangka bahwa Walther berkata seperti itu.

Walaupun perbedaan tinggi mereka tidak terlalu signifikan, tetapi tetap saja Walther hanyalah seorang remaja sedangkan Ryan adalah seorang pria tulen. Lagipula dilihat dari segi besar tubuh, jelas Ryan lebih diunggulkan karena memiliki tubuh yang berotot.

Namun di antara yang lainnya, Walther paling mengetahui bahwa otot yang dimiliki oleh Ryan bukanlah otot petarung, tapi otot binaragawan. Selama Walther tidak menerima serangannya dengan telak, Walther akan menang. Berdasarkan pengalamannya selama menjadi preman, hal tersebut mudah dilakukan.

Ryan tersenyum sombong,

"Bocah, kau berani menantangku? Kalau begitu jangan salahkan aku kalau salah satu tulangmu patah, Paman Lan, tolong hentikan mobil ini, aku akan memberi pelajaran pada bocah ini."

Paman Lan menghela napas kecewa, lalu dia mencoba membujuk Ryan

"Ryan, apa hal ini benar - benar perlu dilakukan? Lawanmu adalah seorang remaja, wajar jika mereka emosional."

"Maaf Paman, tapi tenang saja, aku akan menahan diri," katanya dengan nada remeh.

Setelah mencari tempat yang sepi dan tanpa zombie, Paman Lan perlahan memberhentikan van tersebut.

Ryan membuka pintu van dan berjalan keluar.

Melihat Ryan terlihat serius, Anne pun ikut mencoba menghentikan pertengkaran mereka,

"Ryan! Walther pasti bercan-

"Tidak Anne, aku tidak sedang bercanda, ini adalah permasalahan antar laki - laki," sahut Walther.

Saat Walther mencoba keluar dari mobil, sebuah telapak tangan lembut memegang pergelangan tangan.

"J-jangan pergi," kata Linda mencoba menghentikan Walther.

Melihat mata biru milik Linda, mau tak mau membuat Walther menghela napas. Mereka semua pasti berpikir bahwa dia akan kalah melawan Ryan, itu wajar karena mereka hanya memandangnya sebagai seorang remaja normal, bukan seorang mantan preman.

Walther perlahan melepaskan genggaman tangan Linda,

"Tenang saja, aku tidaklah lemah."

Setelah itu Walther berjalan keluar dari van menuju Ryan yang sudah berdiri sedikit jauh dari van.

Di kejauhan terdapat sebuah gundukan yang sama dengan gundukan yang telah dilihat oleh Walther, sayangnya dia tidak terlalu memerhatikan hal tersebut.

Setelah Walther sampai, mereka berdua berhadap - hadapan sejenak, lalu Ryan tersenyum sombong sambil memamerkan otot - ototnya yang besar kepada Walther. Sedangkan Walther hanya menggelengkan kepalanya dalam hati saat melihat hal itu.

Di sisi lain, perlahan tapi pasti gundukan itu bergerak mendekati mereka berdua.

Anggota lainnya tetap menonton sambil berada di dalam mobil, menunggu urusan mereka berdua selesai.

Mata merah Walther menyipit, lalu dia memasang posisi bertarungnya, dengan satu kaki berada di depan yang lain dan kedua tangan berada di depan kepala.

"Majulah," kata Walther.

"Bersiaplah Bocah," kata Ryan sambil mengepalkan tangan kanannya. Lalu tanpa ragu - ragu dia melancarkan pukulannya sekuat tenaga menuju kepala Walther.

Bukannya takut, Walther malah menghela napas kecewa,

'Sudah kuduga,'

Dengan tenang Walther melangkah ke kiri untuk menghindari pukulan Ryan, lalu dia menggunakan tangan kanannya untuk memegang kepala Ryan.

Setelah itu Walther sedikit melangkah ke belakang Ryan dan menendang bagian belakang kaki Ryan dengan keras. Menggunakan tangan kanannya dia mendorong kepala Ryan hingga membentur tanah dengan keras.

"Apa?" kata Ryan bingung. Bahkan orang di dalam mobil membuka rahang mereka lebar - lebar karena terkejut, Paman Lan yang biasanya tersenyum lembut juga membuka mulutnya karena terkejut.

"Apa .. yang barusan terjadi?" kata Marco.

"Aku tidak tahu," jawab Anne linglung.

Sepertinya hanya Linda yang masih tetap tenang. Namun, matanya berkilauan dengan cahaya kekaguman.

Kali ini ketika Ryan melihat ke atas, ada sepasang mata merah yang memandangnya dingin.

"Lemah," kata Walther singkat.

Ryan perlahan berdiri lagi, dia berkata dengan geram,

"Bangsat, akan kubunuh kau."

Namun, tiba - tiba saja sistem memberi peringatan pada Walther. Layar yang awalnya biru berubah menjadi merah seperti darah segar.

『Sistem: Bahaya! Makhluk misterius sedang mendekati pemilik』

'Makhluk misterius?!' Ulang Walther dalam hati.

Next chapter